“Perempuan sekarang lebih maju, tangguh, berpikiran luas, mendetail dan berkomitmen tinggi. Sayangnya, pendapat dan masukan perempuan kadang tidak terlihat. Saya mendorong mereka agar tidak takut berbicara, menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan mereka dan menjadi solusi dalam upaya pengurangan risiko bencana,”
– Dr. Sari Mutia Timur – Dokter & Promotor PRB untuk Kesehatan.
Lebih dari 20 tahun, dr. Sari Mutia Timur atau akrab disapa Dokter Sari (48 tahun), bergelut dalam upaya pengurangan risiko bencana pada sektor kesehatan khususnya pelayanan kesehatan. Sebagai seorang dokter, Sari mendorong kesiapsiagaan di pelayanan kesehatan, baik dari segi infrastruktur, fasilitas, akses, dan petugas kesehatan.
“Kalau rumah sakit atau institusi kesehatan tidak bersiap-siap, bagaimana bisa menjamin kesehatan masyarakatnya. Tidak melulu rumah sakit besar, tapi dilevel bawah seperti puskesmas dan klinik harus memiliki kesiapsiagaan,” ungkap Sari.
Tenaga kesehatan tak luput dari perhatiannya. Ia membekali tenaga kesehatan dengan pelatihan kesiapsiagaan bencana dan membuat rencana kontijensi (renkon). Harapannya, tenaga kesehatan mampu memetakan potensi bencana dan bertindak sesuai rencana kontijensi.
“Pada awal bencana, petugas kesehatan sangat diperlukan tapi tidak diperhatikan. Seringkali, petugas kesehatan tidak selalu siap, karena mereka juga harus mengungsikan keluarganya,” ujar Sari yang saat ini menjabat sebagai Wakil Direktur YAKKUM Emergency Unit (YEU)
Upayanya dalam pengurangan risiko bencana di Indonesia turut dibagikan pada forum-forum global. Pada 2019, ia terbang ke New York, Amerika Serikat untuk berbicara pada UN Headquarter terkait lansia yang menjadi salah satu kelompok rentan yang tertinggal pada situasi bencana.
Pada saat pandemik Covid-19, ia juga lantang bersuara hingga ke berbagai forum internasional tentang pentingnya pelibatan tokoh agama dalam menangkal keragu-raguan penggunaan vaksin Covid di masyarakat.
“Tokoh agama sangat berperan dalam penggunaan vaksin covid. Mereka bisa menangkal pesan negative dari penggunaan vaksin” tandasnya.
PEJUANG INKLUSI DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA DAN TANGGAP DARURAT
Dalam menghadapi bencana, perhatian terhadap kelompok lansia (orang lanjut usia) dan orang dengan disabilitas seringkali terabaikan. Namun, sosok Dokter Sari Mutia Timur (48 tahun) menjadi salah satu pahlawan yang peduli dalam mengadvokasi pentingnya melibatkan lansia dan orang dengan disabilitas dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan tanggap darurat.
Dokter Sari, begitu sapaannya, menyebut kelompok lansia dan orang dengan disabilitas ini sering tertinggalkan dan diabaikan dalam respons bencana. Mereka kerap menghadapi kesulitan saat evakuasi terjadi karena lokasi evakuasi seringkali tidak aksesibel bagi mereka. Respons bencana dan tempat evakuasi kerap tidak mempertimbangkan kebutuhan mereka, menyebabkan mereka tidak mendapatkan bantuan yang bermartabat.
“Contohnya saat bencana Merapi pada 2010, di mana saat evakuasi menggunakan truk. Ini menyulitkan lansia yang harus diangkat dan didorong dari bawah dan mereka tidak bisa berpegangan. Hal itu selain tidak nyaman, sangat tidak manusiawi dan tidak aman. Belum lagi di lokasi, lansia dan orang dengan disabilitas, kebutuhannya jarang ada yang memperhatikan, padahal kebutuhan mereka tentunya berbeda ya dengan pengungsi lainnya,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Dokter Sari memperjuangkan pentingnya melibatkan lansia dan orang dengan disabilitas dalam pengurangan risiko bencana dan tanggap darurat. Ia bersama YAKKUM Emergency Unit (YEU) telah membekali lansia dan orang dengan disabilitas dengan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana dan memberikan pelatihan agar mereka dapat menyuarakan kebutuhan mereka secara lebih efektif.
