Alya merupakan seorang perempuan muda berusia 16 tahun yang tinggal di wilayah Kelurahan Krendang, Kecamatan Tambora, DKI Jakarta. Saat ini, Alya sedang menempuh jenjang pendidikan menengah kejuruan kelas XI, jurusan perkantoran. Ia baru saja menyelesaikan praktik kerja lapangan di salah satu kantor percetakan di Jakarta, dan saat ini sedang menyelesaikan laporan untuk praktik kerja lapangannya tersebut.
Namun demikian, di sela-sela kesibukannya, Alya masih aktif berkegiatan bersama rekan kaum muda lainnya yang tergabung dalam karang taruna kelurahan maupun unit RW di Krendang. Mereka baru-baru ini juga terlibat secara langsung dalam respons kebencanaan kebakaran yang sempat terjadi di wilayah Kelurahan Krendang pada sekitar akhir Oktober 2021 lalu. Mereka melakukan respons selama kurang lebih 2-3 minggu hingga pertengahan Desember 2021.
Kebakaran sendiri merupakan hal yang cukup sering terjadi di wilayah Kecamatan Tambora, termasuk salah satunya di Kelurahan Krendang. Sepengetahuan Alya, kebakaran sering disebabkan oleh adanya kelalaian dari warga sendiri, seperti lupa memastikan listrik dan perangkatnya dalam keadaan mati saat tidak digunakan, lupa mematikan kompor, sumber arus listrik yang rentan terkena cairan, atau penyambungan kabel yang tidak sesuai, dan penggunaan arus listrik berlebih. Terlebih, kondisi permukiman di wilayah Kelurahan Krendang sangatlah padat dan letak rumah yang saling berdempetan. Ditambah lagi dengan kondisi jalan gang yang sangat sempit, serta tata letak kabel listrik ke rumah-rumah yang tidak beraturan sehingga meningkatkan risiko pada saat kebakaran. Api lebih cepat menyebar dari satu rumah ke rumah yang lainnya, dan sulit untuk dipadamkan karena minimnya akses pemadam ke sumber air, titik api, dan sumber penyebab kebakaran.
Salah satunya yang terjadi pada akhir Oktober 2021 lalu, Alya dan rekan kaum muda yang lain mendapat kabar bahwa terjadi kebakaran yang cukup besar di wilayah RW 05 Kelurahan Krendang. Terjadi pada siang hari, di tengah aktivitas Alya dan rekan kaum muda yang lain. Awalnya, Alya berpikir bahwa karena wilayah yang terdampak adalah wilayah RW 05, maka yang terlibat dalam respons terbatas pada karang taruna dan kaum muda yang berasal dari wilayah RW 05 saja. Namun, kemudian Alya dan kaum muda dari wilayah RW lain juga diajak untuk dapat melakukan respons, meminimalkan dampak yang terjadi. Area yang terdampak di RW 05 cukup luas, yaitu wilayah RT 05, 06, dan 07, sehingga membutuhkan bantuan serta peran dari karang taruna dan kaum muda dari wilayah lainnya.
Dikoordinasikan oleh kakak dari karang taruna kelurahan dan juga unit/RW, Alya beserta kaum muda lainnya membantu operasional posko bencana yang ada. Terdapat dua posko yang dibuka dan dioperasikan untuk membantu warga sekitar yang menjadi korban bencana kebakaran, yaitu posko di dekat SD yang dibuka selama satu minggu pertama, dan satu minggu berikutnya di salah satu lokasi dealer motor milik warga yang ditawarkan untuk dijadikan posko respons bencana. Lokasi tersebut ditawarkan oleh salah satu warga karena dianggap juga lebih strategis. Posko ini dibangun atas kerja sama warga, kaum muda, karang taruna, dan kelurahan.
Selama di posko respons, Alya dan rekan kaum muda membantu untuk memastikan distribusi bantuan kepada warga/keluarga yang menjadi korban. Berbekal dari pengetahuan dasar dan pengalaman yang ada, mereka didampingi kakak dari karang taruna melakukan penilaian awal terkait dampak dan kebutuhan yang ada. Berdasarkan informasi awal, menurut Alya terdapat sekitar 58 rumah terdampak. Namun, setelah dipastikan kembali oleh tim, terdapat sekitar 60-70 rumah yang terdampak kebakaran. Selain kakak karang taruna dan kaum muda, rekan Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) dan warga juga berpartisipasi, baik secara tenaga, maupun juga sumbangan dan donasi.

