Di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, dampak perubahan iklim bisa dirasakan setiap helaan napas. Cuaca panas dan kering merupakan penyebab munculnya debu halus yang memicu masalah pernapasan di wilayah yang an yang menerima curah hujan sedikitnya 10 hingga 331 milimeter setiap tahunnya. Pepohonan dan tanaman yang dapat membantu meningkatkan kualitas udara dan memberikan keteduhan sangat sedikit.
“Salah satu korban perubahan iklim adalah diri kita sendiri,” kata Eping. Penduduk pulau berusia 18 tahun ini telah mendedikasikan dirinya untuk memerangi masalah ini dari awal melalui serangkaian tindakan kecil yang berdampak besar.
Setelah mempelajari cara membuat perangkap air dengan botol plastik, menyaring air dan mengairi lahan, Eping mulai menanam tanaman hijau, sayuran, dan tanaman obat di halaman rumahnya.
Baru-baru ini, ia menanam 50 bibit nanas dengan menggunakan pupuk organik berbahan kotoran ayam. Ayam yang dipeliharanya (hobinya sejak lama!) tinggal di depan rumah, sedangkan penanamannya dilakukan di belakang. Seluruh ruangan telah menjadi apa yang disebut Eping sebagai “taman mini” untuk dia dan keluarganya menyegarkan diri bersama.
Kini, saat kuliah di Yogyakarta, Eping terus mencari inovasi yang menghemat air, mendukung penghijauan, dan meningkatkan kehidupan sehari-hari banyak orang. Ia mendorong teman-teman sekelasnya untuk melawan perubahan iklim melalui tindakan sederhana seperti memilah sampah atau menanam bunga hias di kampus.
“Perubahan iklim bukanlah wabah yang datang dan pergi,” kata Eping. “Perubahan ini disebabkan oleh manusia yang hanya ingin hidup serba instan. Planet bumi membutuhkan kita untuk pemulihannya. Kita tidak hanya terkena dampak perubahan iklim; kita juga bisa mengatasinya.”
Bagaimana Plan International Membantu
Eping adalah salah satu dari 25 anak perempuan yang berpartisipasi dalam program setahun yang dilaksanakan oleh Plan International Indonesia pada tahun 2021. Melalui program tersebut, Eping dan teman-temannya belajar tentang dampak perubahan iklim dan cara-cara praktis untuk memitigasi dampaknya terhadap ekosistem Lembata yang rapuh – dan kehidupan sehari-hari keluarga yang tinggal di sana.
“Tindakan sederhana, seperti membuat perangkap air dan lubang resapan, membangun pekarangan dengan tanaman dan sayuran, serta mempraktikkan kebiasaan membawa air dan botol air sendiri ke sekolah, semuanya membantu anak perempuan dalam peningkatan kapasitas terkait perubahan iklim,” jelas Erlina Dangu. , manajer implementasi program.