Dalam situasi bencana, perempuan memiliki kerentanan yang lebih tinggi daripada laki-laki. Minimnya akses dan partisipasi perempuan menjadi penyebab tingginya angka korban bencana.
Di satu sisi, laki-laki masih mendominasi kegiatan penanggulangan bencana. Padahal perempuan juga memiliki peran penting dalam upaya-upaya penanggulangan bencana. Perempuan memiliki pengetahuan dan keahlian yang kuat dan bermanfaat dalam mitigasi bencana serta strategi pengurangan bencana dan adaptasi.
Yuk, simak 3 profil pemimpin perempuan Indonesia dari Plan International APAC dan Plan Indonesia di bawah ini! Profil dan praktik-praktik baik mereka terdapat dalam buku Profil Pemimpin Perempuan Indonesia dalam Penaggulangan Bencana.
1. Fredrika Rambu Awa – Climate Change Specialist Plan Indonesia
Fredrika Rambu Awa, alias Kakak Ika, merupakan Disaster Risk Reduction Specialist Plan Indonesia. Perempuan lulusan Teknik Industri ini, memiliki spesialisasi pengetahuan emergency response dan pembentukan kelompok tangguh bencana. Kakak Ika telah bergabung bersama Plan Indonesia sejak 2012.
Kakak Ika telah memegang berbagai posisi strategis. Mulai dari Project Coordinator Sekolah Aman Bencana di NTT, sampai Proyek Building Back Safer School di NTB dan Sulawesi Tengah.
Kerja-kerja dalam Penanggulangan Bencana
Kakak Ika juga pernah mendukung implementasi program Building Resilience Adaptive and Disaster Ready Communities (BREADY) di Semarang Utara. Dalam program tersebut, ia memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan terkait analisis banjir rob sebagai dampak dari krisis iklim. Kakak Ika juga mengadvokasi pemerintah mengenai rencana aksi dan sistem peringatan dini bencana.
Pada masa pandemi COVID-19, Kakak Ika mendukung proyek pendidikan di Lombok Utara, NTB yang berlangsung pada Juni hingga November 2021. Perannya yaitu mengoordinasikan kegiatan pelatihan metode mengajar dan mengadvokasi pemerintah terkait pembelajaran pada masa pandemi COVID-19.
Selama berkiprah di dunia kebencanaan, Kakak Ika telah berpartisipasi dalam berbagai pembentukan kebijakan dan regulasi. Kebijakan pertama yaitu kebijakan Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk mendorong pelibatan kaum rentan dalam Pengurangan Risiko Bencana. Kemudian kebijakan Pelaksanaan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) serta regulasinya di NTT dan Sulawesi Tengah.
2. Ida Ngurah – Humanitarian and Resilience Program Manager Plan Indonesia
Ida Ngurah merupakan lulusan Magister Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada.
Ia telah bekerja selama 16 tahun di berbagai lembaga dan organisasi kemanuasiaan, seperti Julita Joylita Training Center Surabaya, International Relief and Development, International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, Papua Knowledge Center, The Netherlands Red Cross, UNESCO Jakarta Office, dan Save The Children Indonesia.
Fokus pekerjaannya pada isu pemberdayaan perempuan, perubahan iklim, pengurangan risiko bencana, tanggap darurat bencana terutama sektor Water, Sanitation and Hygiene, dan SPAB.
Sejak Februari 2018 hingga saat ini, Ida Ngurah bekerja di Plan Indonesia sebagai Humanitarian and Resilience Manager. Ia bertanggung jawab atas kualitas dan implementasi program. Selain itu, ia juga mengelola kemitraan untuk program kemanusiaan dan resiliensi dengan berbagai pemangku kepentingan.
Juga Suarakan Isu Kemanusiaan dan Resiliensi
Ida Ngurah aktif menyuarakan isu kemanusiaan dan resiliensi, termasuk dalam bidang pendidikan. Ia menjadi presidium pada konsorsium pendidikan bencana nasional dan menjadi focal point nasional Community Engagement and Accountability (CEA).
Ia juga terlibat sebagai trainer untuk guru dalam menerapkan tiga pilar sekolah aman, pengenalan Inter-agency Network for Education in Emergencies, dukungan psikososial, hingga kurikulum darurat di tingkat nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ida Ngurah juga terlibat tanggap darurat di gempa bumi Lombok (2018), gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi Palu (2019), serta letusan Gunung Api Semeru (2021).
Ia telah menulis buku serta modul. Di antaranya Local Practice on Infusion System to Reduce Risk Water Scarcity in Timur Tengah Utara (TTU) District: A Case Study on Child- Centered Climate Change Adaptation Project of Plan Indonesia. Ada pula Digital Learning for Safe School, Resilient Education Book Edition 1 and 2, Facilitator Handbook for Safe School, Education Module for Children on Integration CCA and DRR, dan Training Module of Water Hyacinth Products.
