Nelayan merupakan salah satu pekerjaan yang penuh risiko. Banyak di antara mereka mengalamai kecelakaan laut, bahkan hilang di laut lepas. Sayangnya, dengan besarnya risiko tersebut, hanya sedikit nelayan yang memiliki jaminan ketenagakerjaan. Bersama pemerintah, Plan Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) berupaya terus mengedukasi dan memfasilitas nelayan untuk mendapatkan jaminan tersebut.
Sucipto (56) nelayan Tegal mengaku pernah hilang dua kali di lautan lepas saat bekerja.
Nasib malang dua kali menghampirinya, tapi tak bikin ia jera bekerja sebagai nelayan.
Kendati risiko pekerjaan begitu besar, ia ternyata tidak memiliki BPJS ketenagakerjaan selama 41 tahun bekerja.
Sucipto menjadi satu di antara potret nelayan di Jawa Tengah yang belum mendapatkan jaminan tersebut. “Belum punya (BPJS Ketenagakerjaan),” katanya kepada TribunMuria.com saat ditemui di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, Kota Tegal , Selasa (6/9/2022) sore.
Ia mengaku, sempat punya asuransi ketenagakerjaan, tapi diminta kembali oleh kelompok nelayannya dahulu. Padahal, sebagai nelayan, ia ingin kembali diikutkan kembali kepesertaan BPJS ketenagakerjaan melalui mandornya yang sekarang.
“Iya pinginnya diikuti lagi, diadakan lagi, biar melaut tenang,” paparnya.
Merujuk rekapitulasi peserta BPJS Ketenagakerjaan, Perisai Koperasi Laut Sejahtera PPP Tegalsari, Kota Tegal tercatat di tahun 2020 terdapat 30.563 anak buah kapal (ABK) telah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan di 1.441 kapal. Jumlah tersebut meningkat di tahun 2021, tercatat terdapat 46.170 ABK sudah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan di 1.961 kapal.
Kepala Fisher Center Jawa Tengah, Project Safe Seas Plan Indonesia, Beni Sabdo Nugroho, mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan sangat urgent diperlukan bagi nelayan lantaran mereka bekerja di kondisi membahayakan.
“Apalagi ini mandat dari pemerintah sehingga nelayan perlu jaminan keselamatan kerja,” paparnya.
Pihaknya melalui program SAFE Seas selalu berupaya mengedukasi para ABK atau Awak Kapal Perikanan (AKP) untuk meminta didaftarkan oleh pemilik kapal saat hendak berlayar.
“Akan tetapi, poinnya yang seharusnya memiliki kesadaran dan kepedulian itu pemilik kapal atau pengurus kapal karena ABK atau AKP hanya ikut melaut saja,” ujarnya.
Ia mengatakan, pengamatannya PPP Tegalsari hampir 100 persen ABK sudah memiliki BPJS ketenagakerjaan lantaran kapal yang berangkat dari tempat tersebut ABK-nya wajib terdaftar BPJS Ketenagakerjaan.
“Mungkin ada ABK yang sudah terdaftar tapi tidak menerima kartu karena saking banyaknya peserta dari nelayan, info kepala pelabuhan seperti itu, namun ketika diperiksa untuk keperluan tertentu ternyata ada,” bebernya.
Kendati demikian, diakuinya masih ada lubang-lubang yang berpotensi ABK tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan ketika melaut. Semisal, ada pergantian ABK secara mendadak yang tidak dilaporkan ke pihak pelabuhan sehingga catatan ABK berbeda dengan yang berangkat.
“Di kasus ini kekurangannya terletak pada pengawasan yang dilakukan dengan cara petugas pelabuhan melakukan inspeksi,” ucapnya.
Ia menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan sangat diperlukan bagi nelayan terutama ketika terjadi hal yang tak diinginkan.
PPP Tegalsari paling sering terjadi nelayan mengalami kematian maupun kecelakaan kerja di atas kapal.
Adanya BPJS Ketenagakerjaan ahli waris almarhum mampu memperoleh klaim asuransi mendekati Rp100 juta. Sebaliknya, ketika nelayan tak memiliki jaminan sosial hanya mendapatkan santunan juragan kapal berupa tali asih tidak lebih antara Rp10 juta sampai Rp30 juta.
