
Bubungin yang berarti tumpukan-tumpukan pasir putih menggambarkan keadaan Pulau Bungin di mana masyarakatnya tinggal di atas gundukan-gundukan pasir. Sebagai pulau yang dinobatkan sebagai pulau terpadat di dunia, Pulau Bungin memiliki cerita. Dengan luas kurang lebih 8,5 hektar pulau ini dihuni oleh 1.035 KK yang mayoritas adalah nelayan. Pulau Bungin memiliki kesulitan dalam akses air bersih. Selama kurang lebih 40 tahun, masyarakat desa Pulau Bungin harus berjuang dalam mendapatkan hak akan air bersih. Seringkali masyarakat harus merogoh kocek sangat dalam untuk bisa mendapatkan air bersih yang mana di daerah lain bisa dapatkan dengan mudah. Tentunya, sulitnya akses kepada air bersih dan fasilitas sanitasi ini berdampak sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat terutama pada anak-anak dan kelompok rentan.
Sebelum merdeka air, masyarakat Pulau Bungin memenuhi kebutuhan airnya dengan memanfaatkan sumur air tawar di pinggir laut yang berjarak 10 menit menggunakan perahu sampan atau membeli air dari wilayah lain. Kesulitan air ini begitu dirasakan oleh anak-anak terutama saat mereka ke sekolah di mana seringkali mereka tidak mandi karena terbatasnya air.
Selama kurang lebih 2 tahun, sejak tahun 2020 hingga akhir 2021, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) telah berjuang mengawal advokasi dalam pengadaan akses air bersih di Pulau Bungin, Gontar Baru, Usar Mapin dan Labuhan Mapin kepada PDAM dan Pemerintah Daerah. Gotong royong ini pun dilakukan dengan kontribusi masyarakat dalam pengadaan pipa yang menunjukkan betapa pentingnya merdeka air bersih bagi masyarakat Pulau Bungin dan desa lainnya.
Perjalanan ini dimulai saat Pak Camat Alas merekomendasikan pengadaan akses air yang akan dilakukan oleh Plan Indonesia. Pulau Bungin sebenarnya bukanlah wilayah intervensi Plan Indonesia, namun kegiatan advokasi tetap dilakukan demi masyarakat Pulau Bungin dapat merdeka akses air. Bersama dengan PDAM, Camat dan pemerintah Desa, Plan Indonesia memformulasikan anggaran yang dibutuhkan dalam pemenuhan akses air Pulau Bungin. Dengan tingginya anggaran yang dibutuhkan untuk seluruh warga Bungin yang begitu padat, melalui pertemuan yang difasilitasi dan dikawal oleh Plan Indonesia, Bagian Umum Setdakab. Sumbawa merekomendasikan peminjaman yang dapat diajukan PDAM kepada Bank NTB. Setelah melalui proses yang begitu panjang selama berbulan-bulan, pengajuan pinjaman disetujui oleh Pemda dan pihak Bank.
Setelah dilakukan survei di lapangan bersama Camat, Kepala Desa, PDAM dan Plan Indonesia, selanjutnya dibangun komitmen bersama untuk berbagi peran dan kontribusi untuk mengatasi masalah air bersih di Desa Pulau Bungin. Dari hasil kesepakatan, PDAM akan mendukung untuk pipa jaringan, Plan Indonesia akan mengadakan mesin berdasarkan rekomendasi PDAM serta beberapa pipa distribusi yang dibutuhkan di lapangan dan Desa Pulau Bungin akan memberikan dana untuk pengadaan pipa dan aksesoris mesin.
Satu hal yang begitu menarik, bagaimana seluruh warga Bungin ikut berkontribusi dalam pengadaan akses air ini. Warga Pulau Bungin berhasil mengumpulkan dana sejumlah Rp 20.000.000,- secara swadaya untuk pengadaan pipa-pipa air yang akan disambungkan ke rumah para warga sehingga mereka dapat menikmati langsung air dari sumber air yang ada di rumah masing-masing. Hal ini menunjukkan betapa dinantikannya akses air bagi para warga dalam menunjang kehidupan mereka.
Proses pengadaan pipa dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2020 diikuti dengan pemasangan mesin sedot air di reservoir kantor PDAM cabang Alas untuk selanjutnya dialirkan ke Pulau Bungin. Dengan aliran air ini, masyarakat Bungin tidak perlu lagi untuk membeli ataupun mengangkut air dari sumur menggunakan sampan.

Salah satu cerita yang dapat diambil adalah pengalaman Tari, 17 tahun, sebagai masyarakat Pulau Bungin yang putus sekolah harus berjualan minuman sebagai pemasukan keluarga. Sebelum merdeka air, tentunya Tari setiap hari harus membeli air untuk es batu yang dijualnya. Hal ini membuat pengeluaran yang semakin besar sehingga berdampak pada pemasukkan yang ikut berkurang. Namun, sekarang Tari dapat menghemat dimana sebelumnya ia harus mengeluarkan Rp225.000,- untuk kebutuhan air bersih per bulannya sekarang bisa digunakan untuk keperluan lainnya.
“Sekarang sudah enak punya air jadi bisa langsung dijadikan es batu tidak perlu lagi sulit untuk mencari air jauh jauh naik sampan. Dahulu mesti ambil air pakai jirigen lalu ditampung sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama,” ujar Tari.
Komitmen Jaelani S.H, selaku Kepala Desa setelah pengadaan akses air ini masih memiliki mimpi yang lebih besar. Beliau menargetkan bahwa akan menjadikan Desa Bungin sebagai Desa Percontohan Pesisir Terbersih dan membangun reservoir pada tahun 2023. Hal ini terus akan mendorong masyarakat Desa Bungin tak hanya berhenti di pengadaan sanitasi saja, namun dapat mencapai pilar-pilar STBM selanjutnya.
“Kami berterima kasih kepada Plan Indonesia yang telah mengawal pengadaan akses air ini hingga sekarang terwujud seluruh masyarakat Bungin mendapatkan akses air. Tidak hanya berhenti sampai di sini, kami juga berharap ini merupakan awal untuk Desa Bungin menjadi Desa Percontohan Pesisir Terbersih nantinya,” harap Jaelani.
Penulis: Annisa A. Hanifa