Jakarta, 25 Juli 2024 – Pencegahan stunting melalui kebijakan alokasi anggaran telah menjadi prioritas pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah setidaknya telah mengalokasikan anggaran untuk pencegahan stunting sebesar Rp 34,15 trilliun di tahun 2022 dan Rp 30,4 trilliun di tahun 2023. Meski trennya menurun, namun target penurunan prevalensi menjadi 14 persen di tahun 2024 masih menjadi tantangan. Pada 2022, tercatat ada lima provinsi yang memiliki prevalensi stunting di atas 30 persen (mengacu pada standar WHO).
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan estimasi prevalesi stunting tertinggi, yakni 19 dari 22 kabupaten dan kota memilki prevalensi stunting di atas 30 persen di tahun 2022. Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menduduki posisi teratas yaitu 42,20 persen, sementara Nagekeo 30,50 persen.
“Plan Indonesia dan Seknas Fitra melakukan studi di 11 desa di Kabupaten TTS dan Nagekeo untuk melihat sejauh apa program dan anggaran stunting dialokasikan secara efektif dan efisien untuk mencegah stunting. Beberapa desa di kedua kabupaten juga turut menjadi wilayah studi untuk melihat potret APBDes untuk pencegahan stunting,” ujar Dini Widiastuti selaku Direktur Eksekutif Plan Indonesia, ditemui dalam acara Dialog Kebijakan “Tata Kelola Penganggaran Pencegahan Stunting: Studi Praktik di Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan beberapa desa di Provinsi Nusa Tenggara Timur”, di Jakarta, Kamis (25/7).
“Penelitian ini menunjukkan bahwa masih banyak tugas dan gap yang perlu dibenahi. Pencegahan stunting harus menjadi fokus untuk mencapai Indonesia Emas,” lanjut Dini.
Anggaran Stunting di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Nagekeo, NTT
Anggaran Stunting Kabupaten TTS mencapai Rp 260 miliar, sedangkan Nagekeo mencapai Rp 53 miliar di tahun 2023. Anggaran ini termasuk Dana Alokasi Khusus (DAK) Stunting yang masih mendominasi anggaran stunting kedua kabuapten mencapai sekitar 53 persen sampai 80 persen dari total APBD kedua kabupaten.
“Potret ini menunjukkan masih tingginya ketergantungan daerah terhadap dukungan Dana Alokasi Khusus (DAK) stunting dari pusat. Padahal keberadaan DAK seharusnya menjadi stimulus kemandirian daerah dalam pembiayaan berbagai program/kegiatan pencegahan stunting yang dibiayai dari APBD. Ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah kedua kabupaten, apalagi keduanya masih berada dalam kapasitas fiskal rendah sepanjang 2021-2023,” jelas Betta Anugrah Insani selaku peneliti FITRA.
Selain itu, riset ini menunjukkan alokasi DAK Fisik seperti Sanitasi dan Air Minum yang berkontribusi langsung pada setidaknya tiga indikator sensitif (100 persen Air Minum Layak, 90 persen Akses Sanitasi Layak, dan 90 persen stop BABS), umumnya lebih kecil daripada DAK Fisik Kesehatan seperti untuk pembangunan puskesmas, rumah sakit, maupun sarana fisik lainnya. Padahal dari temuan di desa wilayah penelitian, kesulitan air bersih dan sanitasi layak/BABS masih memiliki kesenjangan tinggi.
Hasil Riset sebagai Referensi Implementasi dan Evaluasi Anggaran Stunting
Fasli Jalal selaku Ketua Dewan Badan Pembina Plan Indonesia, yang juga menghadiri dialog kebijakan dan menyampaikan keynote speech menuturkan bahwa riset ini akan sangat bermanfaat untuk memberikan gambaran bagi seluruh praktisi, pengamat, maupun pembuat kebijakan dalam konteks evaluasi implementasi program dan anggaran stunting.
