
Mewujudkan ekonomi hijau yang inklusif bagi kaum muda, terutama perempuan, penting diperjuangkan semua orang. Terutamaa, karena 64,5 juta penduduk atau 1 dari 4 orang Indonesia adalah orang muda (16-30 tahun). Sementara, tingkat pengangguran terbuka kaum muda di Indonesia cukup tinggi, dengan skala sekitar 1 dari 5 dari kaum muda (18 persen) tidak memiliki pekerjaan, sedang mencari pekerjaan, atau tengah mempersiapkan bisnis (BPS, 2020).
Tingginya angka ini menunjukkan perlunya inovasi dan lapangan kerja yang bisa menampung kebutuhan kaum muda. Dalam kondisi tersebut, sektor ekonomi hijau yang mengedepankan inovasi, kelestarian alam, dan ekonomi yang berkelanjutan bisa menjadi salah satu jawaban – sekaligus menjaga keberlangsungan bumi dan manusia hingga jangka panjang.
Pada Selasa (26/10), Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bergabung dalam Asian Venture Philanthropy Network (AVPN) Southeast Asia Summit 2021 pada sesi “Young People in Green Economy (Kaum Muda dalam Ekonomi Hijau)”. Sesi ini dilangsungkan bersama Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia, Aparna Bhatnagar Saxena, CEO TORAJAMELO dan Klaus Oberbauer, Project Manager SecondMuse.
Dalam sesi tersebut, Dini mengedepankan pentingnya mewujudkan lapangan kerja hijau yang inklusif bagi kaum muda. “(Pelibatan kaum muda dalam ekonomi hijau) tidak harus dengan teknologi yang terlalu canggih. Namun, (usaha hijau) ini perlu diwujudkan secara kontekstual dan diolah dalam bentuk yang cocok untuk kaum muda,” ujar Dini.
Gagasan ini juga didorong oleh dua pembicara lainnya. Klaus menjelaskan bahwa penting untuk mendorong agar ekonomi hijau, termasuk sektor manajemen sampah, menjadi lebih menarik bagi kaum muda. Meski sering dianggap sebagai sektor yang kurang menarik, Klaus menyebut sektor manajemen sampah menjanjikan.
“Hal ini berlaku semua kalangan, terutama masyarakat dengan ekonomi rendah. Mereka tidak menjadi sangat kaya dengan menjalankan bisnis ini, tapi bisa mendapatkan pendapatan yang cukup. Beberapa dari pebisnis ini juga dapat berkembang dengan cukup baik (dan memperbesar bisnisnya),” ungkap Klaus.
Sementara, Aparna menjelaskan bahwa kaum muda, terutama perempuan, memiliki potensi yang cukup besar dalam salah satu lini bisnis hijau, yaitu sustainable fashion. Sebab, menurutnya, tidak ada bagian dari rantai suplai fashion yang tidak melibatkan perempuan.
“Hanya saja, seringkali, perempuan tidak mendapatkan kesempatan menjadi pembuat keputusan,” ujar Aparna.Ia menambahkan, “Kaum muda, terutama perempuan, memiliki peran yang besar dalam industri ini. Tapi, kita harus membuat sektor ini terlihat menarik bagi mereka.”
Dari pembahasan ini, jelas bahwa penerapan ekonomi hijau memiliki potensi yang besar bagi perekenomian, termasuk untuk memajukan tingkat ekonomi kaum muda. Hal ini juga didukung oleh hasil riset di lapangan. Berdasarkan riset SMERU (2020), sebanyak 81 persen kaum muda Indonesia memiliki minat sebagai pengusaha muda. Namun, hanya 8 persen dari mereka yang pada akhirnya menjadi pengusaha. Artinya, perlu ada dorongan bagi kaum muda Indonesia untuk berkontribusi bagi terwujudnya ekonomi hijau, baik sebagai calon pengusaha atau bagian dari masyarakat konsumen.
Sebagai wujud komitmen untuk mendukung terwujudnya ekonomi hijau yang inklusif bagi kaum muda, Plan Indonesia telah melaksanakan berbagai program selama beberapa tahun terakhir. Melalui program Green Skill (2015-2022), Plan Indonesia memberikan pelatihan bagi kaum muda untuk membangun usaha hortikultura yang ramah lingkungan di Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Kemudian, melalui Mata Kail (Mari Kita Kreatif Agar Ikan Lestari) yang diselenggarakan pada 2018-2021, Plan Indonesia menyoroti upaya kaum muda membangun bisnis berkelanjutan dalam sektor pengolahan ikan yang mendorong pemanfaatan teknologi ramah lingkungan sederhana. Selanjutnya, Plan Indonesia akan terus mengimplementasikan upaya-upaya serupa, demi mendorong terwujudnya ekosistem ekonomi hijau yang inklusif bagi kaum muda. Juga, demi membantu mewujudkan target pembangunan jangka panjang nomor delapan, yaitu Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan, Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak untuk Semua.