Udara di Sumbawa begitu panas di awal tahun, akibatnya kekeringan pun melanda beberapa wilayah di pulau tersebut. Kekeringan tersebut mengakibatkan ketidakmerataan sumber air. Situasi tersebut menghambat penerapan sanitasi universal di wilayah ini. Pilar-pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) pun masih belum sepenuhnya diterapkan. Tercatat, baru sebanyak tujuh sarana Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di Madrasah Ibtidaiah (MI) Lape.
Hingga akhirnya kabar baik pun tiba. Sejak tahun 2018, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) menjalankan Proyek Water for Women di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Manggarai. Proyek ini mendukung penerapan pilar-pilar STBM, termasuk di sekolah-sekolah. Salah satunya adalah MI Lape Sumbawa, yang kini sudah menerapkan CTPS, toilet akses ramah disabilitas, dan Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM) untuk para pelajar.
Tak hanya itu, empat pelajar MI Lape telah menjadi Pendidik Sebaya atau Peer Educator (PE) dalam mengedukasi sanitasi inklusif dan MKM. Dua di antaranya adalah Nadia (10 tahun) dan Ceni (11 tahun) yang menjadi PE di kelas 4 dan 5 di MI Lape. Tugas Nadia dan Ceni adalah untuk memberikan edukasi kepada para teman sebayanya yang sebelumnya masih merasa takut atau malu jika berbicara dengan orang dewasa.
Besarnya antusiasme teman-teman sebaya dirasakan oleh Nadia ketika dia membaca buku terkait MKM yang diberikan oleh Plan Indonesia. Teman-teman Nadia yang melihat langsung isi buku tersebut dan penasaran hingga ikut bertanya lebih jauh tentang STBM.
Hal yang sama juga dirasakan Ceni. Teman-teman sebayanya tertarik dan meminjam bukunya untuk mereka pelajari lebih lanjut.
Setelah selama setahun menjalani pelatihan dan rangkaian kegiatan terkait STBM dan MKM, para PE menjadi semakin percaya diri membagikan informasi yang akurat dan menarik bagi teman-teman sebayanya. Metode yang digunakan Nadia dan Ceni adalah bercerita dan menggunakan games, contohnya, permainan ular tangga, yang mereka pelajari saat mengikuti kegiatan Plan Indonesia yang kala itu mengedukasi pentingnya CTPS. Keduanya pun senantiasa menggunakan metode sedergana tersebut, yang menurut mereka justru merupakan metode terbak untuk mengedukasi teman-teman sebaya mereka.
Salah satu yang diajarkan dalam MKM adalah bagaimana perilaku laki-laki terhadap perempuan yang sedang menstruasi. Ceni selaku PE ikut mengedukasi teman-teman laki-lakinya bahwa saat teman perempuan sedang menstruasi tidak mengejek, berperilaku sopan, dan memberikan bantuan kepadanya.
Menjadi PE tentunya merupakan suatu kebanggaan bagi Nadia dan Ceni terlebih dengan dukungan yang begitu besar dari orangtua dan guru.
“Orangtua bangga ketika saya menjadi PE karena artinya saya memiliki lebih banyak pengalaman dari muda dan bisa berbagi ilmu kepada yang lainnya,” ujar Nadia.
Nadia dan Ceni berterima kasih telah diberikan kesempatan untuk menjadi PE sehingga dapat terus mengedukasi teman-teman lainnya dalam penerapan limas pilar STBM dan MKM. Kedua PE inipun terus bercita-cita agar walaupun sudah lulus, mereka dapat terus mengedukasi orang lain terkait STBM dan MKM.(**)