Seiring dengan keprihatinannya terhadap masalah iklim yang sedang berlangsung, Dela memperhatikan jumlah polusi udara di kotanya. Dia merasa bahwa suhu di kotanya telah meningkat dan menjadi sangat peduli dengan masalah lingkungan.
Begitulah awal mula Dela memulai perjalanannya sebagai aktivis iklim. Dela mendirikan sebuah komunitas sosial bernama komunitas Happy Place.id pada tahun 2019 ketika ia masih duduk di bangku SMA. Komunitas ini bergerak di bidang lingkungan, kesehatan, kesetaraan gender, dan produktivitas anak muda. The Happy Place sering mengadakan kegiatan publik, termasuk talkshow Instagram langsung dan podcast di Spotify tentang tantangan saat ini.
Dela mengatakan bahwa The Happy Place sering berkolaborasi dengan LSM dan komunitas untuk menjalankan misinya. Anggota komunitasnya adalah anak-anak muda (15-22 tahun ke atas), dan ada 21 orang sukarelawan dalam komunitas tersebut. Dela dan teman-temannya juga aktif terlibat dalam gerakan lingkungan, seperti membuat webinar bertema lingkungan dan menjadi sukarelawan untuk membersihkan pantai.
Sebagai seorang aktivis iklim, Dela tertarik untuk mencari pengalaman baru, terutama dalam hal kepemimpinan. Dela menghadapi kendala sebagai perempuan untuk tumbuh sebagai pemimpin karena ia tinggal di sebuah kabupaten kecil yang lekat dengan sistem patriarki. Oleh karena itu, Dela bergabung dengan Program Kepemimpinan Anak Perempuan untuk Perubahan Iklim yang diprakarsai oleh Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia). Ia ingin mendapatkan pengetahuan tentang kepemimpinan dan menjadi lebih berpengaruh. Keahlian dan pengalaman kepemimpinan sangat penting dan sulit untuk didapatkan baginya. Terutama karena ia sering mendapati tantangan dalam mengembangkan kemampuan kepemimpinannya sebagai perempuan.
Dela sangat senang karena Program Kepemimpinan Perempuan Plan Indonesia mendukung aksi iklimnya. Selain belajar dari para ahli, ia juga menerima hibah awal untuk melaksanakan kampanye Gerakan Go Cool (bersepeda ke sekolah), untuk mengatasi masalah polusi udara di kampung halamannya.
Dela ingin menciptakan solusi dan membantu mengurangi kerusakan iklim. “Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan, seperti sepeda motor, mobil, dan kendaraan lain yang menghasilkan polusi gas kimia. Kami juga ingin mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang saat ini dikhawatirkan akan habis,” jelasnya.
Gerakan Go Cool melibatkan siswa-siswi SD, SMP, dan SMA di Bengkulu. Dela dan teman-temannya mengajak para siswa untuk menggunakan sepeda sebagai alat transportasi ke sekolah. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan zonasi yang menguntungkan gerakan Dela karena fokusnya adalah mengajak para siswa untuk menggunakan sepeda ke sekolah.
Dela juga memastikan bahwa para pembicara dalam sosialisasi tersebut memberikan materi yang mendalam dan menyediakan ruang diskusi bagi para pemuda untuk bertukar pikiran mengenai dampak perubahan iklim dan cara mengatasinya.
Gerakan Go Cool mulai berkampanye melalui media sosial setelah fase sosialisasi. Mereka membuat konten Tiktok bertema bersepeda mulai dari 25 Maret 2022 hingga 31 Maret 2022. Dela menggunakan promosi media sosial untuk meningkatkan kesadaran generasi muda dan mengubah stigma negatif terhadap bersepeda. “Menggunakan sepeda ke sekolah dianggap negatif. Ada yang menganggapnya tidak keren atau bersepeda hanya untuk kalangan menengah ke bawah,” ujar Dela.
Setelah melakukan kampanye di media sosial, Dela dan timnya melanjutkan ke tahap ketiga dari gerakan ini. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Senin, 28 Maret 2022. Gerakan Go Cool berkolaborasi dengan tim ekstrakurikuler lingkungan hidup di SMAN 7 Kota Bengkulu dalam membuat tempat parkir khusus sepeda, menyediakan tempat yang aman dan nyaman bagi para siswa untuk memarkir sepeda mereka. Dela dan timnya berharap tempat parkir ini dapat menarik minat siswa untuk menggunakan dan memarkir sepeda mereka di sekolah. Menurutnya, kekhawatiran siswa akan pencurian sepeda berkurang berkat adanya tempat parkir sepeda tersebut.
Dela optimis bahwa Gerakan Go Cool akan terus berjalan bahkan setelah program Girls Leadership Programme oleh Plan Indonesia berakhir. “Saya yakin program ini bisa berkelanjutan. Di negara lain, seperti Jepang, sepeda juga menjadi salah satu alat transportasi yang populer di kalangan pelajar. Kita bisa melakukan hal yang sama di Bengkulu,” pungkasnya.
