Sejak mengembangkan pertanian dengan sistem permakultur, Ina dan keluarganya tidak pernah lagi membeli sayur. Ina sadar, konsep permakultur tidak sekedar mengajarkan bercocok tanam, tapi mengajarkannya bekerja dengan alam, bukan melawannya.
Berbagai macam sayur dan buah nampak di depan rumah Paskalina Kornelia Olung atau akrab disapa Ina. Ada terong, kangkung, kacang tanah, jagung, pare, kemangi dan cabai hingga buah papaya. Perempuan 25 tahun ini menjadikan lahan pekarangan rumahnya yang seluas kurang lebih 6m2 menjadi kebun sejak Oktober 2022, saat dirinya pertama kali mengenal konsep permakultur.
Permakultur adalah konsep pertanian berkelanjutan yang mengedepankan interaksi alami dalam sebuah ekosistem tani. Bertani dengan permakultur tidak menggunakan bahan kimia, melainkan hanya memanfaatkan interaksi bahan organik dari alam untuk bercocok tanam.
Metode bertanam permakultur, pertama kali diketahui Ina saat mengikuti pelatihan bertani dengan metode permakultur dari Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) pada Oktober 2022. Saat itu ia kaget mengetahui konsep bertani permakultur berbeda dengan konsep yang selama ini ia ketahui. Sebagai alumni mahasiswi pertanian, Ina menganggap konsep ini lebih mudah dan cocok diterapkan di lingkungannya.
“Waktu itu kaget dan senang juga karena ada metode baru permakultur yang saya belum pernah tahu. Menurut saya konsep permakultur gampang sekali, karena sisa-sisa tanaman dan daun-daun itu bisa jadi tanah yang menjadi media tanam,” ungkap perempuan yang menempuh pendidikan ilmu pertanian di Politeknik Pertanian Kupang.

Memulai kebun permakulturnya, Ina membuat bedengan sebagai media tanam terlebih dahulu. Kayu-kayu sisa bangunan disatukan menjadi bentuk persegi panjang di pekarangan rumahnya.
Setelah itu, serbuk kayu dan kotoran ternak dimasukan kedalam bedengan. Selanjutnya, daun-daun kering, batang pisang, sisa makanan dan sampah organic lainnya dimasukkan ke dalam bedengan.
“Saya juga campurkan daun gamal dan lamtoro yang menjadi pengendali hama alami. Jadi, saya tidak pakai pestisida lagi,” tandasnya.
Media tanam yang telah dicampur tadi lalu didiamkan selama beberapa hari untuk selanjutnya akan mengalami proses humifikasi. Proses ini merupakan proses dekomposisi dari bahan mati dan bahan organik sehingga menghasilkan pembentukan bahan organik yang lebih kompleks, yang disebut humus.
Humus inilah yang membuat tanaman bisa tumbuh di dalam media tanam permakultur tanpa menggunakan tanah sebai media tanamnya. Setelah berbentuk tanah humus, barulah bibit tanaman dimasukan ke dalam media tanam dan merawatnya hingga siap panen.

Lebih Ekonomis
Sejumlah manfaat dirasakan oleh Ina sejak mulai berkebun dengan konsep permakultur. Ia mengaku kebun miliknya telah menghemat dirinya dan keluarga untuk membeli sayuran.
“Dulu, setiap beli sayur bisa lima ribu itu untuk pagi saja, siang itu kita beli lagi. Sekarang, semenjak taman di kebun, kita belum pernah lagi beli sayur, sudah tidak berpikir lagi untuk mau makan apa karena sudah tersedia di kebun,” terangnya.
Selain itu menurut Ina, berkebun dengan konsep pemakultur tepat dikembangkan di permukimannya. Kurangnya lahan untuk berkebun membuat permakuktur cocok diterapkan dilahan sempit seperti pekarangan rumah. Tanaman yang dihasilkan dari kebun permakultur juga tidak mengenal musim untuk tanam sehingga bisa panen kapan pun.
Kebun permakultur milik Ina kini telah menjadi percontohan bagi lingkungan sekitarnya. Banyak warga yang tertarik untuk mengembangkan permakultur. Ina bersama tim penyuluh pertanian yang juga telah mengembangkan permakultur lalu menyosialisasikan dan mengajak warga sekitar untuk bisa mengembangkan permakultur di rumah masing-masing.
Ke depannya, Ina tetap befokus mengambangkan permakultur. Ia ingin mengajak banyak lebih orang untuk mengaplikasikan permakultur yang menutunya tidak sekedar menanam tapi turut menjaga alam dan lingkungan.
“Permakultur ini tidak hanya sekedar membantu saya secara ekonomi dan kebermanfaaatan lainnya. Tapi dengan permakultur ini mengajakan saya untuk belajar bekerja dengan alam bukan melawannya,” tandasnya.
Penulis: Muhammad Reysa