Kerap dianggap sebagai daerah kering, tidak menyurutkan niat Jenete untuk mengembangkan lahan pertanian di Nusa Tenggara Timur (NTT). Nyatanya, perempuan 21 tahun ini sukses membuka lahan pertanian holtikultura seluas 80 are di desanya di Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Dari bertani, ia mampu menghasilkan sekitar Rp 3 juta perbulan yang digunakannya untuk biaya kuliah.
Kecintannya pada bertani sudah tertanam sejak kecil saat ia diajak kedua orang tuanya bertani tanaman hortikultura. Jenete kemudian serius menggeluti dunia pertanian pada 2020, saat dirinya bergabung dalam program Green Skill 2.0. Program yang diinisiasi Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) yang menyediakan pekerjaan berbasis pertanian ramah lingkungan.
“Anak-anak di Soe tidak perlu keluar daerah lagi untuk mencari pekerjaan, karena mereka bisa menggunakan lahan yang ada untuk bertani. Saya melihat itu sebagai peluang kerja karena semakin hari peluang kerja semakin sempit,” ungkap Jenete saat menjadi pembicara dalam kegiatan talkshow bertajuk Festival LIKE (Lingkungan, Iklim, Kehutanan, Energi Baru Terbarukan) yang bertema Young Farmer Social Entrepreneurs di Senayan, Jakarta (16/9).
Di hadapan para peserta yang hadir dalam acara yang digelar oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka pra COP 28 atau Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim ini, Jenete menyebut petani milenial seperti dirinya bukan sekedar bertani saja, melainkan sebagai wujud dari kesetaraan. Ia berambisi mendobrak stigma yang sering mengaitkan bertani dengan laki-laki.
“Dulunya di wilayah saya orang-orang masih beranggapan perempuan itu lemah, kami harus menunggu ada laki-laki dulu baru bisa kerja. Semenjak, Plan Indonesia memberikan pelatihan Green Skill, kami tidak lagi menunggu laki-laki untuk bekerja, kami perempuan sendiri juga bisa. Saya ingin membuktikan, bahwa perempuan juga bisa bekerja,” jelasnya.
Upaya pemberdayaan kaum muda khususnya perempuan memang sejalan dengan program Green Skill. Selain memberikan pelatihan yang berfokus pada cara meningkatkan usaha di bidang pertanian hortikultura, peserta juga diberikan pembekalan dasar pemahaman gender, demi meningkatkan kesetaraan bagi orang muda perempuan.
Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia dalam kesempatan yang sama mengapresiasi keberhasilan Jenete sebagai petani muda yang sukses menjadi agripreneur. Ia berharap lebih banyak lagi kaum muda yang bisa membawa perubahan utamanya dari wilayah timur Indonesia.
“Semua bisa melakukan perubahan, termasuk di bidang agriculture, seperti jenete, yang mencoba memanfaatkan teknologi yang akrab dengan iklim untuk pertanian, sehingga anak-anak muda mau terjun ke industry pertanian,” kata Dini dalam sambutannya.
Ke depan, Jenete berencana ingin memperluas lahan pertanian holtikulturanya. Ia bergabung dengan Perhutanan Sosial dan bersama Gapoktan menggarap lahan seluar 350 hektar. Ia juga bercita-cita untuk membuka agrowisata di Soe, NTT.
“Saya percaya bahwa menjadi petani itu keren. Semua orang butuh makan dan petani menanam tanaman untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kami, para perempuan juga bisa menjadi petani yang sukses, kami berkontribusi pada masa depan diri & masa depan bumi,” tandasnya.