Mengaktifkan kembali Aliansi Peternakan Regional (APR) yang ada adalah salah satu pendekatan penting yang perlu dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi sektor peternakan. Proyek ini berhasil membangkitkan satu APR dengan 30 anggota yang terdiri dari Rektor Universitas Nusa Cendana, dosen, kaum muda, pemerintah provinsi dan desa seperti Bupati Timor Tengah Utara, Kepala Desa, Kepala Dinas Peternakan Provinsi, dan Departemen Pengawasan Pelayanan Publik dan Badan Perencanaan Pembangunan. APR bertujuan untuk membuat rantai nilai ternak lebih baik dan lebih adil bagi para petani. Ketika aliansi mengangkat suatu isu, maka akan menjadi suara yang lebih keras dan kuat untuk diterima dan diproses oleh departemen pemerintah terkait. Dibentuk di bawah kebutuhan aktual, APR memiliki potensi besar untuk mempromosikan agenda ternak di daerah-daerah yang ditargetkan, advokasi kebijakan, dan menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk partisipasi aktif kaum muda ke dalam advokasi tersebut.
Formasi APR bermanfaat bagi peternak muda dan menjadi salah satu cara untuk menemukan solusi bagi masalah yang terjadi di daerah tersebut. Aliansi ini menyatukan para praktisi unggas, babi, dan sapi. Mereka harus menjadi anggota agar dapat terhubung melalui grup Whatsapp dan dapat terlibat dalam diskusi kapan saja di mana saja. Melalui grup WhatsApp, mereka melakukan berbagai pertukaran informasi terkait dengan ternak seperti metode pemberian makan yang efektif untuk pengembangan ayam desa, proses penanganan penyakit dengan cara pemasaran menjadi pembelajaran bersama.
Media ini digunakan dengan baik oleh Rafael, salah satu kaum muda yang terlibat dalam proyek SCILD sebagai peternak ayam yang juga menjadi ketua kelompok pembibitan di Kupang, untuk mendukung bisnisnya. Rafael menjual ayam kampung dan khawatir akan kecenderungan orang Timor pada umumnya sering memilih untuk menjual dan mengonsumsi ayam broiler dengan nilai gizi lebih rendah. Pengembangan ayam kampung sering menghadapi hambatan dan tantangan besar terkait virus atau pemangsa. Hal ini merupakan ancaman serius bagi masyarakat ketika mereka ingin mengembangkan peternakan jenis ini.
APR membantu mendukung mengadvokasi kebutuhan desa ke tingkat provinsi untuk masalah seperti vaksinasi mahal dan kandang terbatas untuk hewan. Di tingkat desa, dana desa telah menyumbang hingga 20% dari dana mereka untuk mendukung bisnis ternak di 19 desa di 4 kabupaten. Ini adalah pertama kalinya kepala desa menggunakan dana desa untuk tujuan pemberdayaan masyarakat di bidang peternakan, dimana biasanya dianggarkan hanya untuk membangun infrastruktur. Aparatur desa melakukan hal ini karena mereka telah melihat hasil dari kemampuan kaum muda untuk menjual ternak, membuka usaha baru dan dapat mengembangkan diri. Ketika dana ini disetujui oleh kepala desa, kaum muda dapat dengan mudah mendapatkan modal. Kira-kira, total 1,7 miliar berasal dari dana desa dan dampak bisnisnya dapat dilihat di tingkat desa dan kecamatan.
Bahkan setelah proyek SCILD selesai, aliansi dan bisnis di desa-desa masih berjalan. Dengan APR, Plan Indonesia, Bengkel Appek, dan YSSP telah membentuk ntoa kesepahaman dan komunikasi masih berlangsung di antara anggota APR. Komunikasi berjalan melalui grup WhatsApp terus memperkuat
Koordinasi antara kelompok kaum muda dan pemangku kepentingan ternak, mendukung rantai nilai ternak lokal agar lebih inklusif bagi kaum muda.
Oleh: Chiquita Marbun