Menstruasi atau haid normal bagi perempuan. Menstruasi memberi tanda bahwa secara biologis perempuan siap mengandung. Biasanya, menstruasi mulai terjadi pada usia 12 tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi lebih awal, yaitu 8 tahun.
Sayangnya, pemahaman yang terbatas membuat menstruasi malah jadi bahan perundungan (bullying) di kalangan anak sekolah. Sebagai contoh, ketika darah menstruasi murid ‘tembus’ pada rok, anak-anak perempuan seringkali mengalami perundungan.
Hal ini mengakibatkan masalah psikis. Misal anak menjadi malu dan tidak mau ke sekolah, yang berujung pada kesempatan untuk belajar hingga bermain menjadi berkurang.
Pentingnya Pengetahuan Menstruasi
Salah satu penyebabnya adalah orang tua yang bingung untuk menjelaskan tentang menstruasi kepada anak-anak. Bahkan ada orang tua yang beranggapan bahwa mentruasi tidak perlu dijelaskan kepada anak laki-laki dengan alasan tidak pantas atau tabu.
Namun, anggapan seperti itu memberikan kerentanan bagi anak perempuan yang sudah mengalami menstruasi maupun yang belum.
Seharusnya, pengetahuan menstruasi pada anak tidak menjadi topik yang baru didiskusikan ketika anak telah mengalaminya. Sebaliknya, orang tua harus mampu membicarakan masalah ini sedini mungkin pada sang buah hati. Ibu dan ayah bisa mulai mengajaknya berdiskusi ketika usia mereka menginjak enam atau tujuh tahun. Tidak hanya anak perempuan, anak laki-laki pun harus memahami perubahan pada perempuan.
Yang paling penting di sini adalah sebagai orang tua perlu memahami bahwa tindakan perundungan merupakan bagian dari perlakuan yang menyebabkan tidak adanya kesetaraan gender antara perempuan laki-laki.
Wujudkan Kesetaraan Gender di Sekolah
Berkaitan dengan ketidaksetaraan gender dalam konteks perundungan terhadap anak perempuan yang mengalami masa menstruasi, Jeanes, 11 tahun, murid laki-laki salah satu sekolah dasar di Kabupaten Manggarai, mengatakan kesetaraan gender merupakan hal yang penting di lingkungan sekolah. Menurutnya, kesetaraan gender perlu karena salah satu bentuk perwujudan dalam upaya meningkatkan derajat kaum perempuan.
“Jika teman perempuan sedang mengalami masa menstruasi, laki-laki tidak seharusnya menertawakan, mengejek, bahkan menghina. Perbuatan baik seperti ini tentunya akan membuat anak perempuan tidak malu jika memasuki masa menstruasi karena masa ini merupakan suatu kejadian yang normal”, ujar Jeanes.
Sebagai pendidik sebaya atau peer educator Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia), Jeanes sangat mendukung keterlibatan laki-laki dalam mewujudkan kesetaraan gender di sekolah. Bukan hanya tidak melakukan tindakan bullying kepada anak perempuan yang sedang mengalami menstruasi, tetapi wujud nyata mendukung kesetaraan gender juga bisa terwujud dalam bentuk kegiatan lain.
Misalnya, dalam pelaksanaan tugas piket harian dalam kelas, tidak seharusnya tugas membersihkan kelas seperti menyapu, mengangkat sampah dan sebagainya, hanya untuk perempuan.
Contoh perubahan lainnya yaitu, pemilihan ketua kelas. Kalau sebelumnya, posisi ketua kelas harus laki-laki, namun saat ini ketua kelas juga bisa perempuan. Begitu juga saat apel upacara, perempuan juga bisa menjalankan peran-peran seperti itu.
Menurut Jeanes untuk menghentikan berlanjutnya ketidaksetaraan gender, inisiatif di dan melalui sekolah sangatlah penting. Sekolah memiliki potensi yang sangat besar untuk mempengaruhi perubahan dalam hubungan, cara pandang dan praktik gender, serta menciptakan generasi laki-laki dan perempuan yang peka gender dan setara gender. Akan tetapi untuk mewujudkan itu, sangat perlu peran dari orang tua, guru, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau pemerintah.
Pendidik Sebaya Plan Indonesia
Salah satunya, Plan Indonesia yang dalam kegiatannya selalu gencar mendukung kesetaraan gender di lingkungan sekolah telah banyak memberikan pengalaman hingga pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi anak sekolah.
Jeanes pun merasakannya. ”Sebagai peer educator, saya mengikuti berbagai kegiatan Plan Indonesia, terutama untuk kampanye manajemen kebersihan menstruasi di Kabupaten Manggarai telah membuka wawasan dan cara pandang anak laki-laki, bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama”, paparnya.
Jeanes berharap, upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender bisa dipraktikkan sejak dini, agar kelak saat dewasa nanti penghargaan terhadap derajat perempuan terus dilakukan terutama oleh laki-laki.