Pengalaman-Pengalaman Itu Kian Meneguhkan Nona

Masih tergambar jelas di benak Herlina Boling, atau yang akrab dipanggil Kak Nona, tentang perjalanan pada suatu siang di pertengahan Juli 2022 lalu. Kala itu, dia bersama Emergency Response Team (ERT) Plan Indonesia, hendak menuju desa-desa terdampak bencana banjir dan longsor di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk menyerahkan bantuan.
Setelah dua jam perjalanan dengan mobil melintasi jalan berkelok dan penuh tanjakan dari Kota Soe, ibukota TTS, ERT Plan Indonesia akhirnya berhenti dan terpaksa berjalan kaki. Pasalnya, jalan menuju desa terdampak bencana rusak parah, licin, dan putus sehingga tidak mungkin dilalui kendaraan apapun.
Tim ERT, bahkan, harus berjalan kaki menyeberangi sungai banjir agar dapat menembus medan menuju desa dampingan. Sambil membawa beragam jenis bantuan, mereka menyusuri jalan yang penuh tanjakan terjal itu.
“Setelah dua jam berjalan kaki, dibantu masyarakat setempat, akhirnya kamu pun sampai di desa tujuan,” ungkap Kak Nona.

Medan yang sulit, lokasi yang jauh, dan infrastuktur pendukung yang terbatas, adalah hal yang biasa dihadapi oleh ERT Plan Indonesia. Sebagai anggota ERT, Kak Nona mengaku harus selalu siap ditugaskan lembaga untuk melakukan respons kemanusiaan ketika terjadi bencana di manapun dan dalam kondisi apapun.
Kak Nona sendiri mengemban tugas sebagai anggota ERT Plan Indonesia sejak tahun 2010. Sejak saat itu, dia terlibat dalam berbagai respons kemanusiaan. Mulai dari bencana angin puting beliung yang terjadi bulan Maret 2012 di Kabupaten Nagekeo, rapid need assessment (RNA) saat bencana gunung meletus pada November 2012 di Sinabung, RNA untuk bencana letusan Gunung Agung di Bali, hingga bencana gempa bumi di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, pada Agustus 2018. Di samping itu, Kak Nona bersama ERT lainnya juga melakukan respons Pandemik COVID-19 di Soe, dan melakukan RNA untuk bencana banjir di Palangka Raya, Kalimantan Tengah pada bulan November 2021 lalu.
Pengalaman paling menegangkan dia alami saat bertugas melakukan respons bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi di Palu, Sigi dan Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Saat itu, ia dan tim baru saja selesai melakukan distribusi bantuan di Kabupaten Donggala dan akan kembali ke basecamp. Ketika mereka akan kembali, mereka melewati pesisir pantai dan sedang hujan deras yang disertai angin kencang.

“Berbagai pengalaman itu membuat saya semakin termotivasi untuk menolong sesama yang terdampak bencana,” pungkas Kak Nona.