Sudah terlalu lama penyandang disabilitas terisolasi, tidak bersuara, dan secara pasif berpartisipasi dalam pertemuan masyarakat. Dibatasi oleh tabu dan norma sosial, mereka seringkali tidak mampu dan tidak berdaya dengan akses terbatas ke informasi dan peluang untuk pertumbuhan diri. Di lingkungan masyarakat, stigma ini dilanggengkan oleh kurangnya keterwakilan penyandang disabilitas.
Selain itu, penyandang disabilitas juga masih menghadapi hambatan dalam memenuhi salah satu hak dasar manusia, seperti sanitasi yang layak. Beberapa harus merangkak, beberapa lainnya harus menggunakan bangku toilet buatan sendiri yang terbuat dari kursi plastik yang dilubangi di atas toilet jongkok, dan bagi sebagian yang lain tidak mungkin menggunakan toilet tanpa bantuan dari anggota keluarga. Toilet sering dibangun jauh dari ruang utama karena dipandang sebagai ruangan yang kotor dan bau, sehingga semakin sulit diakses.
Pertengahan tahun 2020, bersama Persatuan Tuna Daksa Kristiani (Persani) Nusa Tenggara Timur (NTT), Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) menginisiasi pembentukan organisasi orang dengan disabilitas (DPO) lokal, baik di Belu maupun Malaka, untuk meningkatkan inklusivitas melalui Women & Disability Inclusive And Nutrition Sensitive WASH (WINNER) Project. Proyek WINNER merupakan bagian dari Program WASH SDG yang didukung oleh Pemerintah Belanda. Di Belu organisasi tersebut bernama Kumpulan Penyandang Disabilitas Rai Belu (Kumpesa Rai Belu), dan di Malaka Persatuan Penyandang Disabilitas Malaka (Persama). Samuel Ngongo ditunjuk sebagai pemimpin Kumpesa Rai Belu, sementara Sindha Atok memimpin Persama di Malaka. Di Lombok yang juga merupakan area proyek, organisasi disabilitas Lombok Independent Disability Indonesia (LIDI), dipimpin oleh Wisnu Pradipta diundang untuk bermitra.
Pembelajaran selama kemitraan
Selama menjalani kemitraan dengan ketiga DPO selama 2 tahun, alih-alih mengadvokasi perlakuan khusus dan persyaratan yang berbeda, DPO menuntut inklusivitas, perlakuan dan kesempatan serta representasi yang sama. Artinya, penyandang disabilitas memahami diri mereka sendiri dengan cukup baik untuk memperjuangkan hak mereka sendiri, dan cukup mampu untuk menyuarakan hak-hak mereka. Untuk mencapai sanitasi bagi semua, setiap orang harus dapat menggunakan toilet termasuk orang dengan disabilitas. Tema utama keterlibatan DPO adalah mengampanyekan layanan sanitasi 4K (keselamatan, kenyamanan, kegunaan dan kemandirian), baik dalam mengakses toilet maupun di dalam toilet.
Setelah pembentukan DPO, para anggota DPO menjadi salah satu komponen utama kegiatan pemicuan dan pemantauan. Mereka sengaja mengunjungi rumah tangga penyandang disabilitas, melakukan kegiatan pemicuan dan memantau komitmen secara teratur. Saat mereka memantau setiap rumah tangga dan sekolah, mereka terus menyebarkan pesan tentang inklusivitas dan aksesibilitas. Di tatanan sekolah, DPO mengadvokasi toilet yang aksesibel dan menjadi penguji aksesibilitas. Artinya, jalur menuju toilet bersih dari halangan apa pun, pintu cukup besar agar sesuai dengan kursi roda, pegangan tangan dan blok pemandu tersedia, sudut kemiringan jalan enam derajat, dan menggunakan toilet duduk alih-alih toilet jongkok.
Keterlibatan DPO juga memiliki dampak yang krusial. Serafina dari Persani NTT telah menjadi konsultan dalam mengembangkan modul atau pedoman dalam membangun toilet ramah disabilitas di fasilitas umum. Untuk mengintegrasi air bersih, sanitasi dan kebersihan (WASH) dengan adaptasi perubahan iklim dan tangguh bencana, LIDI mengambil inisiatif untuk merancang toilet tahan gempa dan adaptif iklim, termasuk pemetaan risiko dan bahaya, penilaian kebutuhan bagi penyandang disabilitas, dan desain toilet yang sesuai.
Melihat meningkatnya permintaan terhadap toilet, DPO terus mengembangkan toilet yang terjangkau dan dapat diakses, yang dirancang dan diuji oleh penyandang disabilitas itu sendiri. Melalui serangkaian pelatihan produksi dan pemasaran, pengusaha sanitasi telah melatih tukang untuk menghasilkan toilet yang terjangkau. Ini membawa manfaat bagi mereka secara pribadi sebagai sumber pendapatan tambahan dan untuk menjangkau orang dengan disabilitas yang tidak mampu membeli toilet layak.
Di daerah perkotaan di Lombok, LIDI menginisiasi Pade Angen, sebuah kelompok wirausahawan sanitasi yang beranggotakan penyandang disabilitas. Bekerja bersama sebagai kelompok penyandang disabilitas, Pade Angen mendukung Kabupaten Lombok Tengah untuk memiliki jamban yang inklusif. Atas inovasinya dalam wirausaha sanitasi, pada tahun 2022, Pade Angen menerima penghargaan bergengsi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) dari pemerintah nasional Indoensia.
Apresiasi Pemerintah kepada DPO
Di tingkat pemerintah, peraturan telah dikeluarkan untuk mengarusutamakan kesetaraan gender dan inklusi sosial dalam setiap rencana pengembangan air, sanitasi, dan kebersihan. Hingga akhir tahun 2022, berbagai kebijakan pemeritah kota/kabupaten yang mendukung kesetaraan gender dan inklusi sosial telah diarusutamakan di dalam kebijakan. Kebijakan ini didokumentasikan dalam berbagai dokumen kebijakan seperti Strategi Sanitasi Kota Mataram, Roadmap STBM GESI Kabupaten Belu dan Perbup STBM GESI Kabupaten Malaka.
Selain itu, Kabupaten Belu, Kota Mataram, dan Kabupaten Lombok Tengah telah mencapai 100% stop buang air besar sembarangan. Hal ini berkat kerja keras dan keterlibatan aktif semua pihak termasuk DPO. Kumpesa Rai Belu mendapat pengakuan dari Bupati sebagai aktivis terkemuka untuk menyuarakan hak-hak orang dengan disabilitas. Di Kota Mataram dan Lombok Tengah, LIDI merupakan salah satu pelaku penting pencapaian Stop BABS kota tersebut. Serafina, Wisnu, Samuel, dan Sindha sebagai pemimpin mitra DPO telah membawa sekelompok komunitas orang dengan disabilitas terlihat oleh orang lain.
Saat mewujudkan semangat ‘Tidak Ada Tentang Kami Tanpa Kami’, kami mengingat kerja keras orang-orang ini berjuang melalui stigma, memperjuangkan hak asasi dasar mereka.
Penulis : Neky Nitbani/WINNER Project