Women and girls have their own needs and interests during disasters. Having women involved meaningfully in DRR activities as change-makers who can provide more inclusive risk reduction activities, helps cover all people and recognise our diversity. – – Ida Ngurah
3. Vanda Meyfa Lengkong – Head of DRM Plan International APAC
Vanda Meyfa Lengkong merupakan seorang pekerja kemanusiaan yang sudah malang-melintang di bidangnya selama 18 tahun. Dalam perjalanan kariernya, mendedikasikan 15 tahun untuk sektor manajemen risiko bencana khususnya dalam fase kesiapsiagaan dan respons, dengan mengedepankan pendekatan yang berfokus pada komunitas khususnya anak.
Perempuan yang punya panggilan Vanda ini mengawali kariernya sebagai pekerja kemanusiaan setelah menyelesaikan gelar sarjananya dari Fakultas Teologi, Universitas Kristen Indonesia Tomohon pada 2001. Saat itu ia tergabung sebagai Program Officer untuk Church World Service (CWS) di Manado, Sulawesi Utara. Vanda bergabung dengan CWS hingga 2008 dengan posisi terakhir sebagai Program Manager.
Pada 2008, Vanda bergabung dengan Plan Indonesia sebagai Disaster Risk Reduction (DRR) Program Manager. Ia banyak terlibat dalam berbagai kegiatan PRB di Indonesia. Dua tahun berselang, Vanda kemudian memimpin tim manajemen risiko bencana yang bergelut di bidang PRB, perubahan iklim, dan respon bencana sampai 2012.
Mulai 2013, Vanda bergabung dengan Plan International Asia Pacific (APAC) sebagai Disaster Preparedness and Response Specialist untuk Asia Tenggara. Ia memberikan dukungan teknis terkait manajemen risiko bencana di tujuh negara. Terhitung sejak April 2014-2017, areanya bertambah menjadi 14 negara termasuk Kawasan Asia Selatan.
Pemimpin Respons Kemanusiaan
Selama bergabung di Plan International, Vanda juga turut serta memimpin tanggap darurat bencana baik di Indonesia maupun kawasan Asia Pasifik lainnya. Dalam berbagai respons bencana, Vanda pernah berperan sebagai Emergency Response Manager (ERM), Deputy ERM, Spesialis teknis untuk isu perlindungan anak dan pendidikan, maupun sebagai Team Leader. Vanda terlibat dalam berbagai respons bencana sejak 2002. Ia mengawali pengalaman responsnya dengan bekerja untuk membantu para penyintas konflik Maluku yang mengungsi ke Manado, Sulawesi Utara, dan kemudian mulai terlibat di berbagai respons bencana di Indonesia.
Pengalaman respon kebencanaan Vanda di antaranya erupsi Gunung Merapi dan gempa Jogja di 2006, banjir di wilayah Jawa Tengah, gempa bumi Padang, dan tsunami di Kepulauan Mentawai. Sejak 2011, Vanda mulai terlibat dan bertugas membantu respons bencana di luar Indonesia termasuk saat tsunami di Jepang, topan Haiyan di Filipina dan beberapa bencana lain di negara tersebut, gempa bumi Nepal, banjir Myanmar dan Laos, krisis Rohingya di Bangladesh dan Myanmar, serta refugee influx dari Syria, Afganistan, Irak dengan penugasan di Jerman pada 2016.
Ketika pandemi COVID-19 melanda di 2020, ia bertugas sebagai koordinator untuk respons COVID-19 oleh Plan International APAC di 15 negara. Kepemimpinan Vanda dalam fase kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana menunjukkan bahwa perempuan juga dapat turut berperan secara substansial di sektor yang masih banyak laki-laki ini.
Saat ini Vanda menjabat sebagai Head of Regional Disaster Risk Management untuk region Asia Pacific yang menaungi 15 negara. Sebagai seorang pemimpin perempuan di bidang kebencanaan, ia juga menunjukkan kemampuannya dalam membangun jejaring, kerjasama, dan koordinasi dengan berbagai pihak. Di antaranya agensi UN, ASEAN, Emergency Preparedness Working Group, Asia Pacific Coalition of School Safety, Children and Youth Network in Asia Pacific, AADMER Partnership Group, Children in Changing Climate Coalition, Regional Technical Working Group on Anticipatory Action, dan Regional Gender in Humanitarian Action. Di tingkat global, saat ini Vanda menjadi salah satu board member dari Sphere dan menjadi perempuan pertama dari Indonesia yang terpilih menjadi board member.
Hidup itu harus di cintai dengan berani dan bermakna! sektor DRM membutuhkan perempuan-perempuan tangguh yang berperan aktif dan siap memimpin serta harus bisa memanusiakan dan memajukan sesama kaum perempuan. Kepemimpinan perempun dalam DRM harus bisa memberikan warna, mempromosikan inklusi dan kesetaraan gender. – Vanda Meyfa Lengkong