Selama 3 hari 27-29 Juni 2019,
kelima belas anak dampingan Plan Indonesia mengikuti pelatihan menulis dengan
gaya berkisah yang diselenggarakan oleh Plan Indonesia bekerja sama dengan
Tempo Institute.
Bukan hanya mengikuti kelas-kelas
pelatihan pada umumnya, kelima belas kaum muda yang berasal dari 3 desa melebur
jadi satu dan merasakan live-in
(tinggal bersama di rumah penduduk) di salah satu desa terpilih di Nagekeo. Warna
keberagaman juga diperkaya dengan datangnya dua remaja perempuan pemenang lomba
Photocaption Melawat Indonesia Timur dari
Jakarta dan Jawa Tengah dan satu observer
muda, Aninda, Welin dan Daphne.
Aninda, Welin, dan Daphne baru
kali pertama mengunjungi Nagekeo. Namun, mereka terkesan dengan keindahan alam
dan ramahnya masyarakat desa. “Masyarakatnya ramah-ramah banget, desanya juga
sejuk. Di ketinggian, bukit-bukit berwarna hijau kecoklatan bisa terlihat di
mana-mana” ujar Aninda saat sampai di Nagekeo. Perjalanan yang mereka tempuh
seharian penuh tidak terasa melelahkan lagi. Hari itu, resmi pertama kali
Aninda, Welin, Daphne, dan para fasilitator Plan Indonesia dan Tempo Institute
tinggal bersama di rumah hangat dan sederhana masyarakat desa di Nagekeo.
Pelatihan menulis hari pertama
tidak banyak membahas hal-hal yang teknis. Rikang, Yoga dan Sonya dari Tempo
Insitute sebagai fasilitator memberikan ruang kepada kaum muda yang baru
bertemu untuk berkenalan dan mengakrabkan diri. Para fasilitator juga terbuka
agar peserta bisa menyampaikan kendala yang sering mereka alami saat menulis.
Tak sedikit yang menyampaikan bahwa membuat judul dan mengembangkan ide tulisan
adalah salah dua dari hambatan yang kerap mereka alami. Setelah menyantap nasi
hangat, sayuran segar dan sambal ikan olahan khas Mama-Mama desa sebagai menu
makan siang, barulah fasilitator memulai materi. Pukul 17.00 WITA, mereka
pulang ke “keluarga baru” mereka dengan bekal ilmu gender, perkenalan gaya cerita
berkisah, dan bagaimana cara membuat video.
Di hari kedua, para peserta
berkumpul jam 09.00 WITA di kantor desa. Dengan perut yang sudah kenyang
sehabis sarapan bersama di rumah, mereka punya banyak tenaga untuk membuka hari
dengan ice-breaking. Usai bermain dan
bernyanyi saat sesi ice-breaking,
Yoga dan Rikang banyak menjelaskan tentang teknik observasi, wawancara, menulis
dengan kutipan, paragraf yang baik, penggunaan tanda baca, dan bagaimana
mengembangkan sebuah judul. Diselingi dengan camilan ubi rebus plus sambal
tomat, juga kudapan makan siang khas, membuat mereka juga punya ruang untuk
santai dan mengobrol bersama di sela sesi belajar. Setelah kenyang,
senyum-senyum lebar bermunculan saat fasilitator mempersilakan mereka belajar
di alam terbuka. Belajar terasa lebih menyenangkan. Ada yang memilih di bawah
pohon, atau di rumput dengan pemandangan gunung yang terlihat dari kantor desa.
Hari ini peserta pulang tidak dengan tangan hampa, ada banyak ilmu baru dan
materi tugas yang akan mereka olah.
Pukul 08.40 WITA di hari terakhir
pelatihan, peserta sudah sibuk membawa buku dan menulis di lingkungan sekitar
desa, menandakan mereka mengerjakan tugas yang semalam diminta bawa pulang. Rupanya,
pagi-pagi sebelum ke kantor desa, mereka melakukan observasi di rumah warga dan
alam sekitar. Ada yang menulis tentang kain tenun, tanaman insulin, pengalaman
pertama melihat ayam dipotong, dan proses Mama memasak di rumah. Salah satu
peserta juga memutuskan untuk bercerita bagaimana kepemimpinan perempuan dalam
kelompok remaja desa bisa berkontribusi pada kemajuan kaum muda desa. Banyak
cerita menarik lainnya yang dituliskan oleh peserta. Para fasilitatorpun kagum
dengan ragamnya cerita mereka saat one-on-one
session atau mentoring
diselenggarakan. Tentunya, mereka juga berani membacakan ceritanya di depan
teman-temannya. Banyak cerita yang menggelak tawa dan mengundang senyum peserta.
“Tiga hari rasanya terlalu
singkat. Saya harap kegiatan ini bisa berlangsung lebih sering dan lebih lama
lagi. Boleh juga kalau bukan hanya di desa ini saja. Kami sangat senang dengan
materi yang diberikan kakak-kakak fasilitator, sekarang sudah mengerti
bagaimana struktur menulis yang baik, penggunaan tanda baca, membuat lead, dan
judulnya.” Ujar Claudya saat dimintakan pendapatnya. Hari ketiga dan terakhir
ini ditutup dengan foto bersama dan penutupan oleh Bapak Kepala Desa yang
menyampaikan rasa syukur dan terima kasihnya. Bapak Kepala Desa berharap, akan
semakin banyak pelatihan seperti ini, supaya anak-anak bisa sukses dan lebih
kaya ilmu.
Sebelum tim Plan Indonesia dan Tempo berpamitan, ada satu tugas yang dibawa pulang oleh peserta. Tim Plan Indonesia dan Tempo Institute menunggu Cerita tentang kesetaraan gender dari tanah Nagekeo yang akan dituliskan oleh mereka.