Mataram, 30 Desember 2022 – Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) dengan Pemerintah dan Forum Anak Lombok Barat mengadakan senam akhir tahun dan bincang asik untuk menyuarakan hapus kekerasan dan cegah perkawinan anak di Pendopo Gubernur NTB (30/12/2022). Kegiatan ini dipimpin oleh pemerintah di tingkat kecamatan serta didukung oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di tingkat desa melakukan Kampanye Anti Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan (KAKAP) termasuk perkawinan usia anak dan kehamilan remaja di Kabupaten Lombok Barat.
Telah hadir dalam kegiatan Bincang Asik Bersama “Masa Depan Cerah, Tanpa Perkawinan Anak” Gubernur NTB Zulkieflimansyah dan Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Hj. Niken Saptarini Widyawati menyampaikan komitmen pemerintah NTB yang besar untuk pencegahan perkawinan anak melalui penandatanganan.
“Di NTB masih ada PR terkait kekerasan pada perempuan dan pernikahan anak. Kita meminta dukungan para orang tua karena tidak mungkin pemerintah bekerja sendirian harus dengan dukungan masyarakat,” kata Bunda Niken.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), Dra. T. Wismaningsih Drajadiah, menjelaskan tujuan dari kegiatan ini untuk menciptakan kolaborasi lebih terintegrasi antar OPD dan instansi masyarakat dalam kampanye hapus kekerasan dan perkawinan anak. Praktik baik yang telah dan sedang dilakukan oleh Plan Indonesia akan menjadi refleksi bagi pemerintah dalam pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Lombok Barat.
“Kita bisa bergerak bersama-sama, ayo kita cegah perkawinan anak dari rumah tangga kita. Kita sama-sama cegah perkawinan anak mulai dari keluarga dan masyarakat kita,” ujar Wisma.
Partisipasi Aktif Anak dan Kaum Muda
Angka kekerasan terhadap anak terus meningkat setiap tahunnya dari data yang disampaikan oleh DP3AP2KB Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada tahun 2019, tercatat sebanyak 370 kasus perkawinan anak meningkat pesat diperparah oleh situasi pandemi hingga pada tahun 2021 terdapat 1.132 kasus.
Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Lombok Barat Dr. Mutmainnah, M.PMat mengungkapkan urgensi dalam penanganan tingginya kasus perkawinan anak harus dimulai dari kebijakan yang lebih tegas yang disusun dengan melibatkan aspirasi anak dan kaum muda secara langsung.
“Kami sedang mengusahakan untuk sekolah ramah anak (SRA). Harapannya ke depan makin banyak PATBM (Panduan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) di desa yang diisi oleh kaum muda,” kata Mutmainnah.
Telah hadir Hendra, Indar, dan Yayak di dalam dialog bersama sebagai perwakilan peer educator atau pendidik sebaya dari Kecamatan Lembar dan Kecamatan Kuripan. Mereka menyampaikan aspirasinya untuk keterlibatan orang tua dalam skala rumah tangga dan juga kebijakan Sekolah Ramah Anak (SRA).
“Orang tua perlu ikut andil untuk pencegahan, yang sering saya lihat di desa mengijinkan perkawinan anak tanpa memberi tahu risikonya. Saya juga mendapatkan manfaat dari sharing bersama Master Trainer Gema Cita” ucap Hendra.
Mengedepankan Anak dan Kaum Muda
Pencegahan perkawinan anak menjadi salah satu isu prioritas bagi Plan Indonesia. Hal itu karena isu ini memiliki dampak sangat besar bagi kehidupan dan masa depan anak dan kaum muda, khususnya perempuan. Manajer Program Generasi Bangsa Bebas Perkawinan Usia Anak (Gema Cita), Marzalena Zaini, menjelaskan partisipasi aktif anak dan kaum muda menjadi agen perubahan dapat memberikan dampak yang berkelanjutan ke depannya.
“Partisipasi bermakna remaja dan kaum muda sangat penting untuk dibangun melalui kegiatan-kegiatan positif seperti menjadi aktor dalam edukasi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), aktor aktif dalam pencegahan dan penghapusan kekerasan terhadap anak, remaja dan kaum muda termasuk perkawinan anak dan kehamilan remaja, di sekolah maupun di desa,” tandas Lena.
