Jakarta, 21 April 2022 – Hari Kartini 2022 menjadi momentum yang tepat untuk mengulas kembali sejauh apa negara meletakkan posisi anak perempuan dalam konteks pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia. Indonesia telah memiliki UU Perlindungan anak dan berkomitmen untuk memastikan kesetaraan gender dalam berbagai lini pembangunan. Namun dalam implementasinya di lapangan, masih banyak catatan terkait pengembangan dan perlindungan anak khususnya perempuan termasuk dalam perlindungan dari segala bentuk kekerasan yang mana paling banyak dialami oleh korban anak dan perempuan.
Data dari Girls Leadership Index Report 2021 (GLI) yang dirilis Plan International menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 10 dari 19 negara di Asia Pasifik. Indeks ini mengukur kepemimpinan anak perempuan pada enam sektor, yaitu pendidikan, peluang ekonomi, kesehatan, perlindungan anak dari kekerasan, aspirasi politik dan keterwakilan, serta hukum dan kebijakan.
Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia), Dini Widiastuti, Kamis (21/4), mengatakan, merujuk pada GLI tersebut, Indonesia masih perlu melakukan investasi pembangunan yang sensitif pada kebutuhan anak dan kaum muda perempuan. Jumlah anak Perempuan kira-kira 40 juta dari total populasi. Jika kita melewatkan mereka dalam investasi pembangunan, maka ada puluhan juta potensi generasi masa depan yang hilang.
“Investasi bagi anak dan kaum muda perempuan sudah semestinya dipandang dan dijalankan sebagai bagian dari upaya Indonesia dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) sesuai visi pemerintah. Karena, investasi pada anak perempuan memiliki dampak berganda, baik bagi kehidupan anak itu sendiri maupun bagi keluarga dan komunitasnya,” ujar Dini.
Untuk itu, lanjut Dini, melalui peringatan Hari Kartini 2021, Plan Indonesia menegaskan urgensi penghapusan halangan dan tantangan yang dialami oleh anak khususnya anak perempuan di Indonesia. “Pada momen Hari Kartini ini, kami tidak lelah kembali mengingatkan semua pihak untuk memperteguh upaya membangun kesetaraan dan perlindungan terhadap anak perempuan di Indonesia, terutama membangun kesempatan yang lebih baik bagi mereka untuk menjadi pemimpin di masa depan,” kata Dini.
Sementara itu, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, Anggota Dewan Pembina Plan Indonesia mengungkapkan, jika melihat dan membaca kembali buku-buku tentang RA Kartini, kita akan memahami betapa besar semangat dari beliau untuk kesetaraan perempuan di negeri ini. Kartini merupakan pendobrak dan memberi inspirasi besar bagi generasi di masa kini.
Namun, lanjut GKR Mangkubumi, berbagai tantangan masih menghalangi perempuan di masa kini untuk setara dan memimpin, seperti ketidaksetaran kesempatan belajar antara anak laki-laki dan anak perempuan, di mana anak laki-laki masih sering didahulukan. “Selain itu, terutama di tengah pandemik COVID-19 ini, di beberapa lokasi masih banyak anak perempuan mengalami perkawinan anak,” imbuh dia.
GKR Mangkubumi menambahkan, mengangkat hak perempuan harus dilakukan dari usia anak agar perempuan sejak usia dini telah memiliki fondasi yang kuat. “Mengangkat para perempuan dari anak-anak hingga dewasa menjadi penting agar mereka memiliki karakter yang kuat, bisa berdiri sendiri, dan juga memiliki karya terbaik untuk hidup dan karir mereka serta apa yang mereka bisa sumbangkan untuk negeri ini,” kata GKR Mangkubumi. Dia juga mengatakan, “Jadi, mudah-mudahan seterusnya, apa yang diharapkan R.A. Kartini bisa menginspirasi kita bersama. Ayo, para perempuan, kita harus lebih maju, lebih baik, dan ubahlah dunia ini dengan sentuhan tangan para perempuan.”
UU TPKS
Dalam kesempatan ini, Dini Widiastuti juga mengatakan adanya peluang yang lebih baik dalam jaminan kesetaraan dan perlindungan hak anak dan perempuan di Indonesia saat ini seiring disahkannya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), pekan lalu. Salah satu hal penting yang diakomodasi dalam UU TPKS adalah hadirnya Pasal Pemaksaan Perkawinan Anak. Pasal ini memberikan jaminan hukum bagi anak perempuan agar terhindar dari pemaksaan perkawinan. Seperti diketahui, perkawinan anak merupakan salah satu hal yang masih menjadi hambatan bagi banyak perempuan untuk meraih kesempatan pendidikan dan masa depan lebih baik. Indonesia berada di peringkat ke-2 di ASEAN dengan angka perkawinan anak tertinggi.
“UU TPKS saat ini juga memuat pasal-pasal lain yang memberikan jaminan perlindungan bagi anak berdasarkan refleksi pengalaman anak selama ini,” lanjut Dini.
Namun demikian, kata Dini, di luar implementasi UU TPKS, masih banyak upaya-upaya lain yang harus diperkuat guna memastikan kesetaraan dan perlindungan anak perempuan, terutama untuk memberikan kesempatan dan ruang yang lebih baik kepada anak perempuan dan kaum muda perempuan terlibat aktif dalam kepemimpinan di berbagai sektor. Dalam hal ini, berinvestasi terhadap anak perempuan, terutama di bidang pendidikan menjadi salah satu kunci yang penting.