Siang itu, Sanda terlihat sangat bersemangat menjadi fasilitator kegiatan Forum Anak Kelurahan (FORAKEL) yang diselenggarakan oleh Yayasan Plan Internasional Indonesia (Plan Indonesia) melalui Program Implementation Area (PIA) Flores di salah satu kelurahan di Nagekeo. Dia berbicara dengan bahasa yang rapi dan mudah dipahami oleh anak-anak yang menjadi peserta kegiatan ini. Sesekali, dia berkolaborasi dengan Nano rekan sesama Youth Advisory Panel (YAP) yang turut menjadi fasilitator kegiatan ini.
“Ini kali pertama saya menjadi fasilitator FORAKEL, saya percaya diri kalau saya bisa berbagi pengalaman dan informasi dengan teman-teman peserta, karena saya sudah berulang kali terlibat dalam kegiatan-kegiatan Plan Indonesia,” kata Sanda.
***
Sanda (17) adalah anak dampingan Plan Indonesia dari salah satu desa di Nagekeo. Dia bersekolah di salah satu sekolah menengah atas di kabupaten asalnya. Remaja ini memiliki keinginan untuk melanjutkan studi jurusan hukum di Universitas Indonesia, salah satu disiplin ilmu yang mempelajari peraturan perundang-undangan yang menjadi payung hukum bagi perlindungan perempuan dan anak. Demi meraih impiannya, sehari-hari Sanda menempuh perjalanan sejauh 13 kilometer untuk pergi ke sekolah tempat dia menuntut ilmu.
Sanda mulai mengembangkan diri melalui kegiatan Memilih Masa Depan (MAPAN) yang diselenggarakan oleh Plan Indonesia di desanya. Awalnya, dia adalah remaja yang jarang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, namun setelah mengikuti MAPAN, dia menjadi remaja yang aktif dalam menyuarakan hak-hak anak dan perempuan di lingkungan tempat tinggalnya, maupun di sekolahnya. Kegigihan Sanda akhirnya membawanya menjadi Ketua Organisasi Intra Sekolah (OSIS) di tempat ia menempuh pendidikan.

“Saya sangat tertarik dengan materi-materi tentang perkawinan usia anak, kesetaraan gender, dan kesehatan reproduksi yang saya peroleh dari MAPAN. Sejak itu, saya menjadi aktif untuk menyuarakan isu-isu ini di lingkungan saya, khususnya di sekolah,” kata Sanda.
Sanda bercerita, sebagai Ketua OSIS dia selalu menjadi fasilitator untuk ak-hak anak, erkawinan usia anak, dan kesetaraan gender pada kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya. Sanda juga menjadi kader kesehatan remaja dari Unit Kesehatan Sekolah. Sebagai kader kesehatan remaja, dia sering diminta oleh guru dan staf pengajar menjadi fasilitator materi kesehatan reproduksi dan pergaulan remaja untuk mengisi jam pelajaran yang kosong.
Sejak mengikuti MAPAN, Sanda mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi kedua orang tuanya. Ayah Sanda berprofesi sebagai petani, dan ibunya adalah ibu rumah tangga yang tinggal di salah satu desa dengan budaya patriarki yang kuat. Melihat potensi dan perkembangan anaknya, pasangan ini sangat mendukung Sanda untuk mengembangkan diri sesuai minat dan bakat yang dia miliki. Salah satunya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan Plan Indonesia.
“Sebagai orang tua, saya sangat bangga dengan apa yang telah dicapai Sanda sekarang. Doa dan harapan kami adalah agar Sanda dibimbing dan dibukakan jalan oleh Allah untuk meraih semua cita-citanya,” kata Idrus (50), ayah Sanda.

Beliau juga bercerita bahwa sebagai anak dampingan Plan Indonesia, Sanda pernah mendapatkan sepasang bebek sebagai operasional training untuk modul kewirausahaan program MAPAN. Sanda dengan telaten merawat sepasang bebek tersebut hingga bebek itu berkembang biak dan menjadi sebanyak yang ada saat ini. “Dia anak yang tekun sekali, dia merawat bebek-bebeknya dengan baik, orang sering datang untuk membeli bebek yang dia rawat itu. Hasil penjualan bebek itu dia tabung sendiri, sering kali biaya dan kebutuhan sekolah dia ambil dari tabungan hasil memelihara bebek tadi,” tutur Idrus.
Ketekunan Sanda dalam mengembangkan diri juga membawanya meraih berbagai capaian prestisius. Ketika masih berada di kelas satu SMA, Sanda diutus untuk menjadi Duta Forum Anak Desa Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang bertugas memberikan penilaian dan pandangannya terhadap kinerja Plan Indonesia dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. Selain itu, pada bulan Maret 2023, Sanda juga pernah menjadi perwakilan kaum muda Nagekeo untuk mengikuti kegiatan Youth Led Climate Resilience (YLCR) yang diselenggarakan di Kupang untuk membahas isu perubahan iklim.
“Dua prestasi itu sangat berkesan bagi saya, dan saya sangat berterima kasih kepada Plan Indonesia karena melalui kegiatan-kegiatan yang diselenggarakannya, saya mendapatkan pengetahuan dan kesempatan yang mungkin tidak dinikmati oleh anak-anak seusia saya,” kata murid yang selalu menjadi langganan juara kelas ini. Selain itu, remaja yang bercita-cita menjadi pengacara ini juga berharap agar Plan Indonesia semakin aktif dalam membangun pemahaman yang baik tentang hak-hak anak di Nagekeo dan menjadikan tempat tinggal saya sebagai desa yang layak anak.
Ditulis Oleh : Alfred Ike Wurin | Editor : Agus Haru | Foto : Plan Indonesia/Alfred Ike Wurin