Penggunaan pembalut sekali sekali pakai dalam jumlah besar dapat berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan. Menurut Jeanny Primasari, penggagas komunitas Zero Waste Nusantara pada CNNIndonesia.com, setiap perempuan bisa menyumbang lebih dari 300 sampah pembalut sekali pakai setiap tahunnya. Kandungan plastik yang berada di dalamnya menyebabkan sampah pembalut bekas sulit terurai. Bayangkan saja, jika jumlah tersebut dikali dengan jumlah penduduk perempuan di Indonesia, berapa banyak zat metana – yang dapat meningkatkan temperatur di permukaan bumi, yang dihasilkan setiap tahunnya?
Kota Mataram memproduksi hingga 400 ton sampah sehari dengan kemampuan pengelolaan yang baru sanggup sekitar 75 persennya. Saat ini, salah satu yang diprioritaskan dalam program pemerintah dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram adalah pengelolaan limbah rumah tangga. Ini merupakan salah satu bentuk dukungan Pemerintah Kota Mataram dalam program Zero Waste provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk menjadikan Provinsi NTB bebas sampah pada 2025.
Upaya untuk mengurangi sampah tentunya perlu melibatkan semua pihak, mulai dari instansi pemerintah, sektor swasta, organisasi berbasis masyarakat, dan masyarakat itu sendiri. Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) melalui proyek Women and Disability Inclusive WASH and Nutrition (WINNER) mendukung program pemerintah melalui program sanitasi yang berbasis kesetaraan gender dan inklusif. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan bagi perempuan muda untuk memproduksi pembalut ramah lingkungan di Mataram dan Lombok Tengah. Di samping itu, kegiatan pelatihan ini juga bertujuan untuk menciptakan wirausaha baru terutama di kalangan perempuan.
Lia adalah salah satu pengusaha pembalut kain yang ada di Kota Mataram. Pada bulan November 2019 Lia mengikuti pelatihan pembuatan pembalut menstruasi pakai ulang (reusable menstrual pads) yang difasilitasi oleh Yayasan Plan International Indonesia di Kota Mataram.

Sebelum mengikuti pelatihan, perempuan usia 27 tahun ini belum terpapar sama sekali mengenai pembalut yang ramah lingkungan. Setelah mengikuti pelatihan, Lia belajar banyak mengenai dampak positif dari pembalut kain dilihat dari aspek kesehatan dan juga dari aspek kesehatan lingkungan.
“Semenjak ikut pelatihan, saya bahkan tidak pernah lagi beli pembalut sekali pakai. Saya tidak mau lagi menambah sampah di rumah saya. Selain itu, kalau saya sendiri pakai produk (pembalut kain) yang saya buat kan akan lebih memudahkan saya dalam menjual produk ini dan meyakinkan orang lain untuk memakai pembalut kain.” Ujar Lia, sembari menjahit pesanan pembalut kain ukuran M (medium) di rumahnya.
Tidak berhenti di situ saja, Lia punya semangat usaha dan kreatifitas yang tinggi. Selain membuat pembalut kain dengan berbagai ukuran (S, M, dan L), dia juga berinovasi untuk memproduksi pantyliner hasil belajar sendiri melalui Youtube. Sepulang dari pelatihan, ia merasa masih bisa untuk melebarkan lini produk yang ia kembangkan jika ia memilih untuk menekuni usaha ini.

Hingga awal Februari 2020, Lia sudah berhasil menjual 70 buah pembalut. Saat ini Lia sedang proses memperbanyak stok untuk persiapan pemasaran produknya di lingkungan yang lebih luas. Untuk memperluas cakupan promosi dan pemasaran Lia memanfaatkan media sosial serta mengikuti beberapa pameran yang diselenggarakan oleh Disperindag Kota Mataram. Di samping itu, Lia juga aktif memberikan informasi dan edukasi mengenai manfaat pembalut ramah lingkungan ini kepada tetangga, terutama remaja-remaja perempuan di lingkungan sekitarnya. Meski begitu, Lia mengungkapkan bahwa saat ini tantangannya ada pada pola pikir masyarakat yang belum begitu familiar dengan penggunaan pembalut kain dan dampak positif yang bisa dihasilkan terutama bagi lingkungan.

Pengusaha seperti Lia ini adalah aset yang harus dibina oleh pemerintah supaya masyarakat bisa menjadi mandiri baik dalam berwirausaha maupun dalam menjaga lingkungan. Dampak dari pelatihan ini bukan hanya penambahan lapangan kerja, namun juga berkurangnya jumlah sampah yang akan berpengaruh pada pelambatan pemanasan global. Kunci keberhasilan wirausaha seperti Lia sebenarnya sederhana selain keterampilan menjahit, kreatifitas dan ditambah dengan keinginan untuk terus belajar dan berinovasi juga menjadi faktor penentu keberhasilan Lia dalam menjalankan usahanya di bidang sanitasi dan kesehatan lingkungan. Penulis & Foto: Hanna Vanya/ Plan Indonesia