Haji Nurmi gelisah ketika melihat sampah di lingkungan rumahnya, yang termasuk di dalamnya ada pembalut bekas sekali pakai tercampur dengan limbah lainnya. Dari berbagai sumber yang dia baca, pembalut sekali pakai ini ternyata tidak sehat jika dipakai berkepanjangan dan berkelanjutan bagi tubuh perempuan. Sampahnya pun pun susah terurai hingga 500-800 tahun (Tirto, 28 Oktober 2021).
Namun, saat itu hanya kegelisahan yang timbul tenggelam karena dia tidak tahu harus memulai dari mana. Hingga pada tahun 2019, sebagai salah satu perwakilan wirausaha sanitasi yang aktif di Desa Teratak, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Haji Nurmi mengikuti dalam pelatihan membuat pembalut cuci ulang yang ramah lingkungan dari Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia).
Pelatihan yang terdiri dari tata cara pembuatan pembalut cuci ulang, strategi pemasaran, dan perhitungan usaha ini menjadi jawaban kegelisahannya selama ini. Dia pun terinspirasi memulai dengan membuat pembalut cuci ulang yang ramah lingkungan dengan berbagai ukuran, bentuk, bahkan motif yang bervariatif. Dia juga membuat popok cuci ulang untuk lansia.
Pada awalnya, hambatan yang dilalui oleh Bu Nurmi adalah betapa tabunya pembalut cuci ulang di masyarakat selama ini karena masih kurangnya kesadaran masyarakat atas kebersihan lingkungan dan kesehatan reproduksi. Dalam mendobrak itu, Bu Nurmi kiat mengedukasi masyarakat terkait manfaat dari pembalut cuci ulang ini dari segi ekonomi maupun lingkungan. Mulai dari sana, masyarakat mulai menilik dan melirik produk Bu Nurmi dan merasakan langsung manfaatnya.
Produk pembalut kreasi Bu Nurmi ini menggunakan bahan yang halus sehingga tidak membuat kulit iritasi. Proses penyerapannya pun sangat baik karena di dalamnya menggunakan kain berdaya serap tinggi, sehingga tetap nyaman dipakai.
Ternyata pembalut cuci ulang buatannya pun cukup diminati, sehingga dia mulai berani membuatnya dalam skala besar. Bu Nurmi mulai mempekerjakan para perempuan terutama kaum ibu di sekitar tempat tinggalnya. Bu Nurmi melatih para perempuan ini dalam membuat pembalut cuci ulang. Tujuannya, selain untuk memberdayakan para ibu, juga memberikan pemahaman kepada mereka tentang perlunya menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan reproduksi perempuan. Terlebih pada dengan pandemi seperti ini, tentu saja mereka butuh pemasukan. Keterampilan menjahit membuat pembalut cuci ulang ini dapat menambah pemasukan buat mereka. Bersama kelompoknya, Nurmi juga aktif mensosialisasikan pentingnya penggunaan pembalut cuci ulang.
“Kami juga mengedukasi mereka agar lebih memperhatikan kondisi lingkungan sekitar dimulai dengan lingkungan mereka, seperti tidak membuang sampah sembarangan, menggunakan barang-barang daur ulang dan cuci ulang yang bisa dipakai kembali, dan banyak lainnya,” tuturnya.
Hingga saat ini, Bu Nurmi telah memekerjakan 8-10 perempuan dan melatih terkait pembuatan pembalut dan popok cuci ulang di 20 desa. Bu Nurmi berharap seluruh upaya ini akan membawa perubahan perilaku bagi para perempuan lainnya di daerah tersebut. Melalui produk ini Bu Nurmi dan kelompok akan terus mengedukasi terkait pentingnya kebersihan lingkungan dan kesehatan reproduksi kepada perempuan dan kaum muda perempuan.