April, seorang perempuan muda berusia 23 tahun dari Bogor, Jawa Barat, siap menghadiri Conference of the Parties ke-28 (COP28), sebuah forum tahunan PBB yang memfokuskan pembahasan pada isu-isu iklim. Acara ini diadakan di Uni Emirat Arab (UEA) mulai tanggal 30 November hingga 12 Desember 2023. Di COP28, para pemimpin dunia bersatu untuk merundingkan strategi dan langkah-langkah konkret guna membatasi dampak perubahan iklim serta mempersiapkan diri menghadapi tantangan di masa depan.
Konferensi mengenai iklim terbesar di dunia ini dilaporkan akan dihadiri oleh lebih dari 140 pemimpin dunia dan pejabat senior pemerintah, termasuk Indonesia yang berencana mengirimkan 600 delegasi. Secara total, UEA dikabarkan akan menyambut lebih dari 70 ribu peserta dan 5 ribu pekerja media.
Dalam COP28, April akan menjadi salah seorang pembicara dalam sesi lokakarya bertajuk COP28 Children & Youth Pavilion Event yang mengangkat kekuatan transformatif pendidikan di tengah krisis iklim. Sesi ini membuka dialog lintas generasi antara kaum muda dan dua lembaga dana pendidikan global terbesar (GPE & ECW) untuk mengekplorasi solusi yang paling efektif dalam mendukung pembelajaran di tengah krisis iklim.
Dalam sesi ini, April menyuarakan pentingnya pendanaan untuk gerakan komunitas kaum muda dalam perubahan iklim. Menurutnya, saat ini sudah banyak aksi-aksi kaum muda dalam menanggulangi krisis iklim. Sayangnya, aksi tersebut terkadang kurang mendapat bantuan dan dukungan termasuk pendanaan.
“Saya ingin mendorong pemerintah agar lebih transparan terkait pendanaan aksi perubahan iklim, dan mendukung kaum muda dalam aksi perubahan iklim baik secara sumber daya manusia, fasilitas maupun secara sumber daya materi. Selain itu penting untuk membuat kebijakan dalam skema pendanaan aksi komunitas kaum muda misalnya melalui dana hibah untuk isu krisis iklim/perubahan iklim baik mitigasi kebencaan, adaptasi perubahaan iklim” ungkap April.
April juga menyoroti minimnya keterlibatan perempuan dalam aksi perubahan iklim. Padahal perempuan rentan terdampak perubahan iklim utamanya saat kondisi bencana yang disebabkan perubahan iklim.
“Dalam isu krisis iklim yang begitu kompleks, saya menekankan peran perempuan dan kaum muda sangatlah penting untuk dilibatkan langsung di berbagai sektor seperti mulai dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi agar mengakomodir kebutuhan perempuan. Selain itu, perempuan juga harus diberi akses dan kesempatan dalam mengelola sumber daya alam, mendapatkan pendidikan, kesehatan serta terlibat dalam pelatihan yang berkaitan dengan perubahan iklim, dan kebencanaan” jelasnya.
Diketahui, April merupakan pendiri dari organisasi Puanisme Bogor. Organisasi yang sudah berdiri sejak 2019 ini berfokus pada penyediaan ruang aman bagi korban kekerasan berbasis gender. Selama dua tahun terakhir, Puanisme Bogor telah mengkampanyekan penciptaan ruang aman bagi korban kekerasan berbasis gender, penghapusan kekerasan online terhadap perempuan, dan mempromosikan kesetaraan di dunia digital.