“Di masa transisi pemerintahan ini sangat relevan bagi kita untuk refleksi bersama tentang capaian dan tantangan program pencegahan stunting selama ini, masih banyak pekerjaan rumah kita ke depan sehingga perlu sama-sama kita kawal perencanaan dan penganggaran yang lebih efektif untuk pencegahan stunting”, paparnya.
Fasli menambahkan, pencegahan stunting merupakan salah satu dari tujuh program tematik utama Plan Indonesia. Ia berharap lebih banyak pemangku kepentingan, terutama pemerintah, dapat bekerja sama untuk mencegah stunting, memastikan anak terbebas dari stunting adalah langkah penting untuk menjamin terciptanya generasi masa depan yang lebih baik.
Tuti Trihastuti Sukardi selaku Asisten Deputi PSDM, Kedeputian Dukungan Kebijakan Sekretariat Wakil Presiden yang turut hadir sebagai penanggap merespons bahwa “Dari hasil riset ini akan banyak tindak lanjut yang perlu dilakukan. Salah satunya dari segi memperkuat dana desa. Kami juga berharap ke depannya dialog seperti ini dapat mendorong keberlanjutan agenda pemerintah pusat dan pemerintah daerah di masa mendatang yang berkaitan dengan pencegahan stunting.”
Siti Fathonah selaku Penyuluh KB Ahli Utama dan perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan bahwa riset yang dilakukan Plan Indonesia dan FITRA menunjukkan bahwa penganggaran pencegahan stunting, dapat dilakukan dari bawah ke atas (bottom up).
“Seperti Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang kemudian hasilnya bisa dimanfaatkan untuk diskusi bersama terkait penganggaran stunting di level kecamatan. Perlu diperhatikan juga siklus perencanaan dan penganggarannya,” tambahnya.
Diskusi yang dilaksanakan di empat lokasi yaitu Jakarta, Kupang, Kabupaten Nagekeo, dan Kabupaten TTS secara hybrid ini melibatkan berbagai instansi lainnya. Beberapa di antaranya adalah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, sejumlah organisasi perangkat daerah di Provinsi NTT, Kabupaten Nagekeo, dan Kabupaten TTS, serta kepala desa. Diskusi di empat lokasi ini menjadi rekomendasi bagi pemerintah nasional, daerah, desa serta berbagai pemangku kepentingan lainnya untuk perbaikan sistem anggaran yang sudah berjalan sehingga berkontribusi pada penurunan prevalensi stunting.
—-
Tentang Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia)
Plan International telah bekerja di Indonesia sejak 1969 dan resmi menjadi Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) pada 2017. Kami bekerja untuk memperjuangkan pemenuhan hak anak dan kesetaraan bagi anak perempuan. Kami juga bekerja bersama kaum muda, untuk memastikan partisipasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan terkait hidup mereka.
Sebagai bagian dari Plan International Inc., Plan Indonesia memiliki program anak sponsor. Plan Indonesia telah membina 36 ribu anak perempuan dan laki-laki di Nusa Tenggara Timur, dengan lima komitmen untuk memenuhi hak dasar mereka, yaitu hak atas akta kelahiran, vaksin dasar, air bersih, sanitasi, dan kebersihan, juga pendidikan.
Plan Indonesia bekerja pada 8 provinsi melalui tujuh program tematik, yaitu Pencegahan Gagal Tumbuh Anak, Penghapusan Kekerasan terhadap Anak dan Kaum Muda, Kesehatan Remaja, Ketenagakerjaan dan Kewirausahaan Kaum Muda, Sekolah Tangguh, Kesiapsiagaan Bencana dan Respons Kemanusiaan yang Responsif Gender, juga Resiliensi Iklim yang Dipimipin oleh Kaum Muda.
Program-program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kepemimpinan, agensi, dan gerakan sosial yang melibatkan dan menargetkan agar 3 juta anak perempuan mendapatkan kekuatan yang setara, kebebasan yang setara, dan representasi yang setara. Informasi lebih lanjut: plan-international.or.id.
Media Contact:
Hesti Widianingtyas
External Communication Coordinator
Hesti.widianingtyas@plan-international.org
+62 812-9021-0072