Semua memiliki hak yang sama. Itulah yang selalu dipercaya oleh Silvi (17 tahun), seorang pelajar di Jakarta Barat. Silvi percaya bahwa terlepas dari gender atau disabilitas seseorang, semua orang harusnya memiliki kesempatan yang sama. “(Hal) yang membedakan seseorang hanyalah kemampuan dan usaha masing-masing,” ujarnya.
Namun, pada kenyataannya, Silvi masih merasakan diskriminasi terkait gendernya, bahkan di area sekolah. Menurutnya, banyak yang beranggapan dan mempertanyakan ketika ada murid perempuan yang mendaftar sebagai ketua kelas.
Meski begitu, diskriminasi ini tidak membuatnya patah semangat. Ia justru termotivasi untuk mematahkan stereotype yang ada dan menjadi salah satu pemimpin perempuan di badan legislatif sekolah.
Pendidik Sebaya YHP dan Kepemimpinan Silvi di Sekolah
Sejak Agustus 2021, Silvi terpilih menjadi salah satu pendidik sebaya atau peer educator (PE) dari Young Health Programme (YHP) oleh Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia). Program ini berfokus untuk mendukung kesehatan dan kesejahteraan kaum muda (usia 10-24 tahun) di seluruh dunia melalui penelitian, advokasi, dan program dasar pencegahan penyakit tidak menular (PTM).
Setelah mengikuti rangkaian kegiatan dan pelatihan untuk PE, Silvi lebih memahami cara menerapkan gaya hidup sehat dan pencegahan PTM. Ia juga mempelajari teknik persuasi dan advokasi, sehingga, ia mampu membagikan pengetahuannya ke lingkungan rumah dan sekolahnya.
“Sebagai PE, aku memulai jaga pola makan dan pola hidup sehingga untuk lingkunganku, aku jadi bisa mengedukasi ke keluargaku dan teman-teman. Perlahan tapi pasti, mereka juga ikut berubah,” ujar Silvi.
Kemampuan berkampanye dan advokasi yang didapatkan dari YHP juga memotivasi Silvi untuk mengajukan diri sebagai Ketua Majelis Perwakilan Kelas (MPK) di sekolahnya. Awalnya, masih banyak diskriminasi kepada Silvi karena sebelumnya seluruh ketua MPK adalah pelajar laki-laki.
“Masih banyaknya stereotipe bahwa perempuan lebih emosional dalam pengambilan keputusan sehingga aku bertekad untuk membuktikan bahwa anggapan itu semua adalah salah,” tambah Silvi.
Menurut Silvi, ia bertekad untuk menciptakan kesetaraan di sekolahnya, agar dia dapat menampung seluruh aspirasi dari teman-temannya tanpa terkecuali. Tentunya, termasuk temannya yang memiliki disabilitas. Setelah melalui perjalanan panjang dengan gigih, Silvi pun terpilih untuk dilantik menjadi Ketua MPK pada September 2022.
“Menurutku, sangat penting untuk orang-orang membuka mindset atau perspektif bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin. Awalnya (mungkin kita bisa bergerak) dari dunia pendidikan, hingga nanti (ketika bekerja) di dunia profesional kesetaraan itu juga bisa tercipta,” ujar Silvi.
Aktif memperjuangkan representasi perempuan dalam kehidupan sehari-hari
Tak hanya di sekolah, Silvi juga aktif berkegiatan untuk meningkatkan representasi perempuan di luar sekolah. Ia percaya bahwa representasi dan partisipasi perempuan dalam berbagai bidang di dunia sangatlah penting. “Perempuan juga memiliki hak-hak yang patut diperjuangkan dalam regulasi dan kebijakan,” sebutnya.
Tekad dan kepercayaan yang kuat juga membuat Silvi optimis. Ia merasa, dengan dilantiknya dia menjadi ketua MPK, dia akan membantu agar adik-adik kelasnya–terutama perempuan–untuk juga ikut memberanikan diri menjadi pemimpin.
Mengingat awal kisahnya yang dirajut bersama Plan Indonesia, Silvi juga berharap agar program YHP oleh Plan Indonesia dapat terus berkembang. Bahkan, ia berharap agar program ini bisa diimplementasikan hingga skala nasional, sehingga kaum muda di daerah lainnya mendapatkan kesempatan berkembang yang sama dengan dirinya.
“Aku berharap upaya aku dan teman-teman PE lainnya akan berdampak nyata kepada sekitarnya, sehingga tercipta generasi anak muda yang sehat dan bebas dari PTM di masa mendatang,” tandas Silvi.