Zakiah (16 tahun) sadar betul, kesehatan itu mahal. Terutama, jika kita menjalankan pola hidup yang tidak teratur, seperti malas makan buah dan sayur, tidak minum air putih yang cukup, dan tak menjalankan kebiasaan lain yang penting bagi kesehatan tubuh.
Berangkat dari kesadaran tersebut, Zakiah yang kini masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta Utara, terdorong terlibat aktif sebagai salah satu pendidik sebaya atau peer educator program Young Health Programme (YHP) oleh Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia). YHP merupakan sebuah program kesehatan kaum muda, memiliki fokus pada pencegahan utama penyakit tidak menular (PTM), hak kesehatan seksual dan reproduksi serta kesejahteraan emosional pada kaum muda (10-24 tahun) di Jakarta
Melalui kegiatan tersebut, Zakiah ingin turut menumbuh kembangkan gaya hidup sehat untuk dirinya, sekaligus terlibat lebih jauh dalam peningkatan kesehatan remaja-remaja sebayanya. Sebagai peer educator, Zakiah berperan menciptakan ruang diskusi aman terkait isu PTM, hak kesehatan seksual dan reproduksi, serta kesejahteraan emosional untuk teman-temannya yang masih malu atau enggan berdiskusi dengan orang yang lebih tua.
Melalui kegiatan ini, ia mendapat serangkaian pelatihan secara daring dan bertemu dengan teman-teman dari sekolah lain. Dalam rangkaian itu pula, Zakiah banyak bertukar pikiran dengan teman-teman sebaya mengenai masalah yang sering dihadapi remaja sebayanya.
Sebagai peer educator, Zakiah menghadapi beberapa tantangan yang belum pernah dihadapi sebelumnya. “Tantangannya adalah bagaimana caranya aku bisa menyampaikan materi, karena audiensnya kan berbeda, apalagi waktu itu pernah beberapa di antaranya adalah bapak-bapak dan ibu-ibu. Jadi, aku harus kenal dan nyaman dengan situasinya,” ungkap Zakiah.
Tak jarang, banyak teman sebaya yang tidak mau mendengar materi dengan baik. Hal ini dikarenakan masih banyak di antara mereka yang masih memilliki gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, dan banyak mengonsumi junk food. Karena itu, Zakiah dituntut untuk berbaur dengan cara yang seru, secara perlahan dalam berbicara dengan teman-temannya perihal gaya hidup mereka yang tidak sehat. Meski begitu, di luar peer educator, sebenarnya banyak teman-teman Zakiah yang menyadari pentingnya menjaga kesehatan.
Sebagai seorang remaja perempuan, menurut Zakiah, baik laki-laki maupun perempuan harus sama-sama aktif menyuarakan gaya hidup sehat. Semuanya berhak mendapat informasi kesehatan yang tepat dan memadai untuk diri sendiri dan orang-orang terdekat, seperti menjadi peer educator ini.
“Ketika menjadi peer educator, kita harus mengubah diri sendiri dulu, nih. Baru mempengaruhi yang lainnya,” ungkap Zakiah.
Selain itu, kesiapan secara fisik dan psikis bagi peer educator ini sangat diperlukan agar dapat mempersiapkan generasi selanjutnya yang sehat, cerdas, dan produktif.
Berkat kegigihannya menyuarakan hidup sehat bagi remaja, kini Zakiah merasakan perubahan pola hidup yang lebih sehat, seperti sering mengonsumi makanan sehat. Begitu pula dengan teman-teman sebaya Zakiah yang mulai mengurangi kebiasaan merokok dan menjalani hidup sehat. Zakiah berharap agar kaum muda dapat lebih menyadari pentingnya kesehatan diri, terutama agar memiliki keinginan memulai perubahan kecil dari diri sendiri, sebelum nantinya menginspirasi orang lain.
Tak kalah penting, dukungan dari lingkungan sekitar pun sangat dibutuhkan, seperti adanya sosialisasi sekolah. Zakiah memahami banyak remaja seusianya yang masih takut mengakses informasi kesehatan dan memerlukan dukungan dari orangtua. Dengan demikian, banyak remaja yang akhirnya tidak memperoleh informasi secara langsung.
Bagi Zakiah, adalah sangat penting menciptakan ruang yang aman bagi remaja agar bisa mengakses sarana kesehatan tanpa kekerasan. Oleh karena itu ia berharap pemangku kepentingan, terutama pemerintah, lebih mendukung kesehatan remaja. Khususnya, dalam menyediakan dan mengaktifkan kembali fasilitas kesehatan, seperti posyandu remaja, terutama bagi mereka yang ada di wilayah terpencil. Jika pemerintah memfasilitasinya, remaja dan kaum muda jadi lebih mudah mengakses informasi dan melakukan pencegahan dari lingkup yang kecil.
“Di lingkungan aku sendiri, hanya ada posyandu balita tapi tidak ada posyandu untuk remaja. Kalaupun ada, awalnya saja aktif, namun lama-lama tidak aktif. Kalau dihidupkan kembali pasti remaja mau belajar lebih banyak tentang kesahatan remaja,” pungkas Zakiah.