
Tim Netherland National Office (NLNO) selama tiga hari (21-23/01) lalu meninjau langsung implementasi penyaluran dana pada sejumlah proyek Plan International Indonesia (PII) di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara, NTB. Mereka berdialog langsung dengan masyarakat penerima manfaat, mitra pemerintah, serta mitra kerja lokal PII yang bertindak sebagai pelaksana lapangan.
Kunjungan diawali dengan bertemu dan berdiskusi dengan para guru di SMP Negeri 1 Desa Kediri, Lombok Barat. SMP Negeri 1 Kediri merupakan salah satu sekolah binaan proyek “Yes I Do!” yang telah menerapkan pendidikan Kesehatan Reproduksi (kespro) dan Menstrual Hygiene Management (MHM), diperbaiki toilet sekolahnya, lengkap dengan pengadaan pembalut.
Kunjungan berlanjut ke Desa Sekotong, Lombok Barat, untuk melihat pengembangan proyek “Down To Zero” yang mencakup pembentukan dan peningkatan kapasitas Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) serta pemberdayaan kaum muda lewat beragam aktivitas yang mampu meningkatkan nilai tambah sumber daya lokal. Aktivitas KPAD di desa ini berhasil mendorong terciptanya peraturan daerah untuk batas usia pernikahan. “Sebelumnya permasalahan di Lombok Barat ini adalah pernikahan di usia anak karena budaya. Orang tua menganggap menikahkan anak ketika sudah akil balik merupakan kewajiban dan menyelesaikan masalah, terutama ekonomi. Padahal, justru menambah masalah,” jelas H. Marwan Hakim, Ketua KPAD Desa Sekotong Timur. Masalah-masalah akibat pernikahan di usia anak tersebut di antaranya tingginya KDRT dan perceraian, serta pembiaran anak-anak hasil pernikahan usia anak. Pihaknya pun bekerja mensosialisasikan dampak buruk pernikahan usia anak kepada warga. “Saat ini sudah ada Pergub, Undang-Undang sudah keluar untuk batasan nikah,sekarang 21-22 (tahun) baru boleh menikah.” Dengan adanya peraturan tersebut maka KPAD memiliki kekuatan untuk memisahkan atau membatalkan pernikahan usia anak. Terlebih, lanjut Marwan, belum lama ini diluncurkan program Gamak (Gerakan Anti Merarik Kodeq/Gerakan Anti Menikah Di Usia Anak) yang dihadiri oleh Bupati Lombok Barat dan seluruh pegiat KPAD di wilayah itu. “Ke depan mudah-mudahan di Lombok Barat sudah bisa kita hapus pernikahan di bawah umur,” pungkasnya. Dalam kesempatan itu perwakilan kelompok kerja (Pokja) kaum muda juga berdialog dan menyampaikan apresiasi terhadap beragam pelatihan dan pembimbingan yang mereka terima. Pokja-pokja ini dibagi dalam sejumlah fokus; ada yang mengolah limbah jambu mete menjadi produk-produk dodol, sirup, dan abon, ada pula yang mengembangkan sebuah kawasan perbukitan menjadi tempat wisata unggulan.
Di hari yang sama, tim mengunjungi kantor Desa Senteluk, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat, untuk berdialog dengan pemerintah daerah, Lembaga Perlindungan Anak Daerah (LPAD), tokoh desa, dan kaum muda setempat. Selanjutnya rombongan bergerak melihat aktivitas di sejumlah Ruang Ramah Anak (RRA) kelolaan Plan International Indonesia bersama mitra lokal, GAGAS, di Lombok Utara, wilayah yang terdampak gempa. Tim NLNO melihat kegiatan, dan berinteraksi dengan anak-anak, ibu-ibu, serta para pegiat RRA. Seorang ibu yang baru saja mengantar anaknya ke RRA mengaku si anak selalu antusias ingin beraktivitas di sana. “Bahkan ini (adiknya, masih batita) pasti merengek mau ikut kalau kakaknya pergi ke RRA. Anak-anak senang di sini,” ujarnya.
