Bencana alam selalu menyisakan kepedihan dan kerugian material yang tidak kecil. Sebagai salah satu negara paling rawan mengalami bencana alam, kesiapsiagaan dan ketanggapan bencana guna meminimalisasi dampak pun menjadi sangat penting.
Dalam hal ini, kita patut berterima kasih kepada jiwa-jiwa kesukarelawanan yang senantiasa hadir, tanggap, dan sepenuh hati membantu para korban bencana. Di tengah kesibukan pribadi, mereka menyisakan waktu dan tenaga untuk membantu sesama. Dalam suasana peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-77, apresiasi layak diberikan kepada pahlawan-pahlawan tanggap bencana ini.
Masih belum lekang di benak Fitria (28), saat dia hadir menjadi salah seorang relawan tanggap darurat dalam bencana badai siklon tropis Seroja yang terjadi pada April 2021 di Lembata, Nusa Tenggara Timur. Kala itu, dia turut bergabung dengan Emergency Response Team (ERT) Plan Indonesia.
“Itu kenangan indah buat saya pribadi. Membantu anak-anak di pengungsian agar pulih dari dampak bencana dan tetap tangguh secara psikologis meski dalam keterbatasan di tempat pengungsian,” tutur Fitria yang juga berprofesi sebagai bidan ini.
Dalam respons darurat di Lembata itu, Fitria bersama ERT Plan Indonesia membantu sebanyak 1.178 anak dampingan terdampak, dengan 1.058 di antaranya terpaksa dievakuasi ke pusat pengungsian terdekat. Sebagai catatan, terdapat 10.000 lebih anak dampingan Plan Indonesia di Lembata sejak tahun 2006.
Fitria bercerita, kegiatan tanggap darurat dalam bencana di Lembata tersebut diawali dengan Setelah rapid need assessment atau kajian awal kebutuhan mendesak. Setelah itu, Tim melakukan respons awal dengan mendistribusikan berbagai bantuan, termasuk mengirimkan tim untuk melakukan kegiatan dukungan psikososial bagi anak-anak yang tersebar di sembilan titik pengungsian. Plan Indonesia bekerja sama dengan pemerintah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan relawan untuk menyelesaikan 240 sesi psikososial selama dua bulan.
Kala itu, ungkap Fitria, dia dan beberapa teman relawan melakukan pendampingan di beberapa posko dan hunian sementara. Mengajak bermain, konseling, belajar bersama, serta mengajarkan hidup sehat dan bagaimana menjaga kebersihan di tengah keterbatasan air bersih kepada anak-anak menjadi kegiatan utama di pendampingan tersebut.
Menjaga dan membangun ketangguhan anak-anak menghadapi dampak bencana adalah hal yang sangat penting. Sebagai generasi penerus bangsa, mereka harus pulih dan tumbuh lebih baik seusai bencana agar, dapat menjalani kehidupan sehari-hari dan menggapai masa depan yang gemilang.
Kegiatan-kegiatan pendampingan tersebut tak hanya dilakukan 1-2 hari, namun berminggu-minggu bersama tim di tengah segala keterbatasan yang ada di lokasi pengungsian. Mereka meninggalkan keluarga dan rutinitas untuk membantu anak-anak agar segera pulih dari bencana.
Situasi yang sama juga dialami Herlina Boling, atau yang akrab dipanggil Nona. Sebagai bagian dari ERT) Plan Indonesia, Nona telah belasan kali terlibat dalam tanggap darurat bencana di berbagai wilayah di Indonesia. Meninggalkan keluarga berhari-hari, menempuh medan yang sulit, lokasi yang jauh, infrastuktur pendukung yang terbatas, adalah hal-hal yang biasa dihadapinya. Sebagai anggota ERT, Kak Nona mengaku harus selalu siap ditugaskan lembaga untuk melakukan respons kemanusiaan ketika terjadi bencana di manapun dan dalam kondisi apapun. Pengalaman paling menegangkan dia alami saat bertugas melakukan respons bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi di Palu, Sigi dan Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Saat itu, ia dan tim baru saja selesai melakukan distribusi bantuan di Kabupaten Donggala dan akan kembali ke basecamp. Ketika mereka akan kembali, mereka melewati pesisir pantai dan sedang hujan deras yang disertai angin kencang.
“Berbagai pengalaman itu membuat saya semakin termotivasi untuk menolong sesama yang terdampak bencana,” ungkap Nona.
Sementara, bagi Fitria, kebahagiaan terbesar menjalankan tanggap darurat adalah saat melihat senyum dan keceriaan anak-anak yang berkumpul di pengungsian. Semangat mereka ikut serta belajar dan bermain bersama menjadi suntikan semangat bagi Fitria dan teman-temannya.
Dia juga mendapat tambahan pengetahuan, relasi baru, dan pengalaman tentang dari kegiatan tanggap darurat bersama Plan Indonesia ini.
“Saya berharap apa yang saya peroleh bersama tim ini dapat berguna untuk kegiatan-kegiatan tanggap darurat selanjutnya untuk membantu sesama, serta berkontribusi untuk penanganan bencana di Indonesia secara lebih baik,” tandas Fitria.
Ditulis Oleh: Agus Haru | Editor: Muhamad Burhanudin | Foto: Plan Indonesia/Agus Haru