Plan Indonesia melalui Gema Cita berkolaborasi dengan pemerintah dan organisasi masyarakat di Jawa Barat dan NTB, terutama di Kabupaten Sukabumi dan Lombok Barat, menjalankan upaya keberlanjutan memperkuat advokasi pencegahan perkawinan anak di provinsi Jawa Barat dan NTB. Gema Cita dirancang untuk melanjutkan praktik baik dari program Yes I Do di Kabupaten Sukabumi dan Lombok Barat (2017-2020), terutama dalam perlindungan anak berbasis masyarakat. Diharapkan, upaya ini dapat mendorong pencegahan, pengurangan dan penghapusan perkawinan anak dan kehamilan remaja secara lebih terstruktur, holistik, dan integratif.
Berdasarkan survei baseline Gema Cita tahun 2022, Plan Indonesia mengidentifikasi sebagian besar remaja (>60%) mengatakan bahwa mereka tidak percaya diri bertanya kepada orang tua tentang menstruasi/mimpi basah. Orang tua perlu memahami perkembangan kesehatan reproduksi remaja, dan membiasakan diskusi antar generasi secara terbuka sehingga anak bisa mendapatkan informasi yang baik dan benar.
Lena berharap kampanye ini dapat menjadi semangat bersama agar suara, aspirasi dan pendapat anak dan kaum muda dapat didengar dan dipertimbangkan menjadi keputusan, bukan malah menjadi korban kekerasan termasuk perkawinan anak dan kehamilan remaja. Sehingga akan terbangun komunikasi yang positif antara orang tua dan remaja dalam mendiskusikan kesehatan reproduksi.
Selain itu, diharapkan adanya sinergi yang lebih terintegrasi antar instansi untuk mewujudkan alokasi penganggaran dalam skala desa dan kabupaten untuk kampanye ini ke depannya.
“Kami tidak bisa kerja sendiri tentunya, dalam memberikan dampak yang lebih luas dan berkelanjutan, dukungan anggaran menjadi langkah pertama untuk melindungi masa depan anak dan kaum muda,” pungkas Lena.
(***)
Catatan untuk Editor:
Tentang Program Gema Cita
Melanjutkan keberhasilan yang telah dicapai Program Yes I Do (YID), Program Gema Cita akan bekerja sama dengan pemerintah desa bergerak bersama remaja dan kaum muda membentuk dan menjalankan Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) – sekarang disebut PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) di 4 desa dan bersama sekolah membentuk dan mewujudkan Sekolah Ramah Anak (SRA) di 10 sekolah dari 2 kabupaten – Lombok Barat dan Sukabumi. Kerjasama dengan pemerintah kabupaten, provinsi dan nasional akan dilakukan untuk meninjau kembali kebijakan-kebijakan yang telah disepakati dan disetujui dengan melakukan policy brief (merangkum kebijakan) sebagai upaya mendorong pelaksanaan dari kebijakan/peraturan yang sudah ada terkait pencegahan, pengurangan dan penghapusan perkawinan anak dan kehamilan remaja.
Tentang Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia)
Plan International telah bekerja di Indonesia sejak 1969 dan resmi menjadi Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) pada 2017. Kami bekerja untuk memperjuangkan pemenuhan hak anak dan kesetaraan bagi anak perempuan. Kami juga bekerja bersama kaum muda, untuk memastikan partisipasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan terkait hidup mereka.
Sebagai bagian dari Plan International Inc., Plan Indonesia memiliki program utama terkait sponsor bagi anak. Plan Indonesia telah membina 36 ribu anak perempuan dan laki-laki di Nusa Tenggara Timur, dengan lima komitmen untuk
memenuhi hak dasar mereka, yaitu hak atas akta kelahiran, vaksin dasar, air bersih, sanitasi, dan kebersihan, juga pendidikan.
Plan Indonesia bekerja pada 8 provinsi melalui tujuh program tematik, yaitu Pencegahan Gagal Tumbuh Anak, Penghapusan Kekerasan terhadap Anak dan Kaum Muda, Kesehatan Remaja, Ketenagakerjaan dan Kewirausahaan Kaum Muda, Sekolah Tangguh, Kesiapsiagaan Bencana dan Respons Kemanusiaan yang Responsif Gender, juga Resiliensi Iklim yang Dipimipin oleh Kaum Muda. Program-program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kepemimpinan, agensi, dan gerakan sosial yang melibatkan dan menargetkan agar 3 juta anak perempuan mendapatkan kekuatan yang setara, kebebasan yang setara, dan representasi yang setara. Informasi lebih lanjut: plan-international.or.id
Kontak Media
Annisa Hanifa, Programme Communications Specialist Email: annisa.hanifa@plan-international.org; WA: 081807805393