Pandemik COVID-19 telah menjangkau seluruh provinsi di Indonesia, termasuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kondisi ini memaksa pemerintah mengambil keputusan untuk menutup semua sekolah yang ada di seluruh pelosok negeri, para siswa pun terpaksa belajar dari rumah. Beruntung bagi anak-anak yang tinggal di kota dan daerah yang bisa terjangkau jaringan internet sehingga mereka masih bisa untuk belajar secara online.
Tantangan yang berbeda dialami oleh anak-anak yang tinggal jauh dari hiruk pikuk perkotaan atau keterbatasan teknologi untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Dengan materi dan fasilitas seadanya, pelajar di Indonesia Timur hanya bisa belajar sendirian di rumah selama berminggu-minggu. Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) mendengar kekuatiran teman-teman ini saat distribusi bantuan di tujuh kecamatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Sebagian besar anak-anak yang ditemui di wilayah ini belum bisa menikmati belajar secara online, bahkan telepon genggam pun mereka tidak punya.
Yusti (15 tahun) misalnya, tinggal di salah satu desa yang jaraknya kurang lebih 25 Km dari ibu kota kabupaten. Lokasinya tidak begitu jauh dari ibu kota kabupaten, namun belum terjangkau dengan jaringan telpon apalagi internet. Sejak pertama mereka mendapatkan pengumuman harus belajar dari rumah sejak akhir bulan maret yang lalu, ia bercerita kalau bapak ibu guru di sekolahnya memberikan materi untuk dikerjakan sebanyak 12 mata pelajaran untuk anak kelas X dan akan dikumpulkan ketika masuk kembali. Tidak ada ruang diskusi seperti di dalam kelas, teman jika ada pertanyaan atau soal yang kurang dipahami olehnya dan teman-teman. Ketidakpastian terus menghantui mereka hingga kini. Dengan sedih ia mengatakan sudah mulai bosan di rumah dan juga belum tahu kapan bisa kembali bersekolah, sementara materi yang diberikan sudah tuntas semuanya.
“Awalnya kami diberikan materi untuk dikerjakan di rumah masing-masing dan akan dikumpulkan ketika masuk sekolah nantinya,” kata Yusti. “Hingga saat ini belum tahu kapan bisa kembali ke sekolah, sementara sudah hampir satu bulan saya belajar sendiri di rumah dan semua materi yang diberikan sudah saya kerjakan semuanya.”
Keterbatasan pendidikan dari orangtua yang hanya tamat sekolah dasar membuat ia susah untuk mendapat bantuan atau sekedar berdiskusi terkait pelajaran di sekolahnya. “Orangtua saya hanya tamat sekolah dasar sehingga di rumah saya belajar sendiri memakai catatan-catatan yang diperoleh saat jam pelajaran sebelumnya.”
Yusti sempat mendengar, bahwa Pemerintah Kabupaten TTS bergerak cepat menyiarkan program pendidikan melalui radio. “Sekolah radio” ini terwujud berkat advokasi yang dilakukan oleh Plan Indonesia terhadap Bupati TTS dan ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayan TTS melalui Radio Siaran Pemerintah Daerah. Meski demikian, belum semua rumah memiliki perangkat radio atau pengeras suara untuk memenuhi hak belajar setiap anak. Yusti berharap sekolah radio bisa sampai ke semua dusun di TTS dalam waktu dekat. Meskipun kondisi tidak ideal, Yusti tetap berusaha patuh, tinggal di rumah saja, dan menjaga kesehatan dengan rajin mencuci tangan. Ia sangat senang menerima paket kebersihan diri yang dibagikan oleh Plan Indonesia, tidak hanya perlengkapan seperti sabun batangan, sabun mandi, odol namun yang paling menarik adalah permainan ular tangga. “Senang sekali mendapat paket ini, setidaknya ular tangga ini bisa menjadi alat untuk saya dan adik bermain bersama di rumah,” lanjut Yusti. Ia juga menyampaikan kalau di desanya terdapat penjagaan ketat dari aparat keamanan, sehingga tidak ada masyarakat yang duduk dan berkumpul lebih dari sepuluh orang.
Oleh: Agus Haru & Shintya Kurniawan
The challenge of learning from home without an internet connection
The COVID-19 pandemic has now reached all provinces in Indonesia, forcing the government to make the decision to close schools across the country, so all students are now learning from home. For those children living in cities, access to the internet is a vital lifeline allowing them to continue their studies, but children living in rural community’s risk being left behind.
Living live far from the hustle and bustle of the city, children from remote communities have less access to technology to support their home school activities. With limited materials and facilities, students in Eastern Indonesia are falling behind. Most children in this area don’t have access to the internet so are unable to participate in online learning.
15-year-old Yusti can testify to this. She lives in a village in East Nusa Tenggara about 25 km from the district capital. Although her home is not so far from the capital, Yusti is unable to access a stable telephone and internet connection.
“Since we first heard the announcement that we had to study at home at the end of March, all students were assigned homework on a variety of subjects which would be collected when we returned to school. There is no discussion like we used to have in the classroom, and I am getting bored at home and don’t know when I can go back to school. I have been studying for almost a month at home and all the homework I was given has been done.” Yusti says.
Most parents in Yusti’s villages dropped out of school early so don’t have the knowledge to support their children’s education and help them study at home. “My parents only graduated from elementary school, so at home I teach myself using old notes I took from previous lessons.”
Yusti has had heard that the Regency Government is broadcasting educational programmes over the radio. This was made possible following advocacy interventions by Plan International. However, not all homes have radios so Yusti hopes that children like her will soon receive radios to allow them to continue their studies.
For now, Yusti is making sure she follows all the government’s protocols – to stay at home and wash her hands regularly. She recently received a personal hygiene kit from Plan International, which contained soap and toothpaste, but the most interesting thing in the kit was a game of snakes and ladders which teaches children about hygiene while they play.
“I was very happy to get this package, the snakes and ladders board game is something new for me and my sister to play together at home,” Yusti says.