“Hadirnya negara melalui klaim asuransi BPJS ketenagakerjaan paling tidak mengurangi beban keluarga almarhum,” tandasnya.
Kepala PPP Tegalsari, Tegal, Tuti Suprianti terus mengupayakan perlindungan bagi awak kapal perikanan (AKP). Upaya tersebut di antaranya dengan mewajibkan seluruh AKP memiliki jaminan sosial berupa BPJS Ketenagakerjaan. Kemudian soal kesejahteraan, setiap pengusaha atau pemilik kapal diwajibkan melakukan perjanjian kerja laut (PKL) dengan para AKP.
Di samping itu, keselamatan AKP juga diperhatikan dengan melengkapi peralatan keselamatan di kapal.
“Iya, program pemerintah tersebut nyata hadir untuk melindungi para AKP,” ujarnya kepada Tribunjateng.com di kantornya, Kamis (8/9/2022).
Tuti menyebut, keikutsertaan BPJS Ketenagakerjaan para AKP bersifat wajib yang harus dipenuhi oleh pemilik kapal.Pihaknya tegas dalam soal ini karena setiap kapal yang mengurus surat persetujuan berlayar (SPB) semisal belum melampirkan asuransi AKP maka SPB tidak akan diterbitkan.
“Program ini sudah berjalan sejak 2018, tercatat semua AKP di PPP Tegalsari sudah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan dengan jumlah 12 ribu orang,” katanya.
Di samping itu, setiap AKP di kapal harus ada perjanjian kerja laut (PKL) baik kapal milik perorangan maupun perusahaan. Sejauh ini yang sudah berjalan berupa kapal milik perusahaan.
“Soal PKL diwajibkan mulai Januari tahun 2023, saat ini PKL yang sudah berjalan memang masih di kapal milik perusahaan,” bebernya.
Kesejahteraan dan perlindungan kerja para AKP memang mutlak diperlukan , apalagi di pelabuhan PPP Tegalsari menjadi salah satu pelabuhan penting di Jawa Tengah. Data dari Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, Tegal, jumlah kapal di pelabuhan tersebut sebanyak 1.211 unit.
Jumlah kapal berdasarkan ukuran atau gross tonage (GT) rinciannya meliputi:
- 20 GT -30 GT ada 219 kapal.
- 30 GT – 60 GT ada 239 kapal
- 60 GT – 100 GT ada 491 kapal
- 100 GT – 200 GT ada 262 kapal.
Sedangkan, jumlah kapal berdasarkan alat tangkap terdiri dari kapal jaring tarik berkantong (JTB) ada 739 unit, gill net 182 , badong / bubu 48 , purse seine 97 , cast nets 24, bouke ami 121, pancing rawai 9, dan pengangkut ikan 3. Kunjungan kapal di pelabuhan tersebut kian meningkat dengan semakin bertambahnya armada kapal.
Kunjungan kapal di tahun 2020 ada sebanyak 1.500 kali. Naik menjadi 2.457 kali di tahun 2021.
Ramainya lalu lintas di pelabuhan tersebut, pihak pengelola pelabuhan mendorong setiap pemilik kapal untuk meningkatkan keselamatan para AKP maupun kondisi kapal.
“Kami mewajibkan setiap kapal memiliki life jaket, pelampung, alat pemadam api ringan (APAR),” sambung Tuti.
Di sisi lain, pihaknya bersinergi dengan Plan Indonesia melalui program SAFE Seas sebagai upaya membantu aduan AKP migran maupun lokal baik soal kecelakaan kerja , kematian di atas kapal maupun persoalan lainnya.
Selain menerima aduan tersebut SAFE Seas akan melakukan pendampingan para AKP sekaligus menjembatani persoalan yang dihadapinya.
“Ya selama ini sudah terjalin sinergi yang baik antara kami dengan SAFE Seas , selanjutnya nanti soal pemberlakuan PKL rencananya kami juga akan melibatkan SAFE Seas,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh Iwan Arifianto (Jurnalis Tribun Jateng) dan pernah dimuat di Tribunnews.com edisi 6 September 2022.