Intan, 13 tahun, adalah pelajar kelas 7 dan salah satu anak dampingan Plan Indonesia. Ia bersekolah di sebuah sekolah yang terletak cukup jauh dari pusat kota, di wilayah perdesaan yang tenang namun penuh tantangan. Sebagai anak keempat dari empat bersaudara, Intan tumbuh dalam keluarga petani. Ayahnya bekerja mengolah lahan, dan Intan pun sejak kecil terbiasa membantu orang tuanya bertani serta beternak.
Meski hidup sederhana, Intan punya mimpi besar: kelak ia ingin menjadi bidan dan mengabdi di desanya sendiri. Ia ingin memastikan setiap ibu dan bayi di kampungnya bisa mendapat pertolongan yang layak.
Sejak SD, Intan terbiasa berjalan kaki lebih dari 2 kilometer setiap hari untuk pergi dan pulang sekolah. Kini di bangku SMP, langkahnya tetap semangat, berbekal harapan untuk masa depan yang lebih baik. Intan dikenal sebagai anak yang rajin, tekun belajar, dan tak mudah menyerah.
Sebagai anak sponsor, Intan sering mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Plan Indonesia di desanya, mulai dari family gathering hingga kegiatan edukatif yang juga melibatkan orang tua. Kegiatan-kegiatan ini tak hanya memberi ruang bermain dan belajar, tetapi juga memperkuat rasa percaya diri dan agensi anak-anak dalam membuat pilihan dan mengembangkan potensi mereka.
Salah satu kegiatan favorit Intan adalah event anak, seperti lomba pidato, menari, membaca puisi, dan berbagai permainan edukatif lainnya. Namun, belum lama ini, Intan merasakan pengalaman baru yang tak kalah berkesan: bazar anak.
Untuk pertama kalinya di desa Intan, Plan Indonesia mengadakan bazar perlengkapan kebersihan dengan tema pencegahan penyakit tuberkulosis (TBC). Data BPS tahun 2021 menunjukkan bahwa Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) masih mencatat 468 kasus TBC, sehingga penting bagi anak-anak dan keluarganya memahami pentingnya kebersihan diri.
Bazar ini bukan bazar biasa. Anak-anak dampingan diberikan cash voucher assistance (CVA) senilai Rp145.000 yang bisa langsung dibelanjakan hari itu juga untuk kebutuhan mereka masing-masing. Bagi anak-anak berusia di bawah 10 tahun dan anak disabilitas, mereka datang bersama orang tua. Namun bagi Intan dan teman-teman seusianya, yang berusia 11 tahun ke atas, mereka diberikan kebebasan untuk datang sendiri, sebuah bentuk kepercayaan yang sangat berarti.
Siang itu, sepulang sekolah, Intan dan teman-teman tidak berjalan santai seperti biasa. Mereka berlari kecil, tak sabar untuk ikut bazar. Dengan semangat, Intan memilih sabun mandi, pasta gigi, sikat gigi, pembalut, dan juga handuk. Semua barang yang ia pilih benar-benar ia butuhkan. Teman-temannya juga tampak gembira, karena untuk pertama kalinya, mereka bisa memilih sendiri barang yang mereka perlukan, sesuai kebutuhan pribadi.
Setiap tahun, Plan Indonesia memang rutin memberikan bantuan langsung seperti payung, kain hangat, peralatan makan, dan kebutuhan lainnya. Namun bazar kali ini terasa berbeda, lebih personal, lebih bermakna.
Bagi Intan, pengalaman ini menjadi pelajaran penting. Mandiri bukan berarti harus hidup sendiri. Mandiri berarti diberi kepercayaan untuk menentukan pilihan sendiri, bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun. Dan dari hal-hal kecil inilah, masa depan bisa mulai dibentuk.
Ditulis oleh: Donisius Tabati │Editor: Agus Haru│Foto: Plan Indonesia/Donisius Tabati