Meti (7 tahun) adalah anak yang ceria dan penuh semangat. Selalu tersenyum dan memiliki banyak teman di lingkungannya. Di balik keceriaannya, Meti menghadapi tantangan besar dalam kesehariannya. Ia tidak bisa membaca dan menulis, dan hal inilah yang membuatnya merasa tertinggal dari teman-teman lainnya di sekolah.
Meti, anak kedua dari empat bersaudara, tumbuh dalam keluarga petani dan peternak yang bergantung pada hasil ladang dan ternak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ia bercita-cita ingin menjadi guru. Oleh karena itu, Meti selalu rajin ke sekolah. Ia suka belajar dan bermain dengan teman-temannya. Namun, ketika tiba saatnya untuk membaca atau menulis, Meti merasa kesulitan dan merasa sedih karena tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Teman-temannya bisa membaca buku cerita dan menulis surat, sementara Meti hanya bisa mendengarkan dan melihat.
Suatu hari, Meti mendapatkan kabar gembira dari staf Plan Indonesia yang mengubah hidupnya. Ia akan mendapat orang tua sponsor yang peduli dengan kehidupan anak, terutama pada pendidikan, dan ingin membantunya. Meti dan keluarga mengirimkan surat perkenalan kepada orang tua sponsor, namun karena Meti tidak bisa menulis, surat perkenalan itu ditulis oleh ibunya dan Meti hanya memberikan gambar tangannya sebagai tanda terima kasih.
Sebulan kemudian usai mengirimkan surat perkenalan, Meti menerima surat dari sponsornya. Surat itu berisi cerita yang menarik tentang kehidupan sponsornya dan anaknya yang seumuran dengan Meti. Karena Meti tidak bisa membaca, ibunya membacakan surat itu untuknya. Setiap kali surat datang, ibunya selalu membacakan dan menceritakan isi surat tersebut kepada Meti. Keadaan ini terus berlangsung, dan Meti merasa senang mendengarkan cerita-cerita dari sponsornya.
Suatu hari, sponsornya menceritakan tentang anaknya yang seumuran dengan Meti. Anak tersebut sudah aktif mengikuti berbagai kegiatan di negaranya. Ia bisa membaca buku, menulis surat, dan bahkan mengikuti lomba menulis. Mendengar cerita ini, Meti merasa tertantang. Ia ingin bisa membaca dan menulis seperti anak dari sponsornya. Ia ingin bisa menuangkan semua perasaannya ke dalam surat dan mengirimkannya kepada sponsornya.
Belajar Baca Tulis
Dengan tekad yang kuat, Meti meminta ibunya untuk mengajarinya membaca dan menulis setiap sore dan malam sebelum tidur, ibunya meluangkan waktu untuk melatih Meti. Mereka mulai dengan huruf-huruf dasar, kemudian kata-kata sederhana, dan akhirnya kalimat-kalimat pendek. Meti belajar dengan tekun dan penuh semangat. Ia sering berlatih membaca dan menulis secara mandiri saat ibunya sibuk dan tidak bisa membantunya.
Hari demi hari, kemampuan membaca dan menulis Meti semakin meningkat. Meskipun belum sempurna, Meti sudah bisa menuliskan surat sendiri kepada sponsornya. Ia juga bisa membaca cerita yang diterima dari sponsornya. Setiap kali berhasil menulis surat atau membaca cerita, Meti merasa bangga dan bahagia. Ia merasa usahanya tidak sia-sia.
Kini, Meti tidak lagi merasa tertinggal dari teman-temannya. Ia bisa mengikuti pelajaran dengan baik dan bahkan membantu teman-temannya yang kesulitan. Meti juga sering menulis surat kepada sponsornya, menceritakan tentang kehidupannya di desa, sekolah, dan teman-temannya. Ia merasa lebih dekat dengan sponsornya dan berterima kasih atas dukungan yang diberikan.
Perjalanan Meti dalam belajar membaca dan menulis adalah bukti bahwa dengan tekad dan usaha yang kuat, segala tantangan bisa diatasi. Meti telah membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha. Ia telah menginspirasi banyak teman-temanya di desanya untuk tidak menyerah dalam menghadapi kesulitan.
Ditulis oleh: Penihas Taniu | Editor: Agus Haru | Foto: Penihas Taniu/Plan Indonesia