“Awalnya mama tidak mau,” kata Enti (16 tahun). Mama bilang, masa anak perempuan keluar rumah dan pergi tendang bola, jelasnya.
Enti sebelumnya dilarang keras oleh ibunya untuk keluar rumah jika tidak ada kegiatan penting dan bahkan ketika pendamping proyek sepak bola anak perempuan/Girls Football project meminta ijin untuk membawa Enti mengikuti pelatihan. Hal ini terjadi bukan tanpa sebab, di desa tempat ia tinggal, sudah banyak kejadian yang memilukan terjadi terutama kehamilan di usia anak, bahkan dalam satu tahun terakhir terjadi kurang lebih lima kejadian. Namun setelah mendapat penjelasan dari pendamping program terkait berbagai kegiatan yang dilakukan, barulah ibunya mengijinkan.
Enti adalah anak bungsu dari delapan bersaudara. Saat ini ia duduk di bangku kelas IX Sekolah Menengah Pertama pada salah satu desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia merupakan salah seorang pendidik sebaya (Peer Educator) dampingan Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) melalui proyek Girls Football – Program Adolescent Health and Agency (AHA), dan juga anak dampingan (Sponsored Child/SC).
Kehadiran proyek Girls Football sangat dibutuhkan oleh anak dan remaja, terutama remaja putri dan perempuan muda usia 13 hingga 24 tahun. Melalui proyek ini, Plan Indonesia mengajak anak dan kaum muda terutama perempuan untuk mendapatkan pengetahuan bagaimana membuat keputusan yang aman untuk masa depan mereka sendiri. Selain itu, remaja putri juga terinformasi tentang hak kesehatan reproduksi seksual, perilaku berisiko serta mereka bisa memutuskan kapan dan siapa yang akan mereka nikahi. Proyek Girls Football sendiri memiliki pendidik sebaya yang dipilih dari anak dan remaja putri, mereka mendapatkan pelatihan bagaimana berbicara di depan umum (public speaking), kesehatan reproduksi, dan pengetahuan terkait perilaki berisiko dan pencegahan perkawinan usia anak.
Saat ini, Enti bersama 84 pendidik sebaya lainnya berada di 30 desa yang tersebar di 7 kecamatan. Mereka terus mengampanyekan terkait dampak dari perilaku berisiko, seperti: pacaran tidak sehat, seks bebas, perkawinan usia anak, narkotika dan obat-obat terlarang dan juga terkait kesehatan reproduksi. Selain kampanye, melalui proyek Girls Football mereka juga mendapatkan kegiatan-kegiatan positif, antara lain; pendampingan Forum Anak Desa (Forades), kelompok Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R), anak dan remaja perempuan, perempuan muda, anak dan remaja laki-laki.
Pertengahan Januari 2022 lalu, dalam pertemuan komite di sekolahnya, Enti sebagai pendidik sebaya mendapat kesempatan tampil di depan orang tua murid untuk mengampanyekan beberapa dampak dari perilaku berisiko di kalangan anak dan remaja saat ini. Ibu dari Enti yang saat itu ikut hadir dan mendengar langsung, tertegun dan kagum dengan anak seusia Enti bisa menyampaikan hal-hal yang selama ini orangtua tidak pernah menyampaikan sedetail itu kepada anak-anak mereka.
Dalam sesi diskusi usai Enti menyampaikan materi, seorang ibu meminta waktu untuk berbicara. Sambil berdiri, sang ibu berkisah tentang kejadian di masa silam yang menimpa keluarganya, anaknya hamil di usia anak dan masih sekolah, sambil berlinang air mata ia menyampaikan betapa perihnya menghadapi kejadian itu, segala biaya hidup ditanggung orangtua, belum lagi pelakunya tidak mau bertanggungjawab dan dampak sosial lainnya.
Hadir juga dalam kegiatan tersebut salah seorang bapak yang sebelumnya melarang anaknya untuk mengikuti kegiatan Girls Football, ia meminta maaf kepada pendamping program, kepala sekolah dan semua yang hadir dan meminta anaknya untuk didaftarkan kembali menjadi bagian dari proyek Girls Football agar bersama-sama Enti mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan.
Rasa terima kasih dan kebanggaan seorang ibu yang biasa disapa Mama Adrian ini terhadap anak bungsunya terlihat dari raut wajahnya yang begitu ceria. Sambil sesekali tunduk untuk menyeka air matanya yang tiba-tiba jatuh ketika penulis menanyakan bagaimana perasaannya mendengar langsung apa yang disampaikan oleh anaknya di depan orang tua murid. “Bangga, Enti bisa omong di depan orang tua yang sebanyak ini, saya tidak sangka dia bisa omong begitu dan situasi ini nyata terjadi di sekitar kami, terima kasih banyak,” kata Mama Adrian. Saya mulai percaya kalau Enti bisa jaga diri, namun dengan semakin banyak pengetahuan yang ia peroleh dari Plan, semakin besar pula tanggungjawabnya untuk menjadi teladan yang baik bagi teman-teman sebaya di sekitarnya, pungkasnya.
Ditulis oleh: Agus Haru | Editor: Intan Cinditiara