Mereka lalu diikutsertakan dalam tim siaga dan diberdayakan dengan memberikan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana. “Kami juga melatih dan mendorong mereka agar berani untuk menyuarakan kebutuhan mereka, sehingga bisa memberikan masukan yang berharga bagi respons bencana yang lebih inklusif,” tambahnya.
Selain itu, Dokter Sari juga melibatkan lansia dan orang dengan disabi[itas dalam proses monitoring dan evaluasi. Mereka turut diberi kesempatan untuk memberikan umpan balik yang aman dan nyaman, sehingga bantuan yang diberikan dapat lebih tepat dan efektif.
Dalam berbagai upaya pengurangan risiko bencana dan tanggap darurat, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) juga bekerjasama dengan Dokter Sari dalam upaya melibatkan lansia dan orang dengan disabilitas, khususnya perempuan. Plan Indonesia memastikan bahwa kebutuhan perempuan termasuk lansia dan orang dengan disabilitas menjadi penting untuk mendorong respons dan kesiapsiagaan yang lebih responsive gender.
Pasalnya, menurut Dokter Sari, lansia dan orang dengan disabilitas perempuan memiliki tantangan ganda. Mereka seringkali kali tidak dilibatkan dalam pertemuan dan pengambian keputusan penting.
“Kalau pertemuan, musrembang misalnya, (perempuan lansia dan difabel) tidak dilibatkan atau diundang tapi tidak diberi kesempatan berbicara. Akibatnya, banyak kebutuhan mereka tidak tersampaikan, misalnya soal toilet yang sulit diakses, jauh dan gelap sehingga mereka berisiko mengalami kekerasan saat mengakses kamar toilet,” kata Dokter Sari.
Dalam prakteknya, Dokter Sari menggambarkan beberapa contoh keberhasilan ketika melibatkan lansia dan orang dengan disabilitas. Mereka dilibatkan dalam tim siaga, dan lansia berdaya dijadikan teman sebaya untuk memotivasi lansia yang lain. Selain itu, penerapan rapid need assessment yang inklusif bisa membantu mengidentifikasi kebutuhan dan tantangan yang dihadapi lansia dan orang dengan disabilitas.
Di level global, isu ini mulai mendapatkan perhatian lebih besar. Saat berbicara pada pertemuan global Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UN di UN Headquater di New York, Amerika Serikat pada 2019, Dokter Sari menyatakan dengan lantang bahwa melibatkan lansia dan orang dengan disabilitas bukan hanya untuk mencegah mereka menjadi kelompok berisiko, tetapi juga karena pengalaman dan kapasitas mereka dapat memberikan kontribusi berharga dalam meningkatkan respons bencana.
“Melibatkan lansia dan orang dengan disabilitas dalam pengurangan risiko bencana dan tanggap darurat membawa manfaat besar bagi semua. Dengan desain program yang inklusif, aksesibilitas yang lebih baik, dan partisipasi aktif dari semua kelompok, respon bencana dapat menjadi lebih baik dan lebih menyeluruh karena dapat dirasakan manfaatnya bagi seluruh kelompok,” imbuhnya.
Dokter Sari telah menunjukkan dedikasi yang luar biasa dalam mewujudkan inklusi lansia dan orang dengan disabilitas dalam pengurangan risiko bencana. Perannya sebagai dokter dan penggiat PRB membuka pintu bagi perubahan positif dan respons bencana yang lebih baik untuk semua kelompok, tanpa terkecuali. Melalui inisiatifnya, respons bencana menjadi lebih inklusif, aksesibel bagi semua, sehingga membantu menciptakan dunia yang lebih aman dan siap menghadapi risiko bencana.
—
Dukung Dokter Sari, dalam WIN DRR Leadership Awards. Penghargaan ini mengakui pencapaian perempuan dalam pengurangan risiko bencana (PRB) di seluruh kawasan Asia-Pasifik. Penghargaan ini merupakan bagian dari inisiatif kepemimpinan perempuan unggulan UNDRR, yaitu Women’s International Network for Disaster Risk Reduction (WIN DRR), yang didukung oleh Australian Aid.
Nominasi Dr Sari melalui tautan ini: forms.office.com/r/zSMxHigYCw
Penghargaan Kepemimpinan WIN DRR mengakui pencapaian perempuan dalam pengurangan risiko bencana di seluruh wilayah Asia-Pasifik dan akan diberikan pada 13 Oktober 2023 – Hari Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana – di Manila, Filipina.