Melalui surat ini, kami, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bersama sejumlah kaum muda yang mewakili organisasi dan komunitas kaum muda dari seluruh Indonesia, tergabung dalam Jaringan Anak dan Kaum Muda Melawan Perkawinan Anak (JAKMMPA). JAKMMPA merupakan inisiatif dari dan untuk kaum muda untuk memberantas perkawinan anak. Kami berkumpul untuk menyuarakan keresahan dengan tayangan PT Indosiar Karya Media Tbk (Indosiar) yang berjudul “Mega Series: Suara Hati Istri “Zahra”yang melibatkan aktris anak berusia 15 tahun bermain peran sebagai istri ketiga yang dinikahi paksa oleh seorang laki-laki (yang dalam cerita) berusia 39 tahun. Selain pelibatan anak, jalan cerita, adegan dan dialog dalam tayangan ini mengandung romantisasi dan glorifkasi perkawinan anak, grooming, pedofilia, serta kekerasan terhadap anak dan kekerasan berbasis gender.
Oleh karena itu, Kami meminta Indosiar untuk mengubah jalan cerita atau menghentikan tayangan “Mega Series: Suara Hati Istri “Zahra” karena tayangan tersebut merugikan dan berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan pola pikir anak dan kaum muda Indonesia. Terlebih selama masa pandemik COVID-19, televisi merupakan salah satu media anak dan kaum muda untuk mengakses hiburan serta menyerap berbagai nilai dan informasi.
Kami mengetahui bahwa banyaknya kecaman dari warga net (netizen) di media sosial dan organisasi masyarakat sipil lainnya telah membuat Indosiar mengambil langkah dengan mengganti pemeran Zahra yang diperankan oleh seorang aktris berusia anak (15 tahun). Aktris tersebut memainkan karakter berusia 17 tahun yang diceritakan sebagai istri ketiga dari karakter Tirta (39 tahun). Namun solusi ini tidak menuntaskan masalah utama yaitu jalan cerita yang mempromosikan perkawinan anak dan kekerasan berbasis gender. Karenanya, kami menyayangkan tidak adanya perubahan jalan cerita, di mana karakter anak perempuan berusia 17 tahun tergambarkan sebagai istri ketiga dari seorang laki-laki dewasa.
Jalan cerita tayangan tersebut jelas melanggar peraturan yang berlaku yakni UU Perkawinan No. 16/2019 atas perubahan UU No. 1/1974 tentang usia minimum menikah untuk perempuan adalah 19 tahun. Kedua, usia dibawah 18 tahun adalah usia anak yang dilindungi dari segala bentuk kekerasan oleh UU No. 35/2014, termasuk perkawinan anak. Selain itu, fakta bahwa adanya pemain berusia anak (15 tahun) juga diatur dalam pasal 72 UU No. 13/ 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa. Dalam kasus ini, aktris pemeran Zahra melakukan adu peran dengan pemain dewasa baik melalui verbal (dialog) dan adegan sensual.
Sehingga, tayangan ini tidak sejalan dengan semangat perlindungan anak dan penghapusan perkawinan anak yang diperjuangkan melalui undang-undang ini.
Kami tidak akan berhenti bersuara jika alur cerita yang ditayangkan masih mengarah ke promosi praktik perkawinan anak!
Tahukah Bapak/ Ibu saat ini Indonesia merupakan negara dengan angka perkawinan absolut tertinggi di ASEAN? Sebanyak 1 dari 9 (BPS, 2020) anak perempuan terancam dikawinkan dan kehilangan masa depan mereka!
Tahukah Bapak/Ibu saat ini sebanyak 64.211 anak pada tahun 2020 terancam kehilangan kesempatan mereka untuk menyelesaikan pendidikan karena perkawinan anak, dan sebagai konsekuensinya mereka terancam terjebak kemiskinan di masa depan?
Tahukah Bapak/Ibu bahaya seorang anak perempuan yang mengalami kehamilan tidak dikehendaki? Anak tersebut memiliki risiko mengalami kematian saat melahirkan lebih tinggi daripada perempuan dewasa. Bayi yang lahir dari ibu berusia di bawah 20 tahun memiliki kemungkinan kematian dalam 28 hari pertama, hampir dua kali lebih berisiko dibandingkan bayi yang lahir dari ibu berusia 20-29 tahun.[1] Bayi yang lahir ini pun dihadapkan pada risiko stunting, malnutrisi dan risiko kesehatan lainnya.
Sadarkah bahwa Bapak/ Ibu melalui tayangan ini, anda telah mempromosikan kehamilan pada anak seperti yang terjadi pada karakter Zahra yang berisiko pada kesehatan dan keselamatannya? Tayangan ini juga telah mereduksi nilai dan mengecilkan peran perempuan yang hanya dinilai pada fungsi reproduksinya untuk hamil dan melahirkan anak.
