Kupang, 28 Januari 2021 – Hari ini, program Mata Kail (Mari Kita Kreatif Agar Ikan Lestari) yang didanai oleh Uni Eropa menyorot hasil dari upaya pemberdayaan kaum muda dalam kewirausahaan yang berkelanjutan pada acara penutupan program. Selama tiga tahun pelaksanaan Mata Kail yang pengajuan proposalnya dipimpin oleh Plan International Germany, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bersama mitra Kopernik dan Bengkel APPek, berupaya membantu memecahkan masalah ekonomi sembari memperhatikan aspek kelestarian lingkungan di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih dikenal sebagai provinsi termiskin ketiga di Indonesia.
Program Mata Kail telah mendorong hampir 2.000 kaum muda di Kabupaten Sikka, Lembata, dan Nagekeo, untuk memulai usaha di bidang pengolahan ikan tangkap yang berkelanjutan. Sebagai hasil dari program ini, sedikitnya 1.137 perempuan muda dan 860 orang muda laki-laki usia 15-29 tahun telah menerima pelatihan wirausaha di sektor pengolahan ikan. Selain pendidikan mengenai praktik konsumsi dan produksi berkelanjutan, mereka juga mendapatkan bantuan untuk mengakses lembaga keuangan mikro, sekaligus peningkatan pemahaman untuk mencegah kekurangan gizi dan stunting.
“Kaum muda di Nusa Tenggara Timur harus berdaya dan terus melakukan inovasi untuk memastikan kewirausahaan yang berkelanjutan. Bukan hanya kualitas hidup kaum muda dan masyarakat sekitar yang diharapkan meningkat, tapi juga mereka mampu memahami dan mempraktikkan prinsip-prinsip produksi dan konsumsi berkelanjutan di sektor ekonomi yang sangat potensial bagi NTT, yakni pengolahan perikanan,” ungkap Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia dalam acara penutupan Mata Kail secara virtual, Kamis (28/01).
Tujuan Mata Kail selaras dengan misi utama SWITCH-Asia II, program pendanaan Uni Eropa yang menaungi aktivitas Mata Kail. Prinsip produksi dan konsumsi berkelanjutan (SCP) meliputi aspek kelestarian lingkungan dalam rantai nilai, pemanfaatan komoditas atau sumberdaya lokal, juga pengurangan sampah yang berpotensi merusak lingkungan. Prinsip ini mengedepankan peningkatan ekonomi bagi pelakunya, sembari menjawab tantangan-tantangan mengenai masalah lingkungan yang ada.
Vincent Piket, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, mengatakan bahwa Mata Kail telah berkontribusi dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan penggunaan sumber daya alam lokal yang bertanggung jawab.
“Lewat program Mata Kail yang didanai melaui program EU SWITCH-Asia, kami mempromosikan prinsip produksi dan konsumsi yang berkelanjutan. Pengusaha lokal di sektor perikanan telah memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana prinsip keberlanjutan dapat membantu mengembangkan usaha mereka untuk jangka panjang. Mata Kail juga telah membantu membuka akses bantuan keuangan mikro bagi pengusaha muda. Saya juga berpikir bahwa program ini telah berhasil merintis kerja sama antara pemangku kepentingan untuk mendukung produksi dan konsumsi yang berkelanjutan di Nusa Tenggara Timur,” ungkap Duta Besar Piket.
Plan Indonesia dan mitra telah memperkenalkan teknologi yang dapat meningkatkan taraf ekonomi kaum muda dan masyarakat sekitar, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Di antaranya, termasuk cool box dan termos nasi dengan ice gel yang digunakan untuk mengawetkan ikan lebih lama dan lebih banyak, serta mengurangi penggunaan plastik pada es dan styrofoam. Ada pula mesin suwir tenaga kinetik yang bisa membantu menghasilkan lebih banyak ikan suwir tanpa mencemari lingkungan, serta rumah jemur rumput laut tenaga surya yang dapat mengeringkan rumput laut basah setiap saat, bahkan saat musim hujan dan mengurangi kontaminasi saat pengeringan.
Selain itu, program Mata Kail juga telah mendorong Pemerintah Daerah di Kabupaten Sikka dan Nagekeo untuk mengintegrasikan agenda konsumsi dan produksi berkelanjutan ke dalam program pembangunan daerah. Komitmen ini telah dinyatakan dalam Konferensi Nasional Mata Kail pada 15 Desember 2020 lalu.