Diskusi mengenai krisis iklim harus melibatkan kaum muda atau mereka yang akan paling lama merasakan dampak krisis iklim dalam kehidupannya. Oleh karena itu, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) selalu berupaya melibatkan kaum muda dalam pembuatan produk komunikasi, informasi, dan edukasi krisis iklim. Salah satunya, termasuk dalam pembuatan komik krisis iklim yang diluncurkan baru-baru ini.
Komik krisis iklim ini diramu oleh tim Urban Nexus Plan Indonesia, program pengembangan ketahanan kaum muda di kawasan perkotaan, bersama Teens Go Green, YKRI, UNICEF, BMKG, dan kelompok muda. Komik ini berjumlah enam jilid dan telah dipublikasikan di media sosial Plan Indonesia bersama BMKG, sebagai lanjutan dari serial pertama yang diterbitkan tahun lalu. Komik ini juga mendapatkan respons positif dan luas dari publik, khususnya Sahabat Plan Indonesia, karena memberikan informasi dan pengetahuan tentang dampak krisis iklim secara menarik, mudah dipahami, dan komunikatif.
Salah satu sosok yang berkontribusi dalam pembuatan komik ini adalah Eliana (19 tahun), mahasiswi dari Manado, Sulawesi Utara. Eliana adalah perempuan muda yang aktif di organisasi perlindungan anak, iklim dan lingkungan. Ia beraktivitas bersama P2TP2A di Manado sebagai konselor sebaya sejak tahun 2019, sesuai dengan minatnya di bidang psikologi klinis dan perkembangan sosial. Ia juga menjadi mitra muda UNICEF sejak 2020, posisi yang mengantarkannya pada kesempatan menyusun komik krisis iklim bersama Plan Indonesia.
Menurut Eliana, ia banyak mendapatkan pemahaman baru melalui diskusi pembuatan komik tersebut. Paparan dan alur diskusi yang pas telah membuatnya mampu memahami korelasi antara isu perlindungan anak, iklim, dan lingkungan dengan baik.
“Padahal, bagi yang masih awam, akan sulit menemukan korelasinya atau cause and effect di antara ketiga isu ini. Makanya, kolaborasi yang diinisiasi tim Urban Nexus Plan Indonesia ini sangat keren,” sebut Eliana.
Eliana berpartisipasi dalam setiap tahapan pembuatan komik, mulai dari workshop pengenalan, diskusi yang dibagi menjadi beberapa tahap, hingga diskusi finalisasi komik. Semua kegiatan ini dilakukan secara partisipatif untuk mengakomodasi ide para perwakilan muda dan semua pihak yang terlibat.
Melalui rangkaian pembuatan komik, Eliana menjadi semakin memahami efek krisis iklim terhadap generasinya. Ia juga belajar bahwa anak atau kaum muda bisa menjadi potensi baik sebagai penyebab maupun pencegah dari situasi krisis iklim itu sendiri.
GLP 2022 dan Aksi Nyata untuk Lingkungan
Tidak hanya berpartisipasi dalam pembuatan komik, Eliana juga menunjukkan kontribusi nyatanya dalam isu anak dan krisis iklim melalui rangkaian kegiatan Girls Leadership Programme on Climate Change 2022 oleh Plan Indonesia. Program yang dilaksanakan pada Februari-Mei 2022 ini mengangkat isu yang sama dengan minatnya, yaitu lingkungan, krisis iklim, dan partisipasi kaum muda.
Setelah mengikuti seleksi yang ketat, ia berhasil berpartisipasi menjadi Girl Leader bersama 23 perempuan muda lainnya. Berbekal ilmu dan seed grant yang diberikan oleh Plan Indonesia dengan dukungan Australan Aid, Eliana juga bisa melakukan aksi nyata di Manado.
Didampingi oleh komunitas SkolaKualaManado, Eliana membuat Eco Enzyme dari sampah buah di restoran. Ia belajar untuk memanfaatkan 60 kg bahan organik dan kini telah berhasil menghasilkan 320 liter eco enzyme yang bisa menjadi alternatif sabun dengan harga terjangkau. Agar aksi ini semakin bermanfaat, Eliana juga melakukan sosialisasi pemanfaatan eco enzyme kepada masyarakat setempat. Gagasannya terkait pengolahan limbah ramah lingkungan ini juga diusung masuk dalam Musrenbang Kota Manado tahun depan, sekaligus digagas untuk diadaptasi pemerintah kota setempat.
Eliana menyampaikan, ia senang bisa terlibat dalam GLP 2022 oleh Plan Indonesia. Menurutnya, ia jadi punya kesempatan untuk melaksanakan aksi nyata untuk mencegah dampak krisis iklim. Eliana juga belajar untuk berkolaborasi dengan lebih banyak komunitas, profesi, maupun instansi pemerintahan.
Berangkat dari pengalamannya bersama Plan Indonesia, Eliana memiliki gagasan baru. Ia ingin membuat kegiatan atau program inklusif yang memberdayakan ABH (anak berhadapan dengan hukum) dan ABK (anak dengan kebutuhan khusus/disabilitas) dalam upaya-upaya mengurangi dampak dari krisis iklim,misalnya, dalam bentuk pelatihan keterampilan. Hal ini sesuai dengan minatnya di bidang lingkungan, sekaligus pengalamannya dalam mendampingi ABH dan ABK sebagai konselor sebaya.
“Pelibatan ABH dan ABK/disabilitas dalam isu iklim dan lingkungan dapat berdampak pada lebih terbukanya penerimaan masyarakat terhadap mereka. Sebab, saat ini, mereka masih mendapatkan stigma negatif dan tidak banyak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam isu iklim dan lingkungan,” ungkapnya.
Meski belum menetapkan target, Eliana bertekad untuk mewujudkan kegiatan tersebut. Tak hanya itu, ia juga akan melakukan lebih banyak aksi nyata untuk melestarikan lingkungan bersama organisasi di lingkungannya.