Tahukan Bapak/ Ibu, anak yang menikah memiliki risiko lebih tinggi dalam mengalami kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan domestik dan seksual? Sadarkah bahwa Bapak/ Ibu, bahwa tayangan tersebut telah meromantisasi grooming (manipulasi terhadap anak agar mau melakukan hubungan seksual dengan orang dewasa)dan pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape)?
Promosi terhadap perilaku grooming dan pemerkosaan telah Indosiar lakukan melalui kanal YouTube, contohnya: “Viral Malam Pertama Zahra dan Pak Tirta Adegan Ranjang Suara Hati Istri[2]. Tidak hanya itu, episode lainnya juga mempromosikan pemerkosaan anak juga tidak luput dari dialog dan adegan bernuansa sensual yang melibatkan aktris anak berusia 15 tahun ini.
Oleh karena itu, kami dengan keras menuntut Bapak/ Ibu untuk memikirkan masa depan generasi muda dan tidak mengorbankan kehidupan kaum muda hanya untuk “hiburan” semata, melalui:
- Menghentikan tayangan suara hati Zahra atau mengubah alur cerita cerita tanpa unsur perkawinan anak, menunjukkan dukungan terhadap pemenuhan hak anak dengan Zahra bisa kembali bersekolah dan menggapai cita-citanya. Serta, orang dewasa yang terlibat dalam perkawinan anak tersebut bertanggung jawab karena telah melanggar hukum.
- Indosiar dan Jajaran Tim Produksi Suara Hati Zahra sebaiknya membuat protokol perlindungan anak dalam pekerjaan produksi film ini, memastikan adanya lingkungan yang aman untuk seluruh pemain terutama yang berusia anak dan kaum muda.
- Melakukan edukasi terkait isu perlindungan anak serta kekerasan berbasis gender dan membentuk standar protokol perlindungan anak terhadap jajaran tim produksi beserta kru yang bekerja.
- Menayangkan konten-konten yang bersifat edukatif atau konten hiburan yang tidak mempromosikan kekerasan terhadap anak dan kekerasan berbasis gender, terutama perkawinan anak. Terlebih saat pandemik, penting sekali untuk menayangkan konten yang edukatif, dikarenakan banyak anak yang butuh hiburan sekaligus belajar melalui media alternatif (TV/ Radio)
Kami harap Bapak/ Ibu mendengarkan suara kami dan menjadikan kesempatan ini untuk membangun Indosiar sebagai salah satu stasiun televisi nasional yang dapat menjadi andalan anak dan kaum muda saat ini, baik untuk mencari hiburan maupun mendapatkan konten edukatif.
Kami memahami bahwa ada segmen market yang menikmati tayangan ini. Tapi kami juga paham bahwa Bapak dan Ibu sekalian pasti merasa resah dengan standar tayangan yang membahayakan perkembangan pola pikir anak dan kaum muda ini. Selain itu, juga berpotensi menjadi pembenaran bagi orang dewasa untuk melakukan praktik perkawinan anak dan kekerasan berbasis gender seperti dalam cerita.
Sesungguhnya kehadiran kami, maupun warganet melalui berbagai cuitannya, menyampaikan keresahan ini dengan penuh berani dan yakin merupakan sebuah bentuk kemajuan pola pikir dan kesadaran yang lebih baik, dan kami menuntut pemerintah dan penyedia layanan agar kami selaku anak dan kaum muda bisa menikmati tayangan yang edukatif dan bermanfaat untuk tumbuh kemabang kami, dan ini merupakan bentuk peduli kami terhadap kemajuan tumbuh kembang anak dan kaum muda Indonesia. Kami, kaum muda, peduli dan kami yakin bapak-ibu dapat melakukan yang lebih baik lagi – lebih dari kebutuhan rating. Yuk, bisa yuk!
Demikian surat ini kami sampaikan berdasarkan atas suara kolektif anak dan kaum muda yang tersebar di seluruh Indonesia.
Narahubung:
Nazla Mariza (Nazla.Mariza@plan-international.org)
Aditya Septiansyah (081517171630) Maya Musa (082124856664)
[1] UNICEF Indonesia, Maternal and Newborn Health Disparities, 2017: https://data.unicef.org/wp-content/uploads/country_profiles/Indonesia/country%20profile_IDN.pdf
[2] “Viral Malam Pertama Zahra dan Pak Tirta Adegan Ranjang Suara Hati Istri”diakses melalui https://www.youtube.com/watch?v=cHSZAVFkjGk