Kelas bisnis akhir pekan di desa Menoro, Kabupaten Rembang, yang diinisiasi oleh organisasi PUPUK sebagai mitra dari Yayasan Plan International Indonesia dalam kerangka proyek Aliansi Yes I Do1, telah mengubahkan rutinitas sekelompok gadis remaja. Risa, Asti, Nana, Hilmy, Eti, Desi, dan Ola (bukan nama sebenarnya) memang telah mengenal satu sama lain sebelum bertemu di kelas bisnis. Akan tetapi, melalui kelas tersebut, mereka menjadi lebih dekat dan bersahabat, serta saling mendukung satu sama lain untuk berkembang dan berdaya. “Tadinya kenal gitu-gitu aja, masuk kelas bisnis ini jadi kenal lebih dekat. Mereka penghilang stress! Daripada di rumah saja, tidak ngapa-ngapain, malah stress,” pungkas Hilmy, gadis berusia 14 tahun yang bercita-cita menjadi pengusaha.
Sebelumnya, sore-sore mereka dihabiskan dengan aktivitas yang berbeda satu sama lainnya. Desi, yang bercita-cita sebagai dokter, mengakui sebelum mengikuti kelas bisnis aktivitasnya pada sore hari ialah bermain game online PUBG. “Sekarang juga masih main,” canda teman-temannya. “Iya, tapi sudah jauh berkurang. Sekarang sering buat es krim!” teman-temannya tertawa mendengar pembelaan diri Desi. Kelas bisnis di akhir pekan tersebut memperkenalkan dasar-dasar bisnis serta membantu remaja membaca peluang bisnis dan potensi daerah masing-masing. Peserta kelas bisnis membagi diri menjadi kelompok laki-laki dan perempuan, kemudian mereka ditantang untuk berlomba menciptakan usaha baru. Kelompok dengan usaha yang lebih terkenal dan menghasilkan keuntungan lebih banyak akan menjadi kelompok pemenang.
“Kita diajak untuk lihat keadaan di sekitar, peluang pasar dan bahan yang melimpah di lingkungan. Kita lihat di sekitar kita belum banyak yang jual es krim, sedangkan banyak anak-anak di sini, pasti suka es krim. Akhirnya memutuskan untuk bikin es krim, yang bikin beda kita pakai bahan dasar pisang, karena banyak pohon pisang di sini,” Nana menjelaskan. Nana yang berusia 17 tahun berperan sebagai sekretaris kelompok bisnis perempuan. Bercita-cita menjadi seorang akuntan, Nana merupakan perwakilan kabupaten dalam olimpiade ilmu ekonomi tingkat provinsi.
“Bule’ (tante) aku punya usaha es krim. Jadi belajar ilmunya
dari Bule’. Yang membedakan, kami pakai bahan dasar pisang. Setelah itu baru
berkembang ke beberapa rasa lainnya, ada cokelat, kopi, stroberi,” Risa
melanjutkan. Risa yang berusia 17 tahun sedang mempersiapkan diri untuk
melanjutkan sekolah ke jenjang universitas. Ia berharap dapat melanjutkan studi
ke fakultas hukum.
Sekarang, bisnis es krim kelompok remaja perempuan Desa Menoro telah terkenal di Kabupaten Rembang. Berbagai pesta dan acara pertemuan pemerintah telah memesan es krim mereka sebagai konsumsi acara. Setiap hari selesai melakukan pengajian, mereka berkumpul untuk membuat es krim. Terkadang mereka libur sejenak jika sedang banyak tugas dan ujian di sekolah. Keuntungan bisnis es krim telah menghasilkan pengembangan peralatan produksi mereka. Mereka membeli mixer dan beberapa wadah untuk memudahkan kegiatan produksi. Rasa bangga terpancar dari wajah mereka saat menceritakan hal tersebut.
Perempuan tidak sebatas mengurus anak dan memasak, tapi juga
punya hak untuk bebas berkembang,” Nana mengungkapkan pendapatnya mengenai ketimpangan
gender yang mengakibatkan banyak perempuan kehilangan kesempatan untuk turut
berkembang dan berdaya. “Perempuan tidak harus berada di bawah laki-laki. Ia
juga bisa jadi pemimpin, bahkan lebih sukses dari laki-laki,” pungkas Desi,
selaku ketua kelompok, dengan berani.
“Semoga tidak ada lagi yang menikah di usia anak, perempuan juga harus mencapai cita-cita dan sukses, berpikir luas,” tutup Nana dan Eti. Mari bersama kita dukung agar lebih banyak lagi anak dan remaja perempuan yang berdaya! Maju terus, remaja perempuan Desa Menoro! Pemberdayaan perempuan berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Pada tahun 2030, Indonesia diprediksi akan menjadi negara dengan tingkat ekonomi terbesar ke-tujuh pada 2030, dengan salah satu syaratnya ialah dengan meningkatkan pemberdayaan perempuan di sektor ekonomi. Secar global, perempuan akan menyumbang pendapatan sebesar US$12 triliun pada 2025, dan tambahan kenaikan saham sampai 17 persen yang terdaftar di bursa-bursa saham Eropa periode 2005-20082. Hal ini dapat dicapai dengan pemberdayaan perempuan di berbagai aspek, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, ekonomi, dan lainnya. Jika bicara mengenai pemberdayaan perempuan, maka praktik perkawinan anak juga harus dihentikan. Perkawinan anak memiliki risiko dan dampak yang buruk bagi perempuan dalam hal kesehatan fisik dan non-fisik, kesempatan untuk meraih pendidikan dan pekerjaan yang layak, hingga kerentanan terhadap kekerasan. Melalui kelas bisnis inilah, aliansi Yes I Do berupaya untuk memberdayakan perempuan agar terhindar dari perkawinan usia anak. [Owena,A]