Di hari kedua, tim NLNO berdialog dengan jajaran BAPPEDA Lombok Utara, membahas proyek Sanitasi Terpadu Berbasis Masyarakat (STBM), SEHATI, dan MHM yang telah berjalan di Kabupaten tersebut. Pihak BAPPEDA yang diwakili Sekretaris BAPPEDA Lombok Utara, Yuni Kurniati Maesarah, menyampaikan apresiasi dan berharap kerja sama dapat diteruskan. Diungkapkannya bahwa dengan bantuan dan pendampingan dari Plan pihaknya bisa kembali membangun sarana sanitasi sehingga ODF (Open Defecation Free, kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan) bisa tercapai. Usai dialog, rombongan bergegas menuju kantor Desa Pendua, Lombok Utara, untuk kembali berdialog dengan pemerintah daerah, masyarakat, dan kaum muda. Di sebuah kesempatan Kepala Desa Pendua, Agus Salim, mengungkapkan apresiasi atas kerja sama dan bantuan dari Plan, terutama dalam proyek STBM dan SEHATI. “Pasca bencana lalu pemerintah desa membangun sarana-sarana sanitasi agar masyarakat bisa hidup sehat sehingga dapat kembali beraktivitas. Desa Pendua tidak boleh terlalu lama berduka karena gempa, kita harus segera bangkit.”
Semangat untuk bangkit yang diserukan oleh Kades Pendua juga terlihat ketika rombongan mendatangi beberapa rumah warga yang dibangunkan sarana sanitasi, termasuk untuk warga difabel. Di sebuah rumah di mana terdapat anggota keluarga yang rabun dan lumpuh, sarana sanitasi khusus difabel sangat membantu kelancaran aktivitas harian mereka. “Saya tidak takut lagi kalau anak ini (yang lumpuh) dan bapaknya (yang rabun) harus ke kamar mandi,” ungkap sang Ibu. Sarana sanitasi untuk difabel ini dilengkapi jalur beton, fasilitas air bersih, dan tempat pembuangan limbah. Aura semangat juga tampak saat rombongan menyambangi bank sampah yang dikelola oleh kaum muda Desa Pendua, serta dua usaha rumahan yang memproduksi jamban jongkok serta lainnya mengolah hasil bumi kopi. Mereka adalah pengusaha kecil yang dibina Plan.
Petangnya, tim NLNO menghadiri makan malam bersama perwakilan Pemerintah Provinsi NTB. Dalam sambutan Gubernur yang dibacakan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi NTB, H. Lalu Syafii, MM, Pemrov NTB mengapresiasi kontribusi yang diberikan Plan International Indonesia. Banyak kegiatan mendasar yang terkait karakter hidup telah selaras dengan program pemerintah daerah. “Semoga dengan capaian ini kita bisa bekerja sama lagi membuat program-program lain yang berdaya ungkit hebat dalam membangun karakter anak-anak NTB sehingga mereka tangguh menghadapi berbagai tantangan zaman,” tuturnya.
Tim NLNO mengakhir kunjungan di Lombok dengan menandangi Desa Sigar Penjalin, Lombok Utara, untuk melihat implementasi proyek Wired 4 Work (W4W) yang dilakukan mitra lokal, SANTAI. Tim juga berdialog dengan anak-anak dan kaum muda yang tergabung dalam kelompok “Pesona Lombok Utara” di Posko Pelatihan Terpadu Pasca Gempa Desa Sigar Penjalin yang mendapat pelatihan untuk mempromosikan objek-objek wisata di Lombok Utara. “Saya senang dilatih oleh SANTAI (Partner proyek W4W di Lombok), karena saya jadi tahu hak-hak pekerja, bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama. Kita dilatih untuk kesiapan kerja juga. Jadi ada kegiatan setelah semua bangunan hancur,” tutur seorang perempuan muda berusia 20 tahun, salah satu anggota kelompok “Pesona Lombok Utara” pada kesempatan itu.
Monique Van ‘t Hek, Direktur Nasional Plan International Belanda yang mengomandani langsung timnya, mengungkapkan, “Selama ini kami (NLNO) sudah bekerja berdampingan dengan PII untuk implementasi penyaluran dana dari para donator kami di Belanda, dan kunjungan ini sangat penting karena Lombok baru saja diguncang bencana. Kami sangat sedih karena kerusakan yang ditimbulkan cukup besar, bahkan di luar dugaan kami.” Usai kunjungan tiga hari tersebut, pihaknya gembira melihat semangat dan rasa memiliki para penerima manfaat serta mitra-mitra. “Itu artinya kaum muda, masyarakat, orang tua, para guru, pemerintah lokal, dan tak lupa staf PII memiliki motivasi, dedikasi, dan kemampuan yang tinggi sehingga proyek-proyeknya mencapai target.”