Yunus Liu dalam perjalanan menggendong cucunya menuju Posyandu credit: Plan Indonesia/Agus Haru
Yunus Liu, demikian nama lengkapnya. Pria yang pernah menjadi kepala desa selama dua periode (1998-2006) ini, kembali mengambil keputusan menjadi kepala desa. Di 2022, ia terpilih setelah melalui pemilihan umum di desanya, Tesiayofanu, Kecamatan Kie, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Yunus kembali bukan tanpa alasan, sebab ia berkeinginan kuat membangun desanya dari ketertinggalan di berbagai isu salah satunya adalah melawan stunting lewat kelas ayah.
“Saya kepala suku di sini, suku Liu. Saya percaya nenek moyang, leluhur, masih memberi mandat untuk memimpin kampung ini, jadi orang tua, tokoh adat mencari saya untuk kembali memimpin di sini,” kata Yunus.
Berdasarkan hasil studi status gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting Kabupaten TTS, merupakan yang tertinggi secara nasional, yakni mencapai 48,3 persen. TTS menjadi yang tertinggi dari 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas penanganan stunting. (sumber: CNN Indonesia).
Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) merupakan salah satu non-governmental organization (NGO) yang mendukung pemerintah dalam upaya pencegahan dan penurunan angka stunting, melalui program stunting prevention atau pencegahan stunting. Plan Indonesia di NTT melakukan program di beberapa kabupaten, yaitu Kabupaten TTS, Lembata, Nagekeo, Manggarai, Belu, Malaka, Kupang dan Kota Kupang.
Keputusan Desa Adakan Kelas Ayah dengan Cara Ganjil Genap
Berawal ketika sang Kepala Desa, Yunus Liu mengikuti pelatihan kelas ayah dari Plan Indonesia, di Soe. Ia hadir mewakili Desa Tesiayofanu yang merupakan salah satu desa dampingan Plan Indonesia.
Selain Kepala Desa, peserta lainnya dalam pelatihan tersebut terdapat tenaga keshatan desa (TKD), Kepala Puskesmas, Kepala Urusan Kesejahteraan Masyarakat, Kader Pembangunan Manusia dan istri-istri Kepala Desa.
Melalui pelatihan tersebut, peserta mendapatkan berbagai materi dalam enam sesi. Mulai dari penerapan delapan fungsi keluarga selama masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK), kesehatan fisik dan mental ibu dan anak dalam masa 1000 HPK, hingga pembiasaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) bagi ibu hamil dan bayi usia 2 tahun. Ada pula stimulasi perkembangan anak pada masa 1000 HPK, peningkatan peran ayah dan anggota keluarga lainnya, serta pengasuhan yang tanggap (konsisten dan tepat) terhadap kebutuhan anak.
Semua materi yang ia dapatkan dari pelatihan ini terserap dengan baik sehingga sang kepala desa dengan tegas langsung menindaklanjutinya.
“Saya pulang dan mulai berpikir bagaimana caranya semua ayah yang ada di desa bisa berperan dan mengerti tentang perkembangan anak,” kata Yunus Liu dengan tegas.
Agar para ayah atau bapak-bapak di desa tahu perkembangan anak maka kita harus hadirkan mereka ke posyandu. Saya memulai dengan mengadakan rapat yang mengundang semua masyarakat desa untuk menjalankan program ganjil genap, di mana setiap ayah yang memiliki anak balita harus berbagi peran dengan sang ibu ketika akan membawa anak ke Posyandu.
Sehingga, saya putuskan setiap bulan ganjil, yang akan membawa anak ke Posyandu adalah bapak-bapak dan bulan genap adalah mama-mama. Keputusan ini saya tuangkan dalam Surat Keputusan Kepala Desa, jelas Yunus Liu.
Jadi Panutan untuk Lawan Stunting
Saat pelaksanaan posyandu anak, di bulan ganjil kemarin, Yunus juga berkesempatan mengantar cucunya untuk pemeriksaan, penimbangan dan lain-lainnya di posyandu.
“Saya juga turut mengantar cucu ke posyandu karena saat jadwal posyandu, ayahnya lagi bekerja di luar desa,” kata Yunus.
Hal ini merupakan bentuk komitmen dari sang kepala desa dalam hal pengasuhan. Ia menyadari betul pentingnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Sehingga, peran ini bukan menjadi tanggungjawab dari ibu saja melainkan menjadi tanggungjawab bersama kedua orang tua.
Memperhatikan Kesehatan Anak dan Ibu Hamil
Selain itu, Yunus juga sangat perhatian terhadap kesehatan anak-anak dan juga ibu hamil yang ada di desanya. Ia berpendapat bahwa kesehatan anak harus dimulai sejak dalam kandungan ibunya.
Setiap kali ada acara pesta di desa, saat acara makan mersama, maka yang didahulukan adalah ibu hamil dan anak-anak. Lalu apabila jam makan malam normal adalah pukul 20.00 WITA atau bahkan lebih larut, maka pukul 18.00 WITA semua ibu hamil dan anak-anak yang hadir dalam pesta tersebut harus sudah makan dan tidak menunggu hingga larut malam. Hal ini sudah menjadi kebiasaan di desa sejak Yunus Liu mulai memimpin hingga saat ini.
Tidak hanya sampai di situ, kepeduliannya terhadap anak dibuktikan melalui menganggarkan dana desa untuk pencegahan dan penanganan stunting di desanya. Di tahun 2022, ia menganggarkan dana desa sebesar Rp99.774.410 dan meningkat di tahun 2023 menjadi Rp192.502.700. Penganggaran ini untuk honor tenaga kesehatan desa, kader posyandu, kader pembangunan manusia, serta pemberian makanan tambahan bagi anak-anak yang stunting.
Selain itu, sang kepala desa juga menyadari benar bahwa kehadiran Plan Indonesia di desanya memiliki peran yang sangat penting.
“Dana desa kami terbatas, sehingga pelatihan-pelatihan untuk kader, aparat desa, dan tenaga kesehatan desa susah kami lakukan. Plan Indonesia sangat membantu kami melalui pelatihan-pelatihan yang kami dapatkan. Bantuan lainnya adalah sarana air bersih, alat-alat pertanian untuk kelompok tani anak muda, alat permainan untuk anak, dan lain-lain. Saya mewakili masyarakat Desa Tesiayofanu berterima kasih kepada Plan Indonesia, baik di area Timor, Kupang hingga Jakarta dan juga para sponsor yang sudah membantu kami,” tutup Yunus.
Ditulis Oleh: Agus Haru | Editor: Moudy Alfiana | Foto: Plan Indonesia/Agus Haru