Marseilina Mala (18 tahun) dari Kabupaten Lembata menerima undangan khusus dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk bertemu dengan Menteri BUMN dan jajarannya di Jakarta pada Jumat dan Senin (8 dan 11 Oktober). Mala merupakan penggerak perubahan di desanya, diantaranya melalui Forum Anak Desa dan Posyandu Remaja serta segudang prestasi lain yang diraihnya.
Prestasi inilah yang membawa Mala berangkat ke Jakarta untuk bertemu langsung dengan Menteri BUMN dan Deputi Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi (SDMTI) BUMN. Selain mendapat kesempatan mentoring dari kedua petinggi negeri ini, Mala menyampaikan tantangan dan rekomendasinya untuk pembangunan di Nusa Tenggara Timur dari perspektif anak perempuan dalam pertemuan terbatas di kantor Kementerian BUMN.
Dalam pertemuan ini, Mala mengangkat tiga isu utama yaitu pendidikan, lingkungan, dan pemberdayaan usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang hal ini sejalan dengan tujuan program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) BUMN ke depan.
Pertemuan Mala di Jakarta berlanjut dengan undangan special dari Menteri BUMN, Erick Thohir, untuk mengikuti kunjungan kerja (shadowing) di Labuan Bajo pada 12-13 Oktobter 2021 termasuk untuk meninjau infrastruktur program TJSL BUMN. Bersama Menteri Erick Thohir, Mala sempat berbagi sedikit cerita kisah hidup dan perjuangannya serta menyemangati para pelajar di beberapa sekolah dan warga desa. Mala juga memberikan pendapatnya dalam rapat koordinasi Kementerian BUMN bersama dengan Menteri BUMN terkait TJSL di NTT.
Dalam berbagai kesempatan baik di Jakarta maupun di Labuan Bajo, Mala menyampaikan minimnya akses anak-anak di NTT termasuk Lembata terhadap layanan dasar, seperti air bersih, sanitasi, internet, serta fasilitas pendidikan yang layak.
Baru 54,43 persen rumah tangga memiliki fasilitas cuci tangan dan sabun dan air bersih di NTT, menjadikannya provinsi dengan persentase terendah kedua di Indonesia untuk proporsi rumah tangga yang memiliki fasilitas tersebut[1]. UNICEF menemukan bahwa baru 42,21 persen rumah tangga yang memiliki akses internet di NTT di tahun 2021. Minimnya akses ini semakin menyulitkan kehidupan masyarakat di masa pandemi COVID-19 ketika kebutuhan cuci tangan pakai sabun meningkat serta kegiatan belajar mengajar mayoritas bergantung pada internet.
Terkait pendidikan, Mala menyampaikan bahwa transportasi untuk anak-anak dari desa ke sekolah masih belum memadai. Akses terhadap smartphone juga masih sangat terbatas hingga anak-anak belum bisa belajar secara optimal. Selain itu, belum ada sekolah lanjutan setelah SMA yang tidak banyak yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Akibatnya mereka harus bekerja sebagai buruh, supir, dan lainnya. Sehingga Mala merekomendasikan adanya bus sekolah, pembangunan warung internet di desa-desa serta bantuan pendidikan tinggi untuk lulusan SMA/SMK.
Terkait isu lingkungan, Mala mengungkapkan bahwa air yang dihasilkan pipanisasi masih sangat terbatas dan tidak layak minum, karena air sudah bercampur dengan sulfur. Di kamp pengungsian korban bencana, akses air bersih semakin sulit. Untuk itu, Mala merekomendasikan pembangunan infrastuktur untuk layanan air bersih yang lebih baik di desa.
Masih dari sisi infrastuktur, Mala melihat belum ada lampu jalan yang memadai di desa-desa di Lembata. Ia merekomendasikan investasi penerangan jalan bertenaga surya agar tetap ramah lingkungan.
Untuk isu pemberdayaan UMKM, Mala menyampaikan bahwa ada potensi usaha di Lembata seperti makanan, kerajinan, dan pariwisata. Karenanya Mala merekomendasikan agar pemerintah dan BUMN memberikan pelatihan kepada pengusaha UMKM di Lembata, salah satunya tentang pendidikan literasi finansial, akses modal dan serta invesasi di sektor pariwisata di Lembata.
Mala berharap agar berbagai rekomendasi yang ia berikan dapat terimplementasi melalui berbagai program TJSL Kementerian BUMN serta BUMN lainnya di Lembata. Hanya satu pinta Mala, dukung dan berikan akses dan kesempatan pengembangan diri seluas-luasnya bagi anak dan kaum muda perempuan agar mereka menggapai potensi terbaik dirinya tanpa halangan. (***)
[1] Badan Pusat Statistik, Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Fasilitas Cuci Tangan dengan Sabun dan Air Menurut Provinsi pada tahun 2020