Elif (8 tahun) “Saya sangat senang belajar di Sekolah Enuma karena tidak membosankan, di Sekolah Enuma juga kita belajar sambil bermain, banyak juga video dan gambar yang manarik.”
Demikian jawaban singkat Elif saat ditanya bagaimana perasaannya ketika belajar di Sekolah Enuma. Ia merupakan salah satu anak peserta Sekolah Enuma yang diinisiasi Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bekerja sama dengan Sekolah Enuma Indonesia dan didanai oleh The HEAD Foundation.
Sekolah Enuma Indonesia adalah aplikasi digital dengan ratusan permainan, buku, dan video yang mendukung anak-anak untuk belajar. Terdapat tiga pelajaran, yaitu: Bahasa Indonesia (literasi), Matematika, dan Bahasa Inggris sebagai bahasa tambahan. Selain itu, aplikasi Sekolah Enuma bisa diakses tanpa menggunakan sambungan internet setelah terpasang di ponsel atau tablet.
Aplikasi Sekolah Enuma berisi konten yang mencakup pendidikan usia dini, sekolah dasar kelas rendah, dan juga kelas literasi digital yang dalam proses belajar dan mengajarnya anak-anak peserta didik menggunakan perangkat elektronik, seperti ponsel, tablet dan headset untuk mengakses aplikasi Sekolah Enuma.
Melalui aplikasi sekolah enuma ini juga, anak-anak dapat memahami pelajaran lewat berbagai simbol yang sudah dilengkapi dengan bacaan, foto, dan video. Ini sangat membantu anak-anak terutama yang belum bisa membaca, sehingga mempercepat proses belajar mereka.
Kepala sekolah salah satu Sekolah Dasar (SD) di Nagekeo, Maria Theresia Wea, mengatakan: “Anak-anak ini tagih terus, kapan Ibu kita mulai belajar lagi,” kata Kepala Sekolah yang biasa disapa Ibu Tres ini.
Ia menjelasakan betapa senangnya anak-anak ketika mendapatkan kesempatan untuk belajar di kelas Enuma. Awalnya kepala sekolah dan guru-guru membayangkan kalau anak-anak akan susah untuk beradaptasi, namun ternyata mereka sangat cepat. “Saya senang sekali dengan cara pembelajaran di Sekolah Enuma, ada anak yang sebelumnya susah sekali membaca, namun ketika dia melihat langsung simbol dan keterangannya dicocokkan di tablet, dia cepat sekali dan perlahan dia bisa membaca sendiri,” kata Ibu Tres.
Hal yang sama juga diutarakan oleh salah satu guru pendamping Kelas Enuma, Pak Adrian Sambu. Ia menyampaikan “Ketika mengikuti kelas Enuma, ada yang berubah dari anak-anak, mereka lebih semangat, karena Sekolah Enuma lebih inovatif, lebih kreatif dengan
menghadirkan gambar, video-video, lalu ada fitur-fitur yang sangat menarik, sehingga ketertarikan anak-anak ini sangat besar.”
Misalnya, ketika ada soal menyusun gambar, nanti mereka akan buat sendiri, ketika salah maka mereka akan ulangi sendiri sampai susunan gambarnya benar, jelas pak Adrian.
Ketika ditanya, hal apa saja yang berubah dari anak-anak? Pak Adrian menjelaskan “Kalau sebelumnya kita belajar literasi dan numerasi itu kita belajarnya di perpustakaan, tentunya anak-anak hanya melihat kalimat, baca kata dan gambar. Tapi, dengan adanya Sekolah Enuma yang menggunakan literasi digital, tentunya proses pembelajaran lebih kompleks, lebih segarlah pokoknya. Anak-anak banyak terhibur dengan fitur-fitur yang ada di aplikasi.”
Secara teknologi, apakah mereka agak canggung?
Pak Adrian juga bercerita, Anak-anak ini datang dari latar belakang yang berbeda. Di rumah, beberapa dari mereka terbiasa dengan HP android milik orangtuanya. “Jadi, ketika mereka belajar di Sekolah Enuma, contohnya ketika kita bilang ok, sekarang silahkan kasih hidup tabletnya, imereka langsung mencari tombol on/off untuk menghidupkan karena miripkan dengan hp yang biasa mereka gunakan di rumah,” ujar dia.
Untuk anak-anak yang kesehariannya belum terbiasa dengan tablet atau hp, tentunya para guru akan mengawasi langsung dan mengajari mereka. Secara umum mereka cepat untuk menanggap.
Selain itu, secara umum anak-anak juga sudah sering bermain game bersama teman-teman mereka saat kumpul bersama. Mereka juga sangat senang dan bersemangat untuk mengikuti kelas enuma. “Contohnya, minggu depan ada kelas enuma, nah hari ini mereka sudah tanya, Pak guru ini kira-kira kami kapan?” cerita Pak Adrian.
Tantangan pengawasan di kelas enuma Anak-anak di Sekolah Enuma rata-rata berusia sangat muda. Tingkah laku mereka pun seperti layaknya anak-anak. Ketika mereka dihadapkan dengan teknologi tentunya mereka kadang-kadang terburu-buru. Di satu sisi mereka senang, tapi di sisi lain mereka juga bingung. “Seperti ketika mereka mau mengoperasikan hp, mereka bilang, eh, Pak Guru, saya takut. Ada yang begitu, ada yang hanya diam saja karena mereka grogi,” kata Pak Adrian.
Dalam proses pembelajaran, para guru melihat ada anak yang hanya menggeser-geser slide selanjutnya. Namun, ada pula anak yang benar-benar serius, misalnya, ketika ada bacaan yang harus dibaca, mereka benar-benar serius membaca. Ada yang sekadar melihat.
“Kami juga melihat dari sisi kemampuan anak. Ketika mereka mampu, maka mereka membaca dan memahami betul-betul. Tapi kalau anak-anak yang hanya sekadar senang saja dengan hp, yah, memang butuh pengawasan,” pungkas Adrian.
Ditulis Oleh: Agus Haru | Editor: Muhamad Burhanudin | Foto: Plan Indonesia/Agus Haru