Desa Fulur merupakan salah satu desa di Kabupaten Belu, Kota Atambua yang sudah deklarasi 5 pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) pada 2019. Artinya, desa ini sudah 100% terbebas dari perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Bangkitnya desa Fulur menjadi desa yang bersih dan sehat merupakan hasil kerja keras seluruh elemen masyarakat dan perangkat desa dari tragedi yang terjadi pada September 2018.
Meninggalnya dua anak balita akibat diare pada satu setengah tahun lalu adalah hantu masa lalu yang masih membayangi desa Fulur, namun sekaligus mendorong masyarakat desa untuk berkomitmen menjaga kebersihan dan kesehatan individu dan komunitas.
Tingginya angka penderita diare di desa Fulur beberapa tahun silam merupakan dampak dari jumlah jamban yang minim dan tidak menyeluruh ke semua keluarga yang kemudian menyebabkan tingginya angka BABS. Beberapa faktor lain yang berpengaruh kepada kualitas kesehatan yang rendah, di antaranya: Minimnya kesadaran masyarakat untuk cuci tangan setelah beraktivitas di kebun – sebagian besar warga desa berprofesi sebagai petani, rendahnya pemahaman akan kebersihan air yang dikonsumsi, dan kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.
Berkat komitmen desa dan partisipasi aktif masyarakat desa serta bantuan tenaga dari Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia), pada Desember 2019 desa Fulur akhirnya melakukan deklarasi 5 pilar STBM. Kini masyarakat tidak lagi buang air besar dan buang sampah sembarangan. Warga desa juga mulai memasak air yang diminum dan mengelola limbah rumah tangga untuk mengairi tanaman di sekitar rumah. Yang terpenting, kini mereka paham akan perlunya menjalankan hidup yang lebih bersih dan sehat.
Perempuan memainkan peran yang sangat penting dalam menjadikan desa Fulur desa yang bebas BABS. Bidan, petugas puskesmas, para kader sanitarian, dan ama-ama (sebutan untuk para perempuan dewasa) merupakan kunci perubahan pola pikir dan perbaikan sarana sanitasi di desa Fulur.
Theresia Oktaviana Laku merupakan bidan yang aktif mempromosikan gaya hidup sehat sejak 2017. Ia berhadapan dengan masyarakat yang sudah lekat dengan kebiasaan lama. Perlu waktu dan tekad yang bulat bagi perempuan yang kerap disapa Elsi ini untuk mempromosikan kebiasaan-kebiasaan baru seperti cuci tangan pakai sabun.
Selain Elsi, ada pula kader-kader sanitarian seperti Mama Nata dan Emi yang bertugas untuk memberikan penyuluhan dan pengetahuan tentang pentingnya mengubah pola hidup menjadi lebih bersih dan sehat. Elsi, Mama Nata, dan Emi merupakan beberapa perempuan hebat yang turun tangan demi desa yang bebas penyakit. Hingga Februari 2020 tercatat tidak ada bayi yang menderita gizi buruk dan anak-anak serta orang dewasa bebas dari penyakit diare.
“Dulu orang-orang di desa kalau habis timba (mengambil) air, mereka langsung minum saja airnya tanpa dimasak. Mereka tidak tahu bahayanya” ungkap Mama Nata. “Namun kini, orang-orang sudah mau untuk memasak air minum” tambahnya.
Plan Indonesia turut mendorong terjadinya perubahan perilaku dan perbaikan kualitas kesehatan dan sanitasi melalui advokasi ke aparat desa dan pemerintah tingkat provinsi serta kampanye ke masyarakat desa, seperti: pemicuan, sosialisasi, pelatihan pembuatan toilet, dan pembuatan kader.
“Dulu warga belum punya kesadaran tentang kebersihan, hingga mengakibatkan jatuh korban akibat diare. Saat ini, setelah pemicuan 5 pilar STBM dari Plan Indonesia, warga punya jamban, sehingga tidak BAB di sembarang tempat. Warga kini bahkan buat tempat cuci tangan sendiri dari jirigen supaya mereka bisa cuci tangan dengan air mengalir” ujar Emi, kader sanitarian di desa Fulur.
Aparat desa beserta Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) juga berkomitmen menjadikan desa Fulur untuk mampu deklarasi 5 pilar STBM. TNI dan Polri dikerahkan untuk membantu pembangunan jamban di desa, terutama bagi keluarga lansia dan janda yang membutuhkan tenaga tambahan. Meskipun dana desa yang ada terbatas untuk pembuatan sarana sanitasi seperti jamban dan septic tank, namun warga dapat mengandalkan bantuan dari masyarakat.
Saat ini jumlah keluarga dengan jamban sudah hampir 100 persen, angka BABS sudah nol, dan gizi buruk sudah tidak terlihat. Para perempuan di desa yang rata-rata menjadi ibu rumah tangga juga kini punya bekal keterampilan untuk mengelola sampah plastik menjadi kerajinan tangan. Masyarakat pun juga lebih sadar untuk memulai segala aktivitas dengan raga yang bersih, seperti dengan memulai cuci tangan pakai sabun.
Penulis & Foto: Hanna Vanya/Plan Indonesia