Badai Siklon Tropis Seroja di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada April 2021 lalu, turut berdampak pada sektor pertanian. Badai ini menyebabkan rusaknya lahan pertanian warga, termasuk milik Kelompok Tani Cerdas Iklim di Desa Waimantan, Kabupaten Lembata, NTT. Mereka berjibaku membuka kembali lahan pertanian saat tengah direlokasi ke hunian baru.
Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Demikian ungkapan yang menggambarkan kisah Mama Martina dan belasan petani lainnya yang tergabung dalam Kelompok Tani Cerdas Iklim di desa Waimatan, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Mereka terpaksa membuka lahan pertanian baru akibat diterjang badai siklon tropis seroja pada April 2021 lalu.
Banjir bandang membawa material guguran erupsi Gunung Ile Lewotok yang tersapu air akibat badai siklon seroja. Hal ini membuat seluruh penduduk desa Waimatan harus direlokasi ke Desa Tanah Merah, Kecamatan Ile Ape—termasuk Mama Martina.
Dalam upaya mempertahankan mata pencaharian, Mama Martina bersama petani lainnya kemudian membuka lahan kebun baru yang lokasinya dekat dengan kawasan permukiman relokasi. Dari awal saja, upaya mereka mendapatkan lahan komunal untuk digarap tidaklah mudah. Kelompok tani ini pernah mendapatkan lahan dengan karakteristik lahan yang subur, namun lokasinya jauh dari hunian relokasi sehingga memerlukan biaya besar untuk transportasi.
“Sebelumnya sempat di lahan itu 10 hari, tapi terlalu jauh. Pakai ojek harganya Rp 20 ribu dan harus bolak-balik pagi dan sore untuk disiram,” ungkap mama Martina. Foto penulis (tengah) bersama dengan Kelompok Tani Cerdas Iklim di lembata yang dipimpin oleh Mama Martina (Paling ujung kanan) (Foto: Yayasan Plan International Indonesia/Ayu Lestari)
Kepala Desa Waimatan, Mus, kemudian mengusahakan untuk meminta izin kepada pemilik lahan di dekat hunian relokasi, agar lahan tersebut bisa digarap oleh kelompok tani. Usaha ini membuahkan hasil, pemilik lahan mengizinkan untuk penggunaan lahan seluas sekitar satu hektar sebagai kebun komunal yang digarap oleh kelompok tani.
Mama Martina dan para petani pun mengolah lahan agar dapat digarap dan siap ditanami. Kegiatan diawali dengan membuka lahan dan melapisi permukaan tanah padas dengan tanah campuran sekam, kompos, dan pupuk kandang, penyiapan lahan ini sekitar seminggu dilakukan hingga kebun komunal siap untuk ditanami.
“Setelah lahan siap, kami tanam kangkung, bayam, paria, dan kacang panjang, ini yang kami tanam langsung. Sementara, kalau yang disemaikan terlebih dahulu itu ada cabai, terung, dan papaya,” ujar Mama Martina yang merupakan ketua kelompok tani cerdas iklim Desa Waimatan.
Selama masa pengolahan, Mama Martina dan kelompoknya sempat mengalami kendala terkait hama. Akibat serangan hama, sejumlah tanaman, seperti timun dan pare, mati dan tidak dapat dipanen.
Meski begitu, mereka tidak putus asa.. Untuk mencegah serangan hama, Mama Martina dan petani lainnya menggunakan pestisida nabati dari tanaman, seperti daun mimba. Dinas Petanian dan Ketahanan Lembata juga turut mendampingi dan memberikan penyuluihan kepada kelompok tani utuk mengatasi permasalahan hama.
Plan Indonesia Dorong Ketangguhan Petani
Pertanian cerdas iklim merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan di desa dampingan Plan Indonesia dibawah Program Implementation Area (PIA) Lembata. Kegiatan ini memberdayakan kelompok petani di desa untuk mengelola kebun komunal secara organik sebagai salah satu upaya adaptasi terhadap perubahan iklim. Pertanian Cerdas Iklim di delapan desa yakni desa Lamawara, Waowala, Amakaka, Tanjung Batu, Waimatan, Lamawolo, Wowong dan Wailolong.
Program Implementation Area Manager Plan Indonesia di Lembata, Erlina Dangu, mengungkapkan program pemberdayaan ini bertujuan untuk mendukung pemulihan ekonomi masyarakat termasuk para penyintas bencana banjir dan longsor yang saat ini sudah bermukim di rumah-rumah relokasi.
“Pertanian cerdas iklim merupakan program pertama yang kami cetuskan sebagai respon terhadap bencana akibat badai seroja yang menerjang pada April 2021 yang lalu. Oleh sebab itu, kami bekerja sama dengan pemerintah desa dan Dinas Pertanian Kabupaten Lembata mendampingi kelompok-kelompok tani,” ujar Erlina.
Erlina merincikan sejumlah aktivitas yang sudah dilaksanakan bersama para petani yakni pelatihan kajian kerentanan dan kapasitas terkait iklim, adanya rencana aksi yang dibuat bersama kelompok tani, penyuluh pertanian dan pemerintah desa, pelatihan pembuatan pupuk, persiapan lahan pertanian untuk tanaman sayur atau holtikultura.
Hasil dari kebun komunal ini sudah beberapa kali dinikmati petani baik untuk dijual atau dikonsumsi sendiri. Adapun hasil dari penjualan dimasukkan dalam kas kelompok tani untuk disimpan dan dikelola bersama.
Pengelolaan keuangan di kelompok tani ini dengan menerapkan sistem simpan pinjam. Anggota kelompok tani bisa meminjam uang dari dana kas kelompok dengan nilai bunga tertentu. Bunga dari pinjaman ini dikembalikan ke dana kas yang akan digunakan untuk modal penanaman di kebun komunal.
Adapaun musim tanam dilakukan kelompok tani desa Waimantan dilakukan pada saat musim panas, dimulai dari bulan Juli 2021. Memasuki musim hujan, yang biasanya dimulai di bulan November-Desember, mereka kemudian menggarap kebun milik masing-masing. Menjelang musim panas, kelompok tani ini akan kembali menyiapkan lahan di kebun komunal untuk ditanami kembali.
Diketahui, pertanian cerdas iklim merupakan pendekatan pengembangan strategi pertanian untuk mengamankan ketahanan pangan berkelanjutan dalam menghadapi kondisi perubahan iklim. Pertanian Cerdas Iklim menjadi kunci utama dalam peningkatan produktivitas dalam menghadapi perubahan iklim. Penggunaan pestisida nabati/alami, varietas padi unggul rendah emisi, teknik pengairan hemat air, pemupukan berimbang dan penggunaan bahan organik diharapkan berkontribusi dalam peningkatan produktivitas dan indek pertanaman baik padi/non padi.1
- https://pertanian-mesuji.id/mengenal-implementasi-pertanian-cerdas-iklim/
Penulis: Ayu Lestari – MER Specialist Plan Indonesia
Penyunting : Muhammad Reysa – Programme Communication Specialist Plan Indonesia