Pengaturan distribusi bantuan juga diatur bersama kakak karang taruna dan kaum muda, agar tidak menimbulkan kerumunan dan bantuan bisa diberikan secara lebih teratur. Selama proses distribusi dan respons yang ada, banyak produk bantuan/sumbangan/donasi yang menghasilkan sampah kemasan, seperti kardus, plastik, maupun kertas. Awalnya, semua sampah yang dihasilkan dibawa oleh PPSU atau petugas kebersihan setempat. Namun, karena jumlahnya cukup banyak, dan mengingat kaum muda bersama Karang Taruna Krendang sudah mengenal serta menjalankan bank sampah sendiri, maka Alya mengajukan usulan kepada kakak karang taruna dan juga rekan kaum muda yang lain bisa mengelola dan memanfaatkan sampah kemasan tersebut.
Sebelum mengutarakan usulannya, Alya mengisi waktu luangnya di posko dengan membuka kemasan bekas kotak nasi, kemudian membersihkannya dan melipatnya serta memilah mana-mana sampah kemasan yang masih memungkinkan untuk diolah atau dimanfaatkan kembali. Melihat hal tersebut, rekan kaum muda lain bertanya, “Lu lagi ngapain kayak gitu?” Alya menjawab dengan nada bercanda,“Ya, lagi memilah sampah lah. Lu masak anak bank sampah ngeliat sampah biasa aja”.
Berawal dari dialog singkat itulah, Alya mulai memberi usul kepada kakak karang taruna dan secara tidak langsung mampu mengajak rekan kaum muda lain untuk mulai memilah dan mengolah sampah-sampah yang dihasilkan dari kegiatan respons bencana kebakaran di Krendang.
Menurut Alya, dengan menggunungnya sampah selama kegiatan operasional posko berlangsung menjadi dorongan untuk mengajak rekannya mulai memilah dan mengolah sampah tersebut. Terlebih karena banyaknya barang bantuan/sumbangan/donasi serta sampah yang dihasilkan. Ditambah lagi ukuran posko yang cukup sempit, membuat Alya terpikir kenapa tidak mulai memilah dan merapihkan sampah-sampah yang berserakan begitu saja, dan lalu membawa, mengolah, serta memanfaatkannya di Gazebo Bank Sampah Katarsis milik kaum muda dan Karang Taruna Krendang. Sampah kemasan yang dihasilkan mayoritas terdiri dari bekas kotak nasi, kardus, dan sampah plastik air minum kemasan, dan plastik kemasan pembungkus barang-barang. Pemilahan dilakukan di sudut posko bantuan dan respon, yang kemudian diangkut ke area Gazebo Katarsis yang merupakan posko Bank Sampah Kaum Muda Krendang. Dengan begitu, pada saat di Gazebo Katarsis, sampah sudah dipilah dan sudah dalam kondisi bersih, siap olah, dan siap jual ke pelaku bank sampah lain (untuk jenis-jenis sampah yang belum bisa diolah sendiri oleh Bank Sampah Katarsis).

Kesan yang Alya rasakan selama pengalamannya respons di posko bersama rekan kaum muda lain dan juga kakak karang taruna adalah seru dan mengasyikkan. Berbekal ilmu pengetahuan dan pelatihan yang salah satunya diperoleh selama pendampingan bersama Plan Indonesia dan YKRI melalui program Urban Nexus (baik mengenai kebencanaan dan bank sampah), Alya dan kaum muda lainnya bisa menghasilkan ide-ide menarik dalam aktivitas keseharian mereka. Alya menyampaikan, semuanya dimulai dari beberapa pelatihan, seperti pelatihan pengelolaan jenis-jenis sampah dalam program Urban Nexus, berbagi tentang sampah menjadi berkah, sampah menjadi rupiah, dan pengetahuan lainnya tentang bagaimana manfaat yang bisa dihasilkan jika kita mau untuk memulai pilah dan olah sampah. Terlebih, jika kita bisa mencegah sampahnya untuk lingkungan yang lebih baik.
Proses tersebut, menurut Alya, bukan tanpa tantangan karena masih ada juga penentangan dari beberapa orang yang menyampaikan hal-hal seperti, “Ngapain, sih, Lu nggituin sampah begitu, ribet amat”. Namun, Alya dan kaum muda lain menanggapinya dengan santai dan dengan nada bercanda, seperti,“Ya iyalah, masak kita anak bank sampah terus ngeliat sampah biasa aja, diem aja. Apa dong gunanya punya nama anak bank sampah kalo ngeliat sampah di mana-mana masih diem aja”. Semua itu justru membangkitkan semangat Alya dan kaum muda lain tetap terjaga, serta terus berupaya memberikan manfaat kepada masyarakat dan lingkungan. Terlebih, menurut Alya, dalam situasi respons bencana, otomatis akan menghasilkan lebih banyak sampah. Jika tidak dikelola atau dibiarkan begitu saja, maka sampah akan menumpuk dan berdampak lebih buruk pada lingkungan di kemudian hari, dan menjadi sebab terjadinya